Suatu siang yang terik dijalan raya melintas sebuah kereta ditarik oleh dua ekor keledai. Di depan mereka digantungkan rumput untuk memacu semangat agar terus bergerak maju dengan penuh semangat. Begitu sampai di tempat tujuan rumput akan diberikan pada ke dua ekor keledai tersebut.

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Keledai pertama berucap pada temannya ‘ Temanku, sesungguhnya kita yang lebih pintar atau manusia sih?’

Keledai ke dua menjawab ‘ Ya tentu saja manusia, mereka sudah diberi berkah oleh Tuhan akal dan pikiran’ Keledai pertama membantah ‘ Bagaimana bisa demikian, coba saja pikir. Kita diberikan rangsangan rumput oleh manusia, sehingga kita bersemangat untuk berjalan lebih cepat. Rumput kan sesuatu yang konkrit dan itu bisa kita rasakan dan mengenyangkan perut. Sebagai upah jerih payah kita menarik kereta. Nah manusia yang mengaku cerdik pandai dengan akal pikir yang dianugerahkan oleh Tuhan, tidak bisa menggunakan secara tepat’

Keledai ke dua balik bertanya ‘ Bisakah kau memberikan contoh, aku belum mengerti maksudmu’

Keledai pertama menjelaskan ‘ Mereka yang katanya memeluk suatu yang mereka percayai sebagai agama damai melakukan kekerasan karena diberi janji masuk sorga. Ingat temanku, hanya janji lho ! Bukan suatu yang real seperti rumput yang akan kita terima nanti. Yang menjanjikan sendiri kalau ditanya tentang sorga juga belum tahu dengan pasti. Karena mereka belum pernah ke sana. Dengan iming-iming masuk sorga mereka rela dan dengan senang hati melakukan sesuatu yang merusak serta menyakiti makhluk sesama ciptaan Tuhan. Bahkan bisa membunuh sesamanya demi janji sorga. Padahal jelas hal itu bertentangan dengan ayat-ayat dalam kitab suci yang mereka yakini kebenarannya. Aku dengar dari percakapan mereka, pernah juga dinyatakan bahwa ajaran Nabi yang mereka junjung tinggi sangat lembut dan penuh kasih sayang.’

Keledai ke dua tercerahkan dengan penjelasan yang sangat sederhana tersebut. Ucap keledai ke dua ‘ Lha kalau begitu ternyata mereka lebih bodoh daripada kita. Kenapa mereka tidak ijtihat ?’ ‘Apa itu ijtihat?’ , tanya keledai pertama. Jawab keledai ke dua ‘ Yang dinamakan ijtihat adalah melakukan penggalian serta perenungan lebih dalam dengan menggunakan akal dan pikiran jernih yang dianugerahkan Allah pada manusia tentang suatu ajaran atau fatwa yang mereka terima. Apakah sudah sesuai dengan anjuran kitab suci mereka atau belum? Sudah sesuai dengan ajaran Nabi atau bahkan bertentangan? Selain itu juga harus direnungkan pula, apakah saran/perintah yang diteriakkan oleh panutan mereka bermanfaat bagi peningkatan batinnya atau hanya bermanfaat bagi si pemberi saran. Jangan-jangan itu suatu ajakan yang justeru menjerumuskan para pengikutnya. Bukankah sekarang mereka/pemberi saran bisa hidup nyaman atas dukungan sekian banyak orang. Dengan kecerdikannya para pemberi saran ini melakukan pembodohan. Demi popularitasnya, biar dianggap suci. Mereka menjual ayat-ayat untuk kekuasaan.’

Jawab keledai pertama ‘ Itulah sebabnya, di awal ceramah, para peneriak ini sudah menakut-nakuti. Ijtihat itu dilarang, itu bid’ah. Haram hukumnya, biar lebih seram lagi dikatakan bahwa ijtihat atau bid’ah berakibat masuk neraka. Lagi-lagi jual sorga dan neraka ! !, biar para pengikutnya ketakutan’ ‘Bukankah dengan demikian mereka hidup dalam ketakutan bukan atas dasar ketakwaan dan cinta pada Allah Yang Maha Pengasih? Kalau memang mereka cinta pada Allah, tidak perlu ditakut-takuti dengan cara demikian’

Selintas keledai ke dua ingat ajaran seorang tokoh spritualis lintas agama yang juga seorang nasionalis, katanya ‘ Iya lho ketakutan itu bahasa Inggrisnya disebut FEAR.Kepanjangan : False Emotion Appearance Real. Emosi palsu yang kelihatannya nyata. Jadi sesuatu yang semu. Bener juga lho. Coba pikir, para pimpinan mereka mengintimidasi pengikutnya dengan sorga dan neraka. Yang mereka sendiri belum pernah ke sana. Apa ini bukan ketakutan semu? Tapi kelihatan nyata, sehingga mereka rela menuruti perintah dengan membabi buta. Biarpun nyata-nyata perintah itu sangat bertentangan dengan ajaran kitab suci mereka. Rahmat bagi sekalian alam. Bukankah tindakan yang memberikan rahmat itu juga termasuk perilaku mereka yang memberikan manfaat bagi manusia dan lingkungan?’

Keledai ke pertama menjawab ‘ Iya, ya? Aku kok jadi bingung sekarang. Kita diberikan pemicu rumput agar bersemangat untuk menarik kereta. Sesuatu yang nyata bagi perut kita. Lha para manusia yang katanya berakal dan berpikir jernih, kok perilakunya demikian. Diberikan janji yang kaga jelas saja sudah begitu patuh dan penurut. Bukankah berarti mereka tidak mensyukuri dengan cara memanfaatkan anugerah Ilahi sebagaimana mestinya. Penggunaan akal dan pikirannya untuk bertindak secara tepat sehingga memberikan rahmat bagi sekelilingnya. Hanya mem-beo saja mengikuti perintah yang sesungguhnya menjerumuskan mereka lebih dalam ke jurang kehinaan. Lupa akan tugasnya yang mulia, yaitu untuk memelihara alam beserta isinya.’

Percakapan berhenti, perjalanan mereka sudah sampai tujuan. Kemudian mereka menikmati jerih payah mereka, seonggok rumput. Sesuatu yang jelas memberikan manfaat nyata bagi perut mereka. Bukan sesuatu yang semu. Mereka hidup dengan bebas tanpa tekanan ketakutan dari para intimidator.

Namun demikian, keledai ke dua masih sempat berpikir bahwa jika ia mati, akan lebih senang lahir lagi sebagai si peneriak, bukan sebagai pengikut. Paling tidak ia bisa hidup mulia dan dianggap suci yang disertai sanjung puji. Sebagai ahli surga. Ia bahkan tidak perduli dengan ucapan temannya pada awal pembicaraan.