Menonton film Jokowi di SCTV membuat saya sadar bahwa ada sosok yang berperan penting membentuk kepribadian seorang Joko Widodo sebagai presiden RI ke 7. Film yang penuh inspiratif. Noto Mihardjo.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Dalam film tersebut dilukiskan ketika Joko Widodo kecil tidak suka sekolah, sang ayah yang bareng anaknya sedang mancing ikan berkata:
Seorang anak lahir dalam keluarga miskin tidak salah. Namun amatlah salah jika mati dalam kemiskinan.
Jika kita perluas kalimat ini menjadi:
Seseorang lahir dalam ketidaksadaran tidak salah, namun amatlah salah jika mati dalam ketidaksadaran.
Kebanyakan orang tidak sadar akan jati dirinya. Ketidaksadaran ini membuat orang buta dalam kehidupannya. Mungkin perlu dibedakan pengertian sadar dan jaga. Seseorang yang hanya sekedar dalam keadaan jaga belum tentu sadar akan segala tindakannya.
Sebagai contoh, ketika bangun pagi apa yang kita lakukan? Jika kita langsung bangun kemudian mengambil sesuatu dan berjalan begitu saja, kita dapat dipastikan sekedar jaga.
Namun, ketika kita bangun dan membuka mata kita bisa berkata: Terima kasih Tuhan, saya bangun diberikan kesehatan dan sadar. Dapat dipastikan sepanjang hari kita sadar akan perbuatan kita. Mengapa???
Saat kita bisa bersyukur dan mengucapkan terima kasih peda Tuhan, dengan sendirinya ingatan pertama kita adalah Tuhan. Tuhan dalam arti bahwa Dia berada dimana-mana. Bukankah dalam salah satu kitab suci disebutkan bahwa: ‘Wajah Tuhan di barat di timur dan dimana-mana’
Dengan mengingat hal ini kita akan selalu menyadari pikiran, ucapan, dan perbuatan kita. Kita mesti sadar bahwa esensi agama adalah:
‘Perlakukan orang lain sebagaimana dirimu ingin diperlakukan’
Dengan mengingat hal ini, jika kita tidak mau dipukul, janganlah kita memukul orang lain. Dengan cara ini sesungguhnya kita juga sedang menciptakan nasib diri kita di masa depan. Apa korelasinya???
Bukankah kehidupan kita saat ini adalah sebab untuk masa depan kita. Demikian juga keadaan kita saat ini adalah sebagai akibat masa lalu kita. Singkat kata, keberadaan kita saat ini adalah akibat masa lalu kita sekaligus sebab atau pencipta dari masa depan kita.
Dengan kesadaran ini, kita bisa menerima segala sesuatu yang buruk yang saat ini menimpa kita. Dengan kesadaran ini, kita bisa dengan lapang dada untuk tidak membalas keburukan dengan keburukan. Kita sadar sepenuhnya jika kita membalas perbuatan buruk orang terhadap kita akan berakibat terhadap diri kita di masa depan. Jika hal ini terus berlangsung, kapan selesainya? Tiada orang lain yang bisa memutuskan rantai balas membalas ini kecuali diri kita sendiri.
Sebaliknya, jika kita ingin menciptakan kebaikan bagi diri kita di masa depan, kita juga bisa menciptakan sebab di saat ini. Berbuat baiklah, maka di masa yang akan datang kita akan menerima kebaikan pada diri kita.
Baik dibalas baik. Buruk ditimbal baliki buruk. Tidak bisa perbuatan baik dikompensasikan dengan perbuatan buruk. Hanya pikiran manusia yang demikian.
Sadar akan setiap perbuatan kita terhadap sekitar kita, itulah kesadaran. Mereka yang sekedar hidup dalam keadaan jaga belum tentu sadar. Banyak orang melakukan buang sampah sembarangan. Inilah contoh orang yang hidup dalam alam jaga . Tidak sadar bahwa perbuatannya bisa berakibat banjir. Demikian juga, banyak orang membuang air secara sembarangan. Kita bisa melihat tempat cucian mobil di sembarang tempat. Mungkin bagi mereka yang berusaha berkata: ‘Ini lahan bisnis. Dan bisa meraup keuntungan banyak dengan usaha ini. Air tinggal ambil dari sumur. Bisakah kita menggantikan air yang kita ambil secara gratis???
Sadarkah kita bahwa air begitu berharga untuk sekedar mencuci mobil. Sadarkah kita bahwa saat ini air laut sudah mulai intrusi sampai ke Jakarta Pusat. Inilah hidup dalam ketidak sadaran. Banyak orang akan mengalami kerugian akibat perbuatan kita yang hanya mementingkan diri sendiri….
Jika kita juga dalam kehidupan ini tidak belajar hidup berkesadaran, kapan lagi kesempatan ada??? Akankah kita mati dalam ketidaksadaran???