Ya, hanya sedikit sekali orang yang benar – benar mengerti dan mengalami rasa itu. Banyak sekali orang memburu rasa itu. Berbagai cara digunakan unk mendapatkan rasa bahagia. Namun, semakin diburu semakin menjauh. Rasa itu dekat sekali. Saking dekat dan begitu mudah mendapatkannya, semakin orang tidak percaya. Semudah itukah untuk bahagia?

Saya teringat cerita yang sama.

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Konon katanya, dahulu kala di India dikenal permata yang sangat berharga dan diburu banyak orang. Permata Kohinoor. Permata yang sangat bernilai dan diminati banyak orang. Permata yang terindah berada di bumi.

Di suatu desa, hidup seseorang yang sangat sederhana. Ia mendengar juga mendengar cerita tentang permata tersebut. Ia sangat berminat untuk memilikinya agar jadi kaya. Selama ini, ia hidup serba kekurangan. Ia berkeinginan untuk mengubah nasibnya.

Ia pun pergi untuk mendapakan permata Kohinoor. Begitu melangkah keluar pintu rumahnya, ia terjatuh karena tersandung batu. Ketika terjatuh, ia melihat suatu benda yang berkilau. Sangat indah dan menawan bentuknya. Namun kilauannya tersamar karena terbalut lumpur. Ia menduga, inikah permata yang terkenal itu?

Namun dalam hatinya, ia menyangkal. Mana mungkin permata yang begiu berharga dan bernilai ada di depan rumahnya? Ia tidak mempercayainya. Karena itu, ia mengabaikan benda yang disangkanya batu biasa. Ia pun melanjutkan perburuan mencari permata Kohinoor.

Seperi itulah keadaan kita. Rasa bahagia sudah ada dan begitu mudah diperoleh, tetapi kita memburunya ke arah yang salah. Kita anggap bahagia itu terletak di luar diri. Selama ini kita salah atau kurang tepat memahami rasa bahagia tersebut.

Sebagai contoh, seorang anggota DPR mengenakan jam seharga 70 juta rupiah. Ia merasa bahwa dengan mengenakan jam seharga seinggi itu akan bahagia. Karena ia merasa kebahagiaan adalah jika bisa bercerita dan pamer bahwa ia mengenakan jam mahal. Ia merasa sudah layak dan merasa terangkat derajatnya dengan mengenakan jam senilai 70 juta. Namun sesungguhnya, orang seperti adalah orang yang tidak percaya diri. Seseorang yang bergantung pada benda di luar diri. Secara tidak langsung, ia penyembah berhala bendawi. Ia belum memahami apa arti bahagia.

Janganlah menuduh dan menghina orang lain. Mungkin keadaan kita pun demikian. Seringkali kita lupa pepatah, gajah di pelupuk mata tidak tampak, kuman di seberang lautang terlihat nyata. Hanya bentuknya beda. Kita begiu bangga bahwa hari ini saya sembahyang 5 kali tanpa bolong. Tetapi di sisi lain, kita mengambil hak yang bukan haknya, korupsi. Tiada gunanya pamer sembahyang atau rajin baca kitab tetapi melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Kita lupa kata yan indah: Jangan perbuat pada orang yang orang lain tidak ingin perbuat pada dirimu. Jangan mencubit jika tidak ingin dicubit.

Bentkah bahagia sebegiu jauh? Tidak. Rasa itu sangat dekat. Yang diperlukan hanya menyadarinya.

Apa yang membuat diri kita sengsara? Keinginan yang tidak terpenuhi. Itulah sumber penderitaan. Keinginan muncul dari pikiran. Berarti sesungguhnya keinginan itu berasal dari rasa tidak puas. Dengan menyadari bahwa keinginan itu berbeda dari kebutuhan, seharusnya kita mawas diri. Apakah yang diinginkan ini suatu kebutuhan bagi kita? Jika bukan, berarti kita jadi budak benda. Kita menuhankan benda. Tidak ada gunanya mengaku beragama jika yang dituhankan masih benda.

Rasa puas dan bersyukur itulah bahagia. Puas berarti menerima segala sesuatu sebagai berkah dari Dia. Seringkali kita terjebak bahwa jika kita ingin punya gadget model baru, kemudian kita memperolehnya. Kita merasakan kebahagiaan. Ini bukan kebahagiaan. Ini kelegaan. Rasa kelegaan bisa hilang dalam sekejap. Rasa bahagia bersifat langgeng.

Kita tidak sadar bahwa yang kita minta sesungguhnya hanya akan membuat diri semakin menderita. Jika kita bisa bersyukur terrhadap segala sesuatu yang sudah kita miliki, kita tidak lagi minta. Pemintaan muncul karena ada rasa tidak puas.

Mereka yang digolongkan umat pilihan yang memahami bahwa rasa bahagia tidak bergantung sesuatu yang bersifat sementara, benda atau pujian. Mereka sudah lepas dari perbudakan benda. Jika ada yang menjawab, itukan nabi. Benar sekali, jika mau menjadi manusia mulia sekualitas nabi, lakoni hidup demikian. Puas dan bersyukur terhadap segala sesuatu yang sudah dimiliki saat ini.