Ketidaksadaran akan kebodohan diri, itulah penyakit yang selalu kita ulang. Sudah diberi tahu bahwa penyakit tersebut akan membuat kita sengsara atau menderita, kita tetap amat sangat menyukai untuk mengulangi. Inilah sifay yangsama kita miliki, malas. Sebagai contoh: ‘Kebodohan akan pemilihan seorang pemimpin yang hanya berdasarkan tampakan atau tampilan luar adalah kebodohan sebagai akibat kita malas move on dan yang terus dilakukan oleh kita.
Mengapa???
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Karena hanya seseorang yang tidak mau tahu akan kebodohan diri yang paling gampang dikendalikan. Dan kepintaran untuk memperbudak orang lain ini juga salah satu sifat yang kita miliki. Kita tahu bahwa untuk mengubah diri tidak seorangpun yang bisa mengubah kecuali diri sendiri, tetapi tetap saja kita bersandar pada orang lain akan nasib kita. Kita juga telah membaca pengalaman para suci.
Tidak satupun avatar atau para suci atau utusan dari Nya menyebutkan bahwa Tuhan terpisah dari kita manusia, tetapi karena kata seorang pemimpin yang satu keyakinan begitu, kita ikuti. Kita amat sangat lupa bahwa yang bersemayam dalam diri kita satu dan lainnya sama.
Para suci dan avatar berbagi pengalaman bahwa bila kita bersandar pada diri sendiri, kita akan bahagia. Yang disampaikan oleh mereka atas dasar pengalaman bukan atas dasar kata si Polan atau kata kitab. Tetapi kita tetap saja tidak mau tahu. Inilah konsistensi tetap pada kebodohan warisan.
Yang jadi pertanyaan, mengapa hal ini terjadi terus menerus dan berulang???
Karena memang ini kelemahan kita. Malas dan tidak mau tahu bahwa tiada suatu perubahan akan terjadi selama kita tidak mau mengubahnya. Dalam diri manusia ada tidak sifat yang sama: Satvik atau sifat bajik. Rajasik atau sifat dinamis, dan Tamasik, sifat malas. Ke tiga sifat ini selalu eksis dalam diri semua orang. Hanya masalah dominasi yang membedakan sifat satu dengan lainnya.
Bila sifat baik lebih dominan, orang tersebut baik. Namun demikian, ia masih juga memiliki sifat malas. Yang dimaksudkan sifat malas atau Tamas adalah malas dalam hal melakukan perbuatan yang tidak menunjang evolusi transformasi mind intelektual, yang masih mengutamakan kepentingan golongan atau kelompok sendiri, menjadi mind yang intelejen/cerdas.
Sifat malas yang menjauhkan kita dari kemuliaan jiwa adalah yang tetap tidak mau mandiri. Mereka yang bersifat malas atau Tamas lebih dominan selalu bersandarkan pada pendapat orang lain. Termasuk mereka yang percaya bahwa bila memilih pemimpin yang satu keyakinan pasti baik. Pada hal terbukti bahwa secara realita tidak demikian.
Sifat Rajasik atau dinamis dibutuhkan untuk mengubah dominasi salah satu, Satvik atau Tamasik. Seseorang yang dinamis atau giat mengamati diri sendiri dalam hal melakukan evolusi transformasi adalah seorang Rajasik. Kedinamisan ini membuat orang tersebut tidak mudah dipengaruhi orang lain. Ia tidak konsisten atau ia inkonsisten.
Seseorang bisa tampak baik tetapi kebaikannya masih pada tahap luar. Hal ini terjadi karena dibawah tekanan atau pengaruh orang lain. Ia baik karena takut. Ia baik karena memang bukan karena dirinya baik. Kebaikan seseorang yang mengharapkan pahala atau hadiah masuk surga adalah kebaikan palsu. Ia belum menjadi orang baik karena sesungguhnya ia orang baik. Bagaikan ketika seseorang ingin menjadi pemimpin suatu daerah. Saat masa kampanye, ia menyelimuti kebaikan. Namun setelah menjadi pemimpin, sifat aslinya muncul.
Celakanya, kebanyakan dari kita masih tidak sadar bahwa suara kita hanya dimanfaatkan sesaat, yaitu hanya saat dbutuhkan oleh seorang calon untuk mendulang kemenangan saat Pilkada atau Pilpres. Kebodohan ini yang digunakan oleh para pemimpin keyakinan atau kepercayaan. Para pemimpin keyakinan dapat pesanan dari si calon. Tentu tidak lepas dari iming-iming kenyamanan indrawi.
Ahhhhhh……… Penyakit terus berulang karena sifat Tamas atau kemalasan dalam diri masih saja menjadi tuan…..