Lha koq bisa? Ya jelas bisalah. Karena kita mengasumsikan segalanya yang ada bagaikan sifat di bumi. Selama pemahaman kita bisa bisa di analogikan dengan sesuatu yang di bumi, dapat dipastikan tidak abadi. Mengapa? Karena yang kita kenal di bumi ini tidak abadi.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Lantas apa yang abadi! Tuhan? Tidak tahu juga. Jika Tuhanun bisa diketahui oleh manusia, Dia juga tidak abadi. Yang dikenal oleh manusia pasti tidak abadi. Jika Tuhan dikenal berarti bisa terpikirkan. Dia tidak terjangkau oleh pikiran. Lantas apa yang abadi selain Tuhan?
Ketiadaan. Bukankah ketiadaan itu tidak ada? Ada…. Ketiadaan itulah keadaan. Jadi apa dong? Ya adanya adalah ketiadaan. Siapa bilang ketiadaan bukan keadaan. Yang ada juga ketiadaan. Bingung??? Jika menggunakan pikiran pasti bingung. Tetapi jika bisa melakukan perjalanan ke dalam diri, kemudian lepaskan pikiran. Pikiran tidak akan membantu merasakan ketiadaan.
Benda di langit ada saat ini. Suatu ketika mati dan pecah. Keadaan yang bagaimana sebelum ada planet? Tidak ada apa – apa. Tidak ada bintang atau planet, ada planet, kemudian tiada lagi. Ketiadaan itulah ke abadian. Perubahan itulah keabadian.
Neraka dan surga? Ada sebutan ada benda. Pasti tidak abadi. Dimana Tuhan akan berada? Di surga? Tidak mungkin…. Lantas? Apakah Tuhan tidak bisa berada di neraka? Hebat kah, ada tempat tidak ada Tuhan. Katanya Tuhan meliputi semesta. Jika tempat lebih besar daripada Tuhan, berarti tempat lebih besar dari Tuhan. Mungkin kah demikian?
Tuhan di luar jangkauan pemikiran manusia. Jangan berharap seorang pun bertuhan, memiliki Tuhan.
Neraka dan surga yang kita kenal selama ini hanya ciptaan pikiran. Semua hanya perumpamaan. Saat ada yang mengatakan, berarti anda kafir dong karena tidak percaya Tuhan. Saat itulah kita terjebak dalam permainan pikiran lagi. Menuduh yang kita sendiri tidak mengerti. Mengapa?
Memangnya siapa yang pernah membuktikan bahwa surga dan neraka ada? Pernahkah seorang pun kembali dari sana unuk bercerita tentang keadaan di neraka atau surga? Jika tidak, mengapa berkata semena – mena. Karena orang tersebut pun hanya sebatas pengetahuan. Bukan pengalaman. Apa yang hebat jika demikian. Ia sendiri hanya bisa omong tanpa bukti. Sama saja membanggakan mobil baru orang lain. Sementara ia sendiri tidak pernah punya mobil baru. Apa hebatnya pembual seperti itu.
Kecuali jika bisa merasa hebat membual. Ahhhhh…. Betapa meruginya…
Kembali terjebak oleh permainan ego. Tidak tahu tetapi merasa tahu. Parah lagi dengan keterbatasan pengetahuan merasa hebat dengan ucapan: Kafir… Musyrik dan lain – lain yang sesungguhnya sekedar menutupi rasa malu karena ia sendiri tidak tahu…
Ubahlah pengetahuan jadi pengalaman. Belajarlah lebih jauh tentang alam sekitar kita. Begitu banyak yang karena kita sibuk mengejar pujian dan harta, kekuasaan serta wanita mengabaikan pelajaran yang sangat berharga bagi evolusi jiwa kita.
Baginda Rasullullah SAW dan para nabi lainnya menyampaikan yang dialaminya. Tidak sedikitpun memaksakan kehendak sehingga keluar ungkapan: kafir, musrik, sesat dan lain – lain. Karena beliau para nabi dan suci sudah memahami bahwa semua yang ada adalah proses perubahan, maka tidak seorang pun nabi arogan. Semua dalam tahap belajar.