Setelah merampas hak pilih seorang anak, kemudian kita mencekokinya dengan dogma dan doktrin agama, kepercayaan, dan pelajaran lain dengan sistem yang sudah baku. Kita tidak memerdekan jiwa anak untuk memahami sesuatu, baru kemudian menentukan pilihannya. Kita tidak membebaskan pikirannya untuk menggapai ketinggian langit tetapi malah mengkerdilkan jiwa mereka dan mematoknya dengan dunia ‘sesuai dengan penglihatan kita’. Kita memakunya dengan dunia versi kita.

Urutan baik dalam sistem pendidikan yang dapat memerdekakan jiwa anak-anak adalah membuka wawasan, membuat anak menjadi kritis, dan memberdayakannya untuk menemukan jalur hidupnya sendiri. Berilah merekan pengertian dan pemahaman dirinya sendiri. Kemudian biarkanlah ia mengembangkan rasa percaya diri dan kepercayaan pada Hyang Mahatinggi.

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Saat ini yang terjadi adalah kita mencekoki anak-anak dengan dogma dan doktrin kepercayaan dengan salah satu kepercayaan saja yang kita tentukan sendiri. Jangankan memahami kepercayaan-kepercayaan lain,  ia ia tidak boleh berkenalan  dengan kepercayaan-kepercayaan lain. Bahkan, untuk kepercayaannya sendiri pun ia tidak perlu mengerti dan memahaminya; apalagi bersikap kritis. Ia hanya boleh mengikutinya saja. Pada suatu ketika bila wawasannya terbuka sedikit, kita sudah mempersiapkan rambu-rambu. Ini tabu. Ini jangan. Ini boleh. Ini tidak. Kita telah ‘berhasil’ mematikan kreativitasnya dengan berhasil membuatnya tidak kritis dan tidak mempertanyakan lagi sesuatu yang diberikan kepadanya.

Inilah keberhasilan kita:

1. Generasi Robot

Sudah diet, diprogram, dan dikendalikan oleh remote control yang berada di tangan masyarakat. Robot tidak membutuhkan rasa percaya diri. Cukuplah ia berserah diri pada pemegang kendalinya. Bahkan ia tidak memiliki  kesadaran Bahwa dirinya bergerak hanya bila digerakkan oleh sang pengendali.

Kita hidup sebagai budak dari dogma, doktrin, dan kepercayaan, lembaga, institusi, atau kepentingan lain dari masyarakat tertentu. Kita tidak merdeka, belum merdeka. Kita tidak memahami arti kebebasan. Padahal manusia tidak diciptakan atau tercipta untuk menjadi robot. Ia pun tidak lahir untuk menciptakan robot-robot manusia dan tidak berhak mengubah manusia menjadi robot yang dapat diset dan diprogram.

Sebagian bersar Generasi Robot bahkan tidak sadar bahwa kemanusiaan dalam diri mereka sudah mati. Kemanusiaan mereka sudah dirampas sejak lahir. Kita telah menjadi korban kepentingan pribadi orangtua kita yang seharusnya memfasilitasi untuk berkembang dan tidak mengkerdilkan jiwa kita supaya mengikuti kehendak mereka.

Celakanya, orangtua kita pun demikian. Mereka pun adalah korban dari sistem yang sama. Ujung-ujungnya bukan mereka yang memegang kendali tetapi sebuah sistem, yaitu masyarakat bersama institusi-institusi buatannya yang memegang kendali. Dengan kondisi seperti in, rasanya sulit membawa perubahan total, drastis, dan sekaligus bagi seluruh umat manusia.

2. Percaya Buta versus Percaya Sadar.

Kepercayaan tanpa pemahaman adalah kepercayaan yang buta, sedangkan kepercayaan yang dengan pemahaman adalah kepercayaan yang sadar.

Sekarang tergantung pada diri kita sendiri.Mau memililh yang mana? Ada seorang nabi yang pernah bersabda bahwa yang penting hidup ini adalah ‘kepercayaan’ dan obyek dari kepercayaan adalah tidak penting. Anda boleh beriman kepada siapa saja, apa saja, atau pada diri sendiri dan semuanya sah-sah saja, boleh-boleh saja, tidak menjadi masalah karena yang terpenting adalah bahwa anda ‘percaya. Titik.

Ada pula yang menjelaskan lebih lanjut kepercayaan adalah buta. Anak-anak muda yang baru masuk usia puber dan sudah mulai mengenal pacaran biasanya belum melek. Mereka seolah jatuh cinta dalam mimpi. Usia cinta mereka sepanjang atau sependek usia mimpi mereka. Mereka jatuh atau bangun dalam cinta seperti mimpi. Mereka adalah mekanisme yang cacat dan mesti di’perbaiki’ dulu sebelum diperbolehkan “turun ke jalan”.

Ke dua pandangan di atas benar.

Pertama, yang penting adalah kepercayaan. Memang betul.

Kedua, kepercayaan itu selalu buta. Oleh sebab itu anak-anak muda harus memperoleh kesadaran dulu sebelum mempercayai sesuatu. Ini juga betul.

Sesungguhnya kedua pernyataan di atas tidak bertentangan tetapi malah saling melengkapi dan menjelaskan. Bila kita menggabungkannya. Yang penting adalah kepercayaan yang sadar. Orang-orang yang percaya dan sadar hanyalah mereka yang membawa perubahan berarti. Karena mereka sudah terlebih dahulu menjadi perubahan itu sendiri. Mereka telah berubah. Mereka tidak percaya membabi buta. Mereka percaya karena sadar.

(Dikutip dari buku: Neospirituality & Neuroscience by Anand Krishna & Dr. Bambang Setiawan,www.booksindonesia.com)