Makanan adalah segala sesuatu yang masuk ke diri manusia. Diri kita… Dan ini mesti diwaspadai karena yang berbahaya adalah yang masuk. Namun jangan pula mengabaikan yang keluar, mesti diwaspadai juga. Karena yang keluar adalah akibat dari yang masuk. Ke duanya saling mengkait. Inilah hukum sebab-akibat. Tiada akibat tanpa sebab.

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Bagi kita manusia, makanan tidak sama dengan pengertian umum. Yang saya maksud dengan makanan adalah segala yang masuk melalui panca indera. Makanan bagi mata adalah segala sesuatu yang dilihat. Contoh yang sangat umum. Ketika mata melihat seeorang wanita cantik menggairahkan sesuai dengan seleranya. Jika pikirannya tidak terlibat, tidak terjadi apa-apa. Namun jika pikirannya mulai melibatkan nafsu, ini yang berbahaya. Mata menyerap energi yang besar. Kurang lebih 70 persen menyerap energi. Dan sebagian besar keributan sebagi akibat mata.

Dan selanjutnya adalah indera pendengaran. Gossip dan sebagainya bisa menyebabkan kerusakan jiwa. Dan indera-indera lain.

Saya akan fokus pada makanan yang membangun fisik. Asupan melalui mulut ini sangat penting dan mempengaruhi perkembangan jiwa. Karena makanan fisik ini akan diserap oleh tubuh. Dan akan mempengaruhi darah. Darah akan mempengaruhi seluruh anggota badan serta emosi. Emosi terkait erat dengan otak.

Misalkan seorang yang memakan daging. Saya menyimak beberpa info dari teman. Apakah benar kita ditakdirkan sebagai pemakan daging? Dari struktur gigi saja, gigi taring yang runcing hanya dua, kanan dan kiri. Lainnya gigi pengunyah. Sangat berbeda dengan gigi hiu dan harimau. Semuanya gigi berujung runcing. Berarti memang ditakdirkan sebagai hewan pemakan daging. Mungkin ada yang beragumentasi, bagaimana dengan orang yang hidup di empat musim? Mereka buruh daging untuk menghangatkan tubuh. Namun bisa juga yang hidup tanpa daging.

Sementara, kita yang hidup di alam tropis sesungguhnya tidak memerlukan daging. Bisa memakan non daging. Mungkin ada yang mempertanyakan, mengapa menyoroti daging dan apa keterkaitannya dengan evolusi jiwa?

Menurut pengalaman beberapa teman yang dulunya tidak makan daging, kemudian sekarang makan daging, daging berpengaruh terhadap emosinya. Contohnya daging kambing. Mereka yang makan daging kambing akan mempengaruhi syahwatnya. Mungkin ini diperlukan bagi mereka yang masih menggantungkan syahwatnya di atas kepentingan perkembangan kualitas emotionalnya. Namun jika orang tersebut menyadari bahwa hidup ini bukan hanya syahwat semata, tentu akan berpikir lain.

Hewan makan, manusia juga makan. Hewan berhubungan dengan lawan jenisnya, manusia juga. Hewan tidur, manusia ngorok. Dari sisi apa manusia unggul jika masih saja mendewakan ke tiga hal tersebut. Jiwa hewan akan terus berevolusi naik. Beda dengan jiwa manusia, kualitas jiwanya naik dan turun. Ini dipengruhi oleh akal. Hewan tidak berakal. Mereka makan karena kebutuhan. Bukan berdasarkan keinginan. Manusia bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Kemampuan membedakan inilah yang mengakibatkan kualitas jiwa manusia naik dan turun.

Dengan menyadari akan bengaruh makanan terhadap kualitas kejiwaan, seharusnyalah manusia berupaya meningkatkan kualitas jiwa. Tiada orang lain yang bisa menaikkan derajat kualitas jiwa kita kecuali kita sendiri. Sering sekali kita mencari kambing hitam Tuhan yang meningkat atau menurunkan kualitas jiwa. Atau orang lain.

Inilah kelemahan kita, selalu menuding orang lain. Lupa bahwa kelahiran kita saat ini bertujuan tunggal. Peningkatan evolusi jiwa. Hapuskan ego. Sebagaimana pesan Musa, Tuhan itu maha pencemburu.Tidak mau singgasana di dalam hati manusia ada substansi lain. Dia menginginkan sebagai penguasa tunggal….

Jaga makanan demi peningkatan kualitas jiwa. …… Bukan untuk siapa-siapa. Semata untuk kebaikan diri sendiri….