Kebanyakan dari kita tidak sadar bahwa saat ini telah menjadi budak masyarakat sekitar. Baik dari segi penampilan maupun beragama. Inilah yang disebut sebagai manusia yang belum merdeka. Demi penampilan, kita rela menggadaikan badan/penampilan. Kita masih terbelenggu penilaian orang. Mereka yang masih bergantung penilaian orang lain berarti masih membudakkan diri pada orang lain.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Hal lain yang sering kita lihat di sekitar kita adalah kesukaan mengejek orang lain dengan kata-kata kasar. Kalimat-kalimat yang merendahkan. Cara seperti ini sesungguhnya bukti bahwa kita belum merdeka. Kita merasa lebih hebat. Kita tidak sadar bahwa ucapan tersebut bertujuan untuk diperhatikan orang sekitar kita. Kita defisit energi sehingga butuh perhatian orang lain.
Mungkin juga banyak orang yang belum merdeka. Saya juga termasuk yang belum merdeka. Tampaknya merdeka badannya tapi jiwa belum. Mereka yang merdeka berani menyampaikan pendapat dan bersikap tanpa perduli penilaian orang. Namun bukan berarti berani untuk memukul atau merusak. Tanpa takut atau fearless. Dengan tegar menyampaikan hal-hal yang membuat kebaikan sesama. Demi kepentingan orang banyak.
Jiwa merdeka adalah suatu sikap tanpa rasa takut yang muncul dari keyakinan berdasarkan pengalaman. Bukan karena ingin mendapatkan penilaian atau pujian. Justru mereka yang mengharapkan pujian sesungguhnya orang yang belum layak dipuji. Mereka masih mengandalkan energi dari orang lain untuk eksis. Energi yang berasal dari pujian. Tanpa adanya harapan pujian, ia tidak memiliki energi diri.
Yang lucu adalah ketika kita memberikan perhatian pada mereka yang mendzolimi kita, berarti kita memberikan energi pada mereka. Jangan perhatikan atau lawan mereka. Mereka akan memperoleh energi dari perlawanan kita. Lupakan dan pergi. Namun jika sampai menyakiti badan, tiada mesti dilawan. Mengapa? Karena kita harus menjaga kuil Tuhan. Badan kita adalah kuil bagi Tuhan. Di dalamnya bersemayam Tuhan. Berarti berpakaian pantas juga menghormati Tuhan yang ada dalam diri.
Menurut pendapat saya, badan adalah alat bagi Dia untuk memelihara alam sekitar. Oleh karenanya menjaga kesehatan dan kesempurnaan badan menjadi suatu ibadah. Gunakanlah badan melakukan persembahan bagi Dia. Melakukan ritual sembahyang dengan sepenuh hati sehingga menjadikan badan semakin sehat berarti suatu ungkapan syukur bagi Tuhan.
Berikanlah makanan yang bermanfaat bagi badan. Jangan lalaikan kesehatan hanya mengejar kenikmatan lidah. Tapi lebih utamakan makanan untuk menunjang pengembangan jiwa. Jika kita makan dengan tujuan demi menunjang pengembangan jiwa, makan menjadi suatu persembahan bagi Tuhan. So , makan pun bisa menjadi ritual doa. Ucapkan terima kasih bagi yang memasak. Tanpa mereka, kita tidak bisa makan enak.
Makan enak bukan saja bermanfaat bagi tubuh, tetapi juga bagaimana cara memasaknya. Lidah boleh saja merasakan kenyamanan di lidah sebagai alat pencecap. Di sisi lain juga harus diperhatikan korelasi antara makanan dan evolusi jiwa/bathin.
Yang mesti diperhatikan cara memasak. Jika si pemasak melakukannya dengan penuh kasih, energi si pemasak akan menambah kelezatan masakan. Energi yang membangun. Jika sebaliknya, saat memasak dengan hanya memikirkan keuntungan, energi yang akan masuk ke masakan juga kurang bagus.
Mereka yang berjiwa merdeka akan bisa menundukkan kepala pada seorang master. Menundukkan kepala kepada seorang master atau guru bukan berarti merendahkan diri. Justru hanya orang memiliki kebebasan jiwa bisa menundukkan kepala bagi seorang dianggap guru. Ia sudah bisa mengatasi ego. Ego inilah penyakit yang mesti dihilangkan. Hanya untuk yang satu ini kita mesti lahir ke dunia. Memenggal ego….