Aku pikir aku beriman…..
Aku pikir aku bisa……….
Aku pikir aku berdosa…….
Aku pikir aku tidak sombong.
Aku pikir aku orang dermawan……..
Aku pikir aku baik hati.
Aku pikir aku dermawan……
Aku pikir aku jujur………
Aku pikir aku bisa berbagi..
Aku pikir aku beragama………..
Aku pikir aku rajin sembahyang……..
Aku pikir tidak menyembah patung…….
Aku pikir aku rendah hati………
Aku pikir aku tidak berdosa……….
Aku pikir aku percaya Tuhan………..
Aku pikir Tuhan ada…………
Ya semua masih dalam pikiran. Semua konsep. Jika semua sudah dilakoni, tidak ada yang perlu diperdebatkan. Semua melakoni tanpa kata. Selama kita masih menggunakan pikiran, kita masih bisa menghakimi orang lain. Energi kita masih belum penuh fokus untuk melakoni kehidupan. Melakoni yang kita yakini baik.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Mengapa kita bisa kecewa? Karena pikiran kita tidak hidup di saat ini. Kekecewaan, iri hati, marah, dan dendam terjadi ketika pikiran kita berada di masa lalu. Jika pikiran dan badan kita berada dalam keadaan selaras, kita dalam keadaan bahagia. Kita bisa memaki orang lain karena kita berada di masa lalu.
Kecemasan pikiran terjadi ketika pikiran kita berada di masa depan. Tidak di saat ini. Badan kita selalu berada di saat ini. Tetapi pikiran kita bisa tertinggal di masa lalu sekaligus berada di masa depan. Saat kita berpikir ke depan, misalnya berpikir ‘Bagaimana besok jika saya mati?’ Kemudian timbul kecemasan. Banyak pikiran lalu lalang membayangkan yang belum terjadi di saat ini.
Seorang yang bisa bersyukur adalah orang yang hidup dalam kekinian. Badan dan pikiran berada di saat ini. Jika seorang benar sudah melakoni keimanannya, ia selalu bersyukur. Dengan demikian, orang seperti ini sudah hidup dalam kekinian. Antara pikiran dan badan selalu selaras berada di saat ini.
Seringkali kita meminta sesuatu kebutuhan kita, tetapi kita lupa mensyukuri segala sesuatu yang sudah kita miliki. Seadanya kita bisa mensyukuri yang sudah kita miliki saat ini, dapat dipastikan kita tidak bakalan memiliki permintaan.
Seseorang yang beriman tidak bakalan bisa bertindak menjelekkan orang lain. Seorang yang sudah melakoni keimanannya sangar sadar bahwa keberadaan manusia di bumi dalam rangka peningkatan kebaikan bagi dirinya. Tidak mungkin seoran yang sedang berupaya memperbaki dirinya merendahkan atau menghina orang lain. Tidak mungkin seorang yang sedang berupaya melakukan perbaikan dirinya merasa lebih baik atau bahkan merasa paling baik.
Saat seseorang merasa lebih baik karena lebih beriman, saat itu kesadarannya hilang. Ia sedang jatuh diperbudak ego. Ia lepas trek dari upaya memperbaiki dirinya.
Seorang yang sedang berupaya meningkatkan kebaikan bagi dirinya selalu berupaya melayani orang lain. Karena ia yakin bahwa dengan melayani orang lain atau tidak merendahkan orang lain, ia sedang melihat Tuhan di barat dan di timur. Ia tidak ada berada dalam keterpisahan Tuhan dari diri Nya.
Ia sangat yakin hukum sebab akibat. Karena hukum sebab akibat adalah hukum Tuhan. Dengan peyakini hukum Tuhan, ia juga meyakini Sang Pemilik hukum itu sendiri.