Ia yang selalu memuji dan membuat Anda merasa nyaman dengan prestasi-prestasi kecil yang remeh sesungguhnya tidak membantu anda sama sekali. malahan, orang tersebut membahayakan anda dengan menciptakan halusinasi kesuksesan. 

(This is Truth That too is Truth by Anand Krishna, www.booksindonesia.com)

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Secara tidak sadar kita sering melakukan ini. Dalam rumah tangga sering kita membiarkan anak bermain game online. Yang lebih parah lagi, si ayah malah bergabung dan memebrikan pujian pada anaknya ketika memenangkan permainan. Tanpa sadar si orang tua sedang membunuh anaknya berkreativitas. Tidak dapat disangkal game online adalah kemajuan teknologi. Sama halnya ketika pencipta pisau menemukan alat tersebut. Saya percaya bahwa tujuan awal dari pisau adalah untuk memberikan kemudahan ketika harus memotong sesuatu. Seiring dengan cara berpikir yang berkembang, ada pisau yang digunakan untuk kepentingan negatif. Inilah dua sisi mata uang yang sangat amat sulit dipisahkan. Bukan kah dunia ini alam dua litas?

Seorang pendidik sejati memahami dengan tepat, kapan memberikan pujian, kapan harus menahan diri. Pendidikan berbeda dengan pengajaran. Pendidikan bermakna untuk menumbuh kembangkan potensi diri seorang anak atau manusia. Pengajaran tidak memperdulikan, apakah yang diajarkan bermanfaat atau tidak bagi anak ajar. Seorang pengajar merasa bahwa ia tidak memiliki tanggung jawab atas hal yang dijarkan.

Seorang pencuri yang belum ahli mencuri suatu ketika ditangkap dan dimasukkan ke dalam sel penjara. Dalam penjara ia berjumpa dengan pakar maling. Si pakar mengajarkan teknik bagaimana menjadi maling profesiaonal sampai suatu ketika si maling kecil menjadi ahli. Dan benar, ketika keluar si maling kecil menjadi ahli ilmu permalingan. Si maling tua mengajarkan sesuatu hal yang tidak membuat si maling kecil menyadari kesalahannya.

Sebaliknya, mendidik bermakna bahwa si pendidik harus bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang diberikan pada anak didiknya. Sedikit orang menyadari akan hal ini. Mendidik seharusnya tidak saja secara fisik tetapi juga mental-emosional.

Seorang guru atau dosen bertanggung jawab atas perilaku atau perbuatan anak didiknya. Saat si anak didik mulai melakukan penyalahgunaan dari hasil didikannya, ia berkewajiban memberikan teguran agar si anak didik kembali ke rel atau jalur yang benar. Pujian dan sanjungan akan membunuh karakter si anak. Di sinilah seni mendidik. Terlalu mengekang atau kencang akan menjadikan si anak merasa tidak dihargai atas prestasinya. Karena ini memang harus diberikan demi menjaga mental emosional anak. Selain itu, pujian dibutuhkan untuk memberikan motivasi.

Misalnya, seorang dosen selalu memebrikan nilai baik pada anak didiknya. Ia merasa bangga. Suatu ketika di kala anak didik harus terjun ke masyarakat luas, ia bisa jatuh babak belur. Ini terjadi karena di dunia nyata tidak seorang pun mau memberikan pujian tanpa balasan.

Disinilah bahwaya pujian yang memiliki kecenderungan membesarkan ego.

Dalam perjalanan spiritual, ego harus dimatikan agar potennsi diri sejati muncul. Ego adalah hijab yang harus dirobohkan. Saat hijab ego roboh, yang muncul ke permukaan adalah diri sejati yang sesungguhnya.

Pujian terhadap keberhasilan dunia akan membunuh potensi Ilahi dalam diri seseorang. Keberhasilan seseorang dalam dunia benda menjadikan seseorang tidak sadar bahwa ia sukses dalam mengumpulkan kerikil. Di lain sisi, ia miskin mutiara spiritual. Kebutuhan akan mutiara inilah sejati diri manusia. Mutiara kehidupan sudah ada dalam diri setiap insan dan bertebaran di alam ini. Yang dibutuhkan hanyalah menyadarinya.

Pujian terhadap keberhasilan, baik materi maupun spiritual sama-sama tidak membantu evolusi kesadaran. Inilah halusinasi. Ya, pujian menciptakan halusianasi seakan sudah ia sudah selesai. Sukses berarti keberhasilan tertinggi. Apakah ada pencapaian tertinggi oleh manusia? Suatu pencak gunung paling tinggi, tentu ada yang lebih tinggi lagi. Hal ini terjadi karena memang tiada sesuatu yang abadi di dunia benda ini.

Seseorang yang merasa diri sudah sukses akan mandeg berkembang. Ego semakin membesar. Ego yang semakin membesar ini mematikan kesadaran jiwa. Robohnya ego spiritual membangunkan kesadaran yang lebih tinggi lagi. Diri ini adalah bagian dari Diri Agung yang meliputi alam semesta. Kesadaran ini akan membuat seseorang tidak berhenti menajalani laku spiritual.