Apapun yang kita lakukan, sudah pasti ada yang senang; ada yang menerima; ada yang tidak senang dan tidak menerima. So, do your best and leave the rest. Lakukan apa yang terbaik, dan jangan berpikir banyak. Ingatlah kata-kata Vivekananda, ” Awalnya masyarakat akan menolakmu, mengkritikmu, menghujatmu, baru kemudian menerimamu.’ Jika Isa disalibkan, Muhammad harus hijrah, dan Buddha diracuni, siapakah diri kita ini?”
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Yang penting adalah senyum kita saat kita tinggalkan dunia ini. Ya, senyuman yang membuktikan tiadanya penyesalan. Karena apa yang dapat kita lakukan telah kita lakukan. Ya, senyuman yang lahir dari kepuasan batin bahwa kita telah memberi apa yang terbaik yang dapat kita berikan. Kepuasan bahwa kita telah melayani dunia ini dengan sebaik-baiknya, sebatas kemampuan kita sebagai wujud bakti bagi Ibu Pertiwi.
Ada yang bertanya: “Bapak pernah mengatakan bahwa alam ini ibarat medan laga Sang Maha Ada…permainan bagi-Nya. Lalu, dalam permainan itu ada individu, ada aku, ada kamu. Pertanyaannya, semua ini untuk apa?”
Pertanyaan ini salah alamat. Seharusnya pertanyaan ini dtujukan kepada Tuhan, tetapi tidak apa. Biarlah saya bersikap kurang ajar sedikit dan berusaha menjawab pertanyaan ini, “seolah” saya mewakili Dia yang kebijakan-Nya dipertanyakan.
Let me defend you, Mr.God!
Jika kau setuju bahwa semua ini hanyalah leela atau permainan, untuk apa mempertanyakan tujuan? Bermain, itulah tujuan permainan. Karena itu, bermain-mainlah, jangan terlampau serius. Tetapi saya memahmi kegelisahan itu. Karena sekarang permainan pun sudah bertujuan. Ada perlombaan, ada pemberian hadiah; ada yang menang dan ada yang kalah. Padahal saat olimpiade pertama di Yunani, setiap pemain di apresiasi. Setiap pemain mendapatkan hadiah yang sama. Tidak ada yang dinyatakan kalah, tidak ada pula yang keluar sebagai pemenang. It was for sheer fun of it, Bermain untuk menikmati permainan. Tidak seperti sekarang: Ada yang bertarung, ada yang bertaruh. Permainan pun sudah menjadi dagang.
Give Him a good show, that’s it! Dia adalah Saksi Tungal yang sedang menyaksikan permainan kita. Berusahalah supaya pertunjukkan dan permainan kita dapat menghibur-Nya. Itu saja.
Bila kita sudah memahami maksud-Nya, dan sudah menerima permainan sebagai permainan, jangan terjebak dalam perhitungan untung-rugi. Perhitungan untung-rugi adalah ciptaan mind atau buah pikiran. Saat bermain, mind harus diistirahatkan.
Karena itu, meditasipun harus menjadi sebuah permainan, game. Istirahatkan pikiran atau mind anda, maka anda akan menikmati meditasi. Bila kita berkonsentrasi, itu justru mengaktifkan mind, sehingga meditasi menjadi beban dan sangat menjenuhkan.
“Saat mempraktekkan Kamasutra” nasehat Vatsyayana, sang penulis, “tutuplah buku itu. Jangan berpraktik sambil membaca buku”
Jangan terlalu serius. Permainan koq pakai serius-seriusan?
Coba pikirkan: kita bermain dengan serius, lantas kita mati. Orang lain bermain tidak serius, lalu mati pula. Saat bermain dahi kita penuh kerutan, dan pada saatnya kita mati. Sebaliknya, saat bermain ada yang bahagia tersenyum-senyum melulu, tanpa kerutan di dahi. Untuk apa mati dengan beraduh-aduh, kalau kematian pun merupakan bagian dari permainan.
Life is a game, play it! Ya, kehidupan ini bagaikan permainan. Mainlah dengan baik. Tetapi, setiap permainan ada aturannya. Aturan main itulah purusharta. Itulah pasal pertama, dharma. Janganlah menendang pemain lain seenaknya. Ikutlah aturan main, dan jika tetap saja ada yang kena tendangan, apa boleh buat? Tetapi, setidaknya kita tidak melanggar peraturan; tidak menendang karena benci, karena marah.
Hidup adalah permainan; perhatikan peraturan mainnya. Ingat, ketika mind atau pikiran membuat kita gelisah, anggaplah hal itu sebagai bagian dari permainan. Ya, kegelisahan pun adalah bagian dari game. Karena itu, janganlah menanggapinya terlalu serius. Sedikit serius sih boleh-boleh saja……..
Dikutip dari:
Life Workbook by Anand Krishna, www.bookindonesia.com
Numpang promo: http://www.oneearthcollege.com/