Berikut ini adalah resume ceramahnya dr Lissa Rankin di kantornya Google yang membahas pentingnya terapi holistic dalam proses penyembuhan pasien. Monggo dibaca…..
Semoga bermanfaat. https://www.youtube.com/watch?v=gcai0i2tJt0
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Seperti halnya gedung perkantoran yang memiliki satpam untuk menjaga keamanan kantor tersebut, otak manusia juga memiliki satpam untuk menjaga keamanan sistem pemikiran manusia. Satpam itu bernama amygdala. Amygdala, selaku satpamnya otak bersifat bodoh, alias tidak bisa menganalisa input informasi yang masuk. Pokoknya bila amygdala seseorang menganggap bahwa input informasi yang diterimanya adalah ancaman, maka ia akan siaga mengirim sinyal ke seluruh bagian otak lain dan sistem hormonal bahwa ada bahaya datang mengancam sehingga seluruh tubuh akan waspada alias masuk ke dalam kondisi Stress Response. Akibatnya sistem saraf simpatik akan siaga penuh dan tubuh segera dibanjiri dengan aliran hormon – hormon stress (adrenalin, kortisol, dll).
Bila amygdala seseorang dalam kondisi relaks, ia tidak menganggap informasi yang diterimanya adalah suatu ancaman, maka tubuh berada dalam kondisi Relaxation Response. Dalam kondisi ini yang aktif adalah sistem saraf parasimpatis dan terjadi rilis hormon-hormon cinta dan kebahagiaan (endorphin, oksitosin, dll). Dalam penciptaanNya, Tuhan tidak lupa menyisipkan program penyembuhan atas kerusakan yang terjadi di dalam piranti system setiap makhluknya.
Bila hewan dan tumbuhan saja memiliki program system penyembuhan, manusia tentunya memiliki sistem itu pula. Misalnya, bila terjadi luka, tanpa diperintah pun tubuh sudah melakukan kerja healing otomatisnya sehingga dalam beberapa hari luka di kulit itu sudah merapat kembali. Juga kemampuan tubuh untuk mengeliminasi sel-sel kanker yang berproliferasi sehingga sel-sel tersebut tidak sempat menimbulkan penyakit yang lebih parah, dan lain-lain.
Lalu pertanyaannya, mengapa pada sebagian orang nampaknya lebih mudah sakit ketimbang sebagian orang yang lain? Apakah pada tubuh orang yang lebih mudah sakit itu Tuhan lupa menyisipkan program healing tubuh?
Bukan!!!! Masalahnya adalah mekanisme penyembuhan alami tubuh itu hanya bisa bekerja saat tubuh berada dalam kondisi relaks (Respons Relaksasi). Kondisi dimana amygdala lebih kalem menanggapi input informasi yang masuk pertama kali via otak kadal ini, alias satpamnya otak ini cerdas menilai suatu kondisi dan tidak buru-buru menganggapnya sebagai ancaman.
Respon Relaksasi
Dalam kondisi amygdala yang santai, barulah respons relaksasi ini bisa bekerja dan merilis hormon-hormon cinta seperti endorphin dan oksitosin yang akan kemudian akan menggerakkan sistem tubuh lain sehingga terjadilah reparasi tubuh menuju healing (penyembuhan).
Hahay………………inilah alasan mengapa banyak sekali istilah yang terkait dengan cinta seperti: The Power of Love, Love will keep us alive (lupa lagunya siapa ini….hehe), Cinta itu Menyembuhkan, dan lain-lain. Heheh…..cinta yang mana dulu? Ternyata ya merujuk ke kerja hormon cinta di atas. (Well, hal ini yang tidak diajarkan di bangku kuliah medis. Padahal ini kunci penting yang bisa menjelaskan mengapa proses penyembuhan antara satu pasien dengan pasien lainnya bisa berbeda padahal mereka memiliki stadium penyakit yang sama dan modalitas terapi medis yang sama).
Ini juga alasan mengapa orang yang terbiasa/ selalu berada dalam kondisi stress atau tertekan lebih rentan untuk sakit. Misal orang yang selalu diburu untuk segera menyelesaikan pekerjaannya, atau orang yang hidup di perkotaan dimana sumber stress ada dimana-mana seperti terlambat bangun pagi sementara pekerjaan menumpuk, terjebak macet di jalan dan relasi dengan rekan kerja yang tidak mulus.
Bila ada bahaya yang mengancam maka amygdala segera mengirim sinyal tanda bahaya ke seluruh tubuh sehingga tubuh segera berada dalam kondisi Stress Response dan merilis hormon-hormon stress. Pada hewan, hanya dalam waktu 90 detik setelah bahaya itu menyingkir, amygdala sudah kalem lagi dan masuk ke kondisi Respons Relaksasi. Mestinya manusia juga begitu.
Mengapa manusia stress?
Karena pikiran manusia bersifat seperti jumping monkey (suka meloncat-loncat dari pikiran yang satu ke pikiran yang lain alias tidak menyadari ke-kinian alias walaupun sumber bahayanya sudah menyingkir dari hadapannya, namun pikiran manusia masih saja mengingat-ingat/ terpaku pada kejadian/ hal yang membuatnya trauma itu), maka tubuhnya selalu berada dalam kondisi Stress Response.
Artinya, tubuh selalu siaga terhadap bahaya (walaupun bahayanya sudah lewat) dan terus-menerus tubuh dibanjiri dengan hormon-hormon stress. Dalam jangka panjang, banjir hormon-hormon stress dalam jangka panjang ini akan bersifat merusak tubuh. Di saat tubuh berada dalam kondisi Stress Response, kemampuan tubuh untuk menyembuhkan dirinya sendiri menghilang, alias tubuh jadi tidak cerdas lagi menyembuhkan dirinya sendiri karena default healing systemnya tidak aktif. Inilah sebenarnya penjelasan kenapa bisa terjadi healing/ penyembuhan pada kelompok placebo.
To be continued……….