Berserah Diri

Berserah diri berarti menyerah diri terhadap hasil perbuatan. Ada suatu kesadaran dalam diri bahwa segala sesuatu yang terjadi sebagai akibat perbuatannya. Tidak perlu mencari kesalahan pada orang lain.

Isvara Pranidhana, yaitu Penyerahan Diri pada Isvara, Ia Hyang Menerangi Setiap Sanubari, Ia Hyang Bersemayam di dalam diri setiap makhluk.

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Isvara tidak sama dengan Tuhan Hyang Berada di Lapisan Langit Tertinggi. Tidak sama dengan Tuhan Hyang Mahatinggi, Maha-abstrak, dan Mahajauh-sehingga tidak Terjangkau.

Isvara adalah ‘Kesadaran tentang Ada-Nya Tuhan di dalam Diri kita sendiri’ — di dalam diri saya dan diri Anda. Pranidhana atau Penyerahan Diri pada Isvara berarti Berserah Diri  pada Diri-Sejati, Menyerahkan Ego dan segala identitas-Diri palsu lainnya–memeprsembahkan di atas mezbah, di atas altar Jati Diri. Menyembelih kepala kehewanian di dalam diri kita sendiri, menyembelih hewan – ego di dalam diri dan mempersembahkannya di atas meja persembahan sesajian.

(Yoga Sutra Patanjali by Svami Anand Krishna, www.booksindonesia.com)

Membingungkan? Koq bukan Tuhan yang ada dalam diri. Ya, pasti membingungkan. Karena selama ini kita selalu saja menganggap Tuhan sangat jauh. Dia duduk di atas tahta di atas langit ke tujuh. Dia bagaikan seorang raja yang maha segalanya. Inilah penyakit kita.

Kekeliruan persepsi 

Saat kita menganggap Tuhan jauh di sana, kita menganggap bahwa Tuhan terpisahkan. Kita anggap menundukkan kepala atau bersujud sebagai bukti ritual persembahan kepada Tuhan sehingga bila kita sudah melakukan kewajiban sembahyang di rumah ibadah pada waktu yang telah ditentukan, kita anggap cukup dan sah sebagai bukti kita berbakti pada Tuhan Hyang Maha Pencipta.

Setelah itu, kita bisa berbuat apa saja, termasuk menganiaya makhluk hidup lainnya. Berbuat kerusakan alam demi membuat perut kita kenyang. Memuja nafsu kita yang ditutupi dengan uraian manis, katanya sesuai dengan petunjuk panutan kita. Bahkan kita bisa mencaci sesama kita dengan kata-kata kasar sekalipun. Saya pernah melihat seseorang memaki sesama manusia dengan sebutan hewan. Hal sepele, hanya karena beda keyakinan atau kepercayaan. Inilah akibat kita menganggap bahwa Tuhan terpisahkan dari diri kita. Sehingga kita menganggap bahwa Tuhan yang disembah oleh keyakinan lain atau juga berbeda. Ini bisa terjadi bila kita anggap bahwa Tuhan terpisah dari kita.

Sangat berbeda dengan pemahaman kearifan kuno. Mereka menganggap bahwa kita semuanya tidak dapat hidup atau ada di muka bumi bila tidak ada yang tempat atau ruang. Tempat sebagai ruang untuk eksis sekaligus untuk bisa hidup. Dengan cara pandang ini, pemahaman kuno me-apresiasi bahwa Isvara atau Kesadaran tentang Ada-Nya Tuhan di dalam Diri kita sendiri, baik dalam diri kita ataupun makhluk lainnya.

Kesadaran seperti inilah yang bisa dikatakan sebagai wujud persembahan. Pengakuan seperti ini membuat mereka melakukan persembahan dalam wujud pelayanan terhadap sesama makhluk di muka bumi. Mereka menganggap bahwa tanpa adanya alam sebagai penopang manusia untuk eksis serta hidup, kita sebagai manusia tidak bakal ada sebagaimana saat ini. Kita bisa makan dan tinggal dengan nyaman.

Berserah Diri pada Tuhan berarti patuh serta menjalani sebagaimana yang disifati Nya. Ketika kita menganggap Dia Maha Mulia dengan sifat Kasihnya, maka kita juga melakoni sifat Kasih dalam keseharian. Baik terhadap sesama manusia maupun benda lainnya yang kita anggap ‘mati’ Mengapa itu sebagai anggapan kita?

Bukankah alam sekitar kita juga mempersembahkan diri untuk kehidupan kita? Tanpa adanya tumbuhan, hewan serta manusia tidak bisa hidup. Sebaliknya kita sering melupakan hal ini. Kita tidak menghargai pohon. Dahulu leluhur kita me-apresiasi pohon karena mereka sadar bahwa tanpa kehadiran pohon, manusia bakal sengsara. Tetapi saat ini ketika kita melakukan hal sama, kita dianggap penyembah pohon dan tuduhan aliran sesat dan sebagainya.

Karena kita belum juga sadar bahwa tiada sesuatupun yang bisa dikatakan mati alias tidak bergerak. Mari kita buktikan!!!!

Silakan belah benda yang dianggap mati sampai pada butir yantidak lagi dapat dibelah. Itulah atom. Kemudian, mari kita belah yang selama ini kita anggap makhluk hidup sampai bagian kecil yang tidak lagi dapat dibelah. Itulah atom. Ke dua atom yang dari benda mati juga makhluk hidup memiliki kesamaan, ada neutron dan elektron yang selalu begerak. Bukankah ke duanya bergerak?

Hanya karena tidak bergerak saja, maka kita anggap mati. Inilah ketidaktahuan kita. Bukti lainnya adalah bahwa semuanya pada akhirnya mengalamami kepunahan. Dengan kata lain sesungguhnya bahwa semuanya sedang berubah.