Jika sepanjang hidup kita sudah melatih diri untuk senantiasa berada dalam kesadaraan Jiwa, maka dalam kehidupan berikutnya kita akan melanjutkan upaya itu. Namun, jika dalam kehidupan ini kita sudah mencapai kesempurnaan, dan saat ajal tiba kesadaran kita sepenuhnya terpusatkan pada Sang Gusti Pangeran, maka tiada lagi episode baru. Kita menyatu dengan Sang Saksi Agung, Sang Jiwa Agung, Krishna mengatakan hal ini sebagai suatu keniscayaan.
Kantor adalah dunia benda. Rumah kita, rumah sejati kita adalah Istana Gusti Pangeran. Selesaikan tugas kewajiban, dan kembalilah pada-Nya. Masak terikat dengan kantor? Untuk apa berkantor, untuk apa bekerja? Bukankah supaya bisa menggunakan hasil dari jerih-payah kita untuk menikmati hidup? Kehidupan sejati ada di istana Gusti Pangeran, bukan di gubuk-dunia ini! Dalam pengertian, kehidupan sejati ada dalam Kesadaran Jiwa, bukan dalam kesadaran alam benda.
(Bhagavad Gita by Anand Krishna)
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Kesadaran Jiwa merupakan momok kata yang menakutkan. Bahkan mungkin sedikit sekali yang mengenalnya. Pada umumnya yang dikenal orang adalah lapisan tubuh kita. Lapisan luar. Tubuh yang dikenal dalam batas katepe. Saat ketemu dengan si A, B dan C, kita memanggilnya sebagaimana bentuk tubuhnya.Itulah yang kita kenal secara umum. Namun kita selalu saja lupa bahwa yang disebut ‘diri’ bukanlah tubuh atau badan kasar. Bukan pula pikiran ataupun perasaan.
Perlukah kita selalu melatih diri agar senantiasa berada dalam Kesadaran Jiwa selama masih hidup? Perlu, karena itulah diri sejati kita, Jiwa. Mungkin bisa disebut sebagai jiwa individu. Walaupun sebutan ini kurang tepat, tetapi dibutuhkan agar mudah kita membayangkannya.
Jawabannya juga berupa pertanyaan: Jika tidak dalam kehidupan sekarang dan saat ini, mau kapan lagi melatih diri dalam Kesadaran Jiwa? Mau tunggu setelah kematian? Terlambat sudah…..
Menyadari diri sebagai Jiwa merupakan cara efektif kita tidak terikat dengan urusan dunia. Juga sebagai cara agar kita bisa lepas dari penderitaan. Kita menderita karena marah ataupun sakit hati. Kita merasa bisa memiliki segala benda duniawi. Kita selalu saja lupa bahwa jarum atau setitik debu pun tidak bisa dibawa ke liang kubur. Semua benda atau materi harus ditinggalkan. Yang membuat kita kita menderita dan takut mati adalah keterpisahan dengan segala benda kasar ataupun famili, anak serta sanak keluarga.
Kita lupa bahwa yang disebut Jiwa tidak bersubstansi. Upaya melatih diri untuk senantiasa berada dalam Kesadaran Jiwa adalah selalu mengingat bahwa diri kita bukanlah semua itu. Bukan benda ataupun pikiran. Hanya di bumi saat kita hiduplah kita bisa menciptakan kebahagiaan sejati. Sekali kita bisa menciptakan Kebahagiaan Sejati, nanti saat setelah kematian pun kita bisa merasakan Bahagia Sejati.
Selama kita meng-identifikasikan diri sebagai tubuh yang bisa dilukai ataupun perasaan yang bisa dilukai, selama itu pula kita menderita. Kita menangis saat kehilangan uang. Kita tidak ingat bahwa sebelum yang kita anggap hilang saat ini, beberapa hari yang lalu kita juga belum memiliki. So, apa yang dikatakan hilang? Bukankah hanya pindah tempat? Dari tidak ada, ada, dan kembali tidak ada…
Kita harus ingat esensi semua benda satu juga adanya, energi. Pusatkan kesadaran kita pada Dia yang bersinggasana dalam diri. Dia tidak berada di luar diri. Caranya? Pejamkan mata dan lakukan penelusuran dalam diri. Susah bro….. Tidak ada pilihan lain, karena itulah satu-satunya cara bertatap muka dengan Tuhan. Susah mas, mbak…….
Memang…..
Karena kita dari kecil sudah terbiasa mata melihat ke luar diri. Saat menutup mata sekian menit saja, pikiran kita sudah dipenuhi dengan ketakutan…
Lucunya, kita selalu berkata pada orang bahwa kita ingin melihat Tuhan….
Amat sangat lucu……
Benarkah kita ingin melihat Tuhan???
Bukankah yang ingin kita lihat selama ini adalah orang yang kita sayangi?
Ingin melihat pacar…
Ingin melihat anak…
Ingin melihat pemandangan yang bagus..
Ingin melihat ibu/bapak….
Ingin melihat mobil bagus…
Ingin melihat dunia…….
Dan lain sebagainya yang bisa dilihat dengan mata…
Kita lupa bahwa semuanya hanya merupakan bayangan yang pada akhirnya lenyap saat kita mati…
Semuanya tidak bisa menjadikan kita merasakan yang disebut sebagai Kebahagiaan Sejati….