Religius
Akhir-akhir ini banyak istilah religius atau relijius. Dalam pemahaman orang banyak yang dimaksudkan seseorang menjadi semakin religius bila banyak bersedekah, banyak khotbah, banyak sembahyang dan yang paling menonjol dikatakan sangat relijius bila berpakaian ala orang Timur Tengah. Semuanya hanya berkaitan dengan bentuk atau tampilan fisik semata. Bukan dari perilaku. Mengapa?
Karena pemahaman mayoritas belum begitu mendalam dengan istilah keber-agamaan. Seseorang yang benar-benar religius akan mengungkapkan cara pandang yang lebih luas. Golongan ini melihat keindahan dari keberagaman. Berbeda pendapat atau keyakinan merupakan keindahan. Mereka tidak terpaku pada tampilan luar. Bahkan saya pernah melihat dalam suatu film yang menyebutkan bahwa mengikuti tampilan dari sang idola sebagai bentuk rasa cinta.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Rasa cinta pada sang idola terungkap dalam bentuk perilaku. Bila sang idola memiliki pandangan luas serta rasa kasih yang tidak memandang golongan atau kelompoknya, maka seperti itu pula yang harus dilakukan. Bukan hanya mengikuti tampilan secara fisik, tetapi cara berpikir, ucapan serta perbuatan bertentangan dengan yang dijarkan sang idola.
Kedangkalan Pemahaman
Semua terjadi karena kita hanya melihat tampilan fisik sebagai identitas kebaikan seseorang ketika menganut suatu keyakinan tertentu. Bila direnungkan lebih dalam sesungguhnya kita yang masih melihat secara fisik pada seseorang, bukan cara pandang serta perilaku yang selaras dengan sang idola, kita juga masih memiliki kedangkalan pemahaman yang sama. Inilah kecelakaan atau sumber penderitaan.
Mengapa saya katakan sumber penderitaan? Karena kita belum mampu melampaui mind, gugusan pikiran serta perasaan. Masih pada tataran intelektual. Intelektual berarti masih pada ranah pikiran manusia yang umum, bukan cara berpikir para suci atau para avatar. Kita masih berhitung untung dan rugi dalam melakukan sesuatu yang ‘katanya’ religius. Masih amat jauh dengan tujuan penyempaian pesan sang idola. Inilah kecelakaan. Masih saja bagaikan keledai. Sudah lahir-mati berulang kali, tetapi masih terperosok pada lobang yang sama. Ego….
Berita baik dan buruk
Ada berita baik dan buruk. Bukankah baik dan buruk juga pasangan yang tak terpisahkan di alam dunia ini. Bagaikan mata uang yang memiliki dua sisi atau muka. Bila hanya satu muka/sisi maka bukan mata uang namanya. Jelas tidak laku…
Berita baik
Tetapi jangan khawatir, ini berita baiknya.
Berita baiknya adalah bahwa kita tidak bakal kiamat. Karena maha pagelaran yang juga sebagai arena permainan Dia Sang Maha Agung masih terus berlangsung.
Dunia atau alam semesta akan kiamat atau gulungan layar peertunjukan akan berakhir bila semua manusia baik atau buruk/jahat 100%…
So, be happy and be good as your role to be played on this world.
Berita buruk
Berita buruknya adalah kita tidak akan terbebaskan dari penderitaan karena terus menerus pikiran kita melekat pada duniawi. Sama sekali tidak menggapai kebahagiaan. Karena kebahagiaan tercapai hanya bila dan bila kita tidak terikat lagi pada tampilan luar. Kita sudah berhasil me-transformasikan intelektual menjadi intelejensia. Jembatan menuju keilahian dalam diri…