- Memanjakan anak
“Orang tua bertindak kejam, saat mereka memanjakan anak yang dipercayakan pada mereka,” demikian kata-kata Master yang masih jelas terngiang di telinga saya.
Khalil Gibran mengingatkan kita bahwa anak-anak datang ke dunia lewat kita. Kita mendapatkan tanggung jawab besar mendidik mereka dan membesarkan mereka menjadi manusia yang baik.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Saya kutip dari buku: Dvipantara Yoga Sastra by Svami Anand Krishna, www.booksindonesia.com;
Kita sering sekali cinta membabi buta terhadap anak. Yang lebih menyedihkan lagi, kita sering membaca berita di banyak media tentang orang tua yang melakukan demikian. Suatu sekolah, seorang guru menegur muridnya. Bukannya si murid patuh, tetapi justru mengancam gurunya. Ia akan melaporkan sang guru pada orang tuanya. Saat si anak melaporkan perilaku sang guru, bukannya mencari keterangan, tetapi langsung mendatangi sekolah serta mengancam bila sang guru tidak diberikan peringatan, maka si orang tua akan mengeluaran anaknya dari sekolah tersebut.
Kesalahan saat bela anak
Bukannya sang guru dibela oleh pihak sekolah, sebaliknya ditegur atas tindakannya. Padahal maksud sang guru baik. Karena tanpa diperingatkan tingkah si anak membuat keributan sehingga mengganggu proses belajar. Kita sering menyalahartikan bahwa pendidikan tidak boleh dengan kekerasan. Kadang suatu tindakan yang tampaknya keras merupakan cara tepat untuk mendidik si anak. Ada sebagian anak yang tidak memahami bahasa dengan kata. Tindakan mungkin dibutuhkan bagi si anak.
Dengan mempelajari serta merenungkan hal di atas, kita telah menganggap bahwa si anak adalah seorang klien. Bukan seorang anak yang butuh didikan. Dengan membela anak, sesungguhnya kita sedang menggali kuburan bagi anak kita sendiri. Ini sama saja kita memanjakan si anak. Kita membela suatu perbuatan yang tidak selayaknya dilakukan oleh si anak. Inilah kekejaman yang kita lakukan.
Kesalahan yang dilakukan si anak akan terus dilakukan selama sebagai orang tua membela terus. Ini salah kaprah menyayangi anak. Ini merupakan tindakan pembiaran atas suatu kesalahan. Tampaknya sayang, tetapi kita bisa membayangkan bila si anak tidak menyadari perbuatan yang salah tersebut, ia akan terbentuk sifatnya yang tidak benar. ia tidak belajar bertanggung jawab atas perbuatannya.
Hal lain. Bila suatu ketika suatu mainan dirusak oleh anak, kita langsung memberikan yang baru, maka kita tidak mendidik anak. Ajari bagaimana membetulkan kerusakan. Biarkan si anak merasakan akibatnya bila mainannya rusak. Dengan mengajak si anak membetulkan kerusakan mainan hasil perbuatannya, kita menunjukkan bagaimana bertanggung jawab atas perbuatannya. Walaupun pada akhirnya mainan tersebut tidak bisa diperbaiki lagi, paling tidak si anak menyadari bahwa sebagai akibat perbuatannya, ia tidak lagi bisa bermain.
Bela anak, penjerumusan anak
Apa yang disampaikan oleh Khalil Gibran sangat beralasan. Kita hanya sarana bagi anak untuk hadir ke bumi. Adalah tanggung jawab kita membesarkan si anak menjadi manusia baik. Ketika kita membela anak atas perbuatan yang salah, kita membuat anak menganggap bahwa yang dilakukan adalah suatu kebenaran. Bisa dibayangkan bila kita terus menerus membela si anak, kita tidak memiliki rasa percaya diri. Ia akan bersandar pada orang tua yang selalu membela. Ini tindakan kejam, bukan menyayangi.
Pembelaan terhadap si anak tidak akan bisa mengembangkan intelejensia. Si anak akan terus berada di ranah intelektual. Untung rugi bagi golongan atau kelompok sendiri. Intelektual lah yang mengacaukan dunia
Pengembangan intelejensia berarti bertanggung jawab pada diri sendiri. Membentuk si anak agar berani mengakui kesalahannya. Tindakan ini tidak memanjakan anak. Karena, tidak ada seorang guru yang sengaja menyakiti seorang anak atas dasar kebencian. Namun bila ternyata ada seorang guru yang demikian, ia belum layak menjadi guru. Guru berarti membangunkan kesadaran pada anak didiknya supaya memiliki sifat: ‘Perlakukan orang lain sebagaimana dirimu ingin diperlakukan.’