Mendekati tanggal 12 September 2016, hari yang banyak hewan akan disembelih, membuat saya semakin lebih dalam. Kata korban itu membuat saya semakin bingung. Pemahaman saya, ketika saya mengorbankan sesuatu seharusnya tidak merugikan makhluk lain. Korban berarti persembahan. Ketika saya melaksanakan persembahan semestinya yang milik sendiri yang dipersembahkan.

Tetapi jika persembahan itu membuat makhluk lain rugi, maka itu bukan lagi dapat disebut sebagai persembahan. Apalagi kehidupan yang dikorbankan. Mungkin ada yang dengan spontan menjawab: ‘Itu perintah Tuhan!!!!’

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Tuhan???!!!

Jika yang kita sebut Tuhan sebagai pencipta semua makhluk, baik makhluk hidup atau pun benda yang kita fahami tidak bernyawa atau hidup, mungkinkah Tuhan memberikan perintah bertentangan? Di satu sisi menciptakan hewan agar hidup dan berkembang di atas bumi, namun dilain sisi memberikan perintah membunuhnya?

Saya selalu ingat pepatah Jawa: Urip iku Urup. Singkatnya, jika kita ,enyatalkan bahwa kita hidup semestinya juga mampu memberikan atau memberikan perlindungan agar makhluk hidup lain juga seperti kita, hidup serta berkembang. Jelasnya dibaca di sini. Ditambah lagi jika kita memahami makna kata ‘manusia’. Kata pertama: ‘manas‘ berarti pikiran. Kata ke dua: ‘Isya’ berarti Ilahi. Pikiran senantiasa berpikir pada kenyamanan indrawi. Sedangkan kata ke dua berpihak pada ketuhanan atau sifat mengasihi.

Pikiran senantiasa menyukai akan kenyamanan indrawi, sedangkan kata ‘isya’ berpihak pada kasih dan sayang. Jika kita mengatakan bahwa kita melakukan korban makhluk hidup untuk dimakan, yang notabene enak pada kenyamanan lidah atau indra pencecap berarti kita masih berada di ranah kata pertama, pikiran atau ‘manas‘.

Sumber Penyakit

Banyak bukti penelitian bahwa yang dikatakan daging hewan adalah sumber penyebab kesehatan manusia terganggu. Kita tahu juga bahwa banyak orang menganggap bahwa ketika seseorang makan daging kambing, nafsu syahwatnya atau libido naik. Nafsu lagi. Jika kita yang sudah berusia uzur saja masih berpikir tentang nafsu seks, kita belum beranjak dari kehidupan hewan. Mari kita lihat pola hidup hewan; makan/minum, seks, tidur atau kenyamanan indrawi. maukah kita yang disebut sebagai makhluk tertinggi masih berada pada area yang tiga ini? Itu terserah kita juga, pilihan. Ini wilayah ‘manas‘ Kapan beranjak pada wilayah ‘Isya’, keilahian?

Selain itu, banyak bukti menunjukkan bahwa ketika seseorang makan daging, emosinya gampang meledak. Saat seseorang terkusai oleh amarah atau emosinya, ia berada di luar ranah Ilahi, ranah kasih dan sayang.. Jangan lupa juga bahwa ketika seseorang kacau pikirannnya karena emosi, seluruh unjuk kerja oragn dalam tubuhnya dapat dipastikan terganggu. Alhasil, orang tersebut jatuh sakit. Saat kita sakit, seluruh pikiran kita terkonsentrasikan pada penyembuhan penyakit. Tidak ada peluang berpikir untuk melakukan transformasi diri dari ‘manas’ menuju ‘Isya’.

Semakin diulas semakin membingungkan saya, mana bagian manfaatnya bagi perkembangan jiwa??? Namun hal ini tidak salah juga bagi mereka yang masih memilih pada ranah pikiran atau instink hewani. Dengan tekanan bahwa kita belum bisa bertransformasi menuju ranah Ilahi, Sang Maha Sumber. Siapa yang kita sembah kemudian, ‘Manas’ atau Isya’?

Sebagai perenungan, lihatlah video di bawah ini:

https://www.facebook.com/albaparisart/videos/512724025605400