Alkisah. Zaman dahulu kala… (entah kapan….)
Hidup seorang pencari kayu. Ia hidup berdua dengan istrinya. Ia bekerja siang malam hanya mencari kayu yang kemudian dijual di pasar. Ia hidup dalam keadaan miskin. Namun demikian, ia sangat dicintai oleh para tetangga. Karena ia memiliki sifat yang sangat jujur. Banyak tetangga dan kerabat menyayangi si tukang pencari kayu.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Suatu hari, si tukang kayu mencari kayu di hutan yang berada di tepi sungai. Saking asyiknya memotong pohon dan cari kayu, tanpa disadarinya, ia berada di tepi sungai. Dan karena sangat semangat dalam mendapat kayu bakar, kapaknya terlempar dan masuk ke sungai.
Karena kapak adalah alat utama dan satu-satunya miliknya untuk mencari nafkah hidup, ia pun sangat sedih. Ia merenung dan menangis di tepi sungai. Tiba-tiba….
Muncullah sosok peri dari sungai. Ibu peri mungkin…
Dan si peri bertanya: ” Mengapa kamu menangis tukang kayu?”
Dengan nada sendu, si pencari kayu menjawab:
” Kapak milikku untuk memotong kayu terlempar dan masuk sungai.”
Ibu peri yang baik hati ingin menguji kejujuran si pencari kayu. Karena ia sudah mendengar dan melihat bahwa selama ini si pencari kayu adalah orang jujur.
Maka, dari sungai diambil kapak yang terbuat dari emas. Kemudian ia bertanya pada si tukang pencari kayu, ‘ Inikah kapak mu? ”
Dengan tegas, si pencari kayu pun menjawab: ” Bukan…”
Kemudian, si ibu peri mengambil kapak terbuat dari perak sambil berkata: ” Yang ini mungkin? ”
Si pencari kayu pun menjawab: ” Bukan juga…”
Akhirnya, si ibu peri mengambil kapak butut dari besi tua: ” Apakah yang ini? ”
Dengan tegas, si pencari kayu menjawab: ” Betul. Itu punya saya.”
Dan karena kejujurannya, si ibu peri pun memberikan semua kapak. Kapak emas dan perak.
Dengan riang, si pencari kayu pulang. Sampai di rumah, ia bercerita pada istrinya. Sang istri dikenal sebagai wanita yang serakah dan pencemburu.
Karena keserakahannya, ia ingin mendapatkan sebagaimana yang diperoleh suaminya.
Ia pergi ke sungai dengan membawa kuali. dan dengan sengaja, ia mencemplungkan kuali yang butut agar diganti emas oleh si ibu peri.
Tetapi karena ia berdiri di tepi sungai batu berlumut, maka ia pun terpeleset dan jatuh ke dalam sungai. Sang suami yang sejak dari tadi mengikuti dari belakang, sangat sedih dengan kejadian tersebut.
Sebagaimana kejadian ketika kapaknya hilang, si ibu peri muncul lagi. Untuk menguji kejujuran si pencari kayu, ia mengambil seorang wanita cantik. Si ibu peri bertanya: ” Inikah istrimu?”
Harapan si ibu peri, si pencari kayu akan menyangkal sebagaimana ketika tentang kapak.
Namun jawaban si pencari kayu sangat beda. Ia dengan tegas menjawab: ” Betul. Yang ini istri saya.”
Si ibu peri pun terheran. Dan ia bertanya: ” Mengapa?”
Ini jawabannya si pencari kayu: ” Jika saya jawab bukan, ibu peri akan menawarkan yang kurang cantik daripada yang sekarang. Dan pada akhirnya, ibu akan mengambil istri saya sesungguhnya. Bukankah kemudian ibu akan memberikan ke-tiganya?”
Apa yang terjadi ketika tiba di rumah? Saya akan dibunuh oleh istri saya karena cemburu.
Daripada dibunuh, lebih baik kan mengambil yang paling cantik. Di rumah, saya juga masih punya kapak emas serta perak sehingga bisa hidup layak. Istri cantik dan tidak perlu lagi cari kayu untuk makan.
Jujur sekali……