Inilah kutipan yang aku peroleh dari salah seorang umatmu yang sadar, Yusuf Qardawi :

“Sekali-kali tidak begitu! Allah adalah Tuhannya orang banyak, syariat Nya pun untuk semua orang. Setiap yang dihalalkan Allah dengan ketetapan undang-undang Nya, berarti halal untuk semua manusia. Hal ini berlaku sampai hari kiamat. Misalnya mencuri, hukumnya adalah haram,baik si pelakunya itu orang muslim ataupun bukan orang muslim; baik yang dicuri itu milik orang Islam ataupun milik orang lain. Hukumnya pun berlaku untuk setiap pencuri betapapun keturunan dan kedudukannya.”

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Demikianlah yang dilakukan oleh Baginda Rasulullah dan yang dikumandangkannya. Kata Baginda Rasulullah dalam pengumumannya itu :

”Demi Allah! Kalau sekiranya Fatimah binti Muhammad yang mencuri, pasti akan kupotong tangannya.” (Riwayat Bukhari)

Di zaman Nabi sudah pernah terjadi suatu peristiwa pencurian yang dilakukan oleh seorang, tetapi ada suatu syubhat sekitar masalah seorang Yahudi dan seorang Muslim. Kemudian salah satu keluarganya yang Islam melepaskan tuduhan kepada seorang Yahudi dengan beberapa data yang dibuatnya dan berusaha mengelakkan tuduhan terhadap rekannya yang beragama Islam itu, padahal dialah pencurinya. Sehingga dia bermaksud untuk mengadukan hal tersebut kepada Nabi dengan suatu keyakinan, bahwa dia akan dapat bebas dari segala tuduhan dan hukuman.

Waktu itu turunlah ayat yang menyingkapkan kejahatan ini dan membebaskan orang Yahudi tersebut dari segala tuduhan. Baginda Rasullullah S.A.W mencela orang Islam tersebut dan menjatuhkan hukuman kepada pelakunya.

Wahyu Allah berbunyi sebagai berikut :

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu kitab dengan benar, supaya kamu menghukum diantara manusia dengan (faham) yang Allah beritahukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi pembela orang-orang yang khianat. Dan minta ampunan kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan belas kasih. Dan janganlah kamu membela orang-orang yang mengkhianati dirinya itu, karena sesungguhnya Allah tidak suka berkhianat dan berbuat dosa. Mereka bersembunyi (berlindung) kepada manusia, tetapi tidak mau bersembunyi kepada Allah, padahal Dia selalu bersama mereka ketika mengatur siasatnya itu di waktu malam, yaitu sesuatu yang tidak diridhai dari perkataan itu, dan Allah maha meliputi semua yang mereka perbuat. Awaslah! Kamu ini adalah orang-orang yang membela mereka dari hukuman Allah kelah di hari kiamat? Atau siapakah yang akan mewakili untuk (menghadapi urusan) mereka itui?” (an Nisa` : 105-109)

Dari kutipan di atas, semakin nyata terjadinya pembenaran terhadap perbuatan dan tindakan yang salah. Pembelaan terhadap sesama penganut Islam walaupun pernyataannya salah, dengan mengatakan atas nama agama. Apakah kita tidak takut melawan ayat tersebut? ”…….dan janganlah kamu menjadi pembela orang-orang khianat……”

Ajaran yang berisi penyebar luasan kebencian merupakan pengkhianatan terhadap sifat Ar-Rohman dan Ar-Rohim. Apakah mereka tidak takut hukum Allah. Karena melanggar ayat Nya?

Renungkanlah Ya Rasulku, itu sebagian kecil penyimpangan yang terjadi pada agama Mu dan sesungguhnya masih banyak lagi. Mencari pembenaran demi untuk kepentingan badan. Hal ini mengingatkanku pada suri tauladanmu.

Kau mencontohkan bahwa kau rela tidak makan. Karena jatah makanmu hari itu telah kau berikan pada tamumu. Ketika siang hari kau menerima persembahan, siang itu juga kau bagikan pada para sahabatmu. Sehingga ketika malam tiba, kau tidak memiliki sesuatu lagi.

Demikian juga ketika suatu malam kau hendak tidur. Badanmu terasa panas ketika berbaring di atas tempat tidur. Ternyata isterimu menyimpan sejumlah uang di pembaringanmu. Kau perintahkan saat itu juga untuk membagikan kepada para sahabatmu.

Ya Rasul aku rindu akan kasihmu. Hidupkanlah kembali semangat kasihmu diantara para pengikutmu. Buanglah sifat keberingasan serta kekerasan yang saat ini meliputi umatmu. Sekali lagi, Rasulku tercinta, ma`afkanlah aku. Aku telah mengganggu ketenangan Mu