Diri Ilahi
Diri Ilahi adalah diri yang mulia. Selama ini kita memuliakan Tuhan, tetapi lupa mengubah diri menjadi Ilahi. Kita ‘tampaknya’ memuliakan Tuhan, namun benarkah demikian?
Selama kita hanya memikirkan, berucap, serta berbuat yang tidak mulia, maka lupakanlah bahwa kita memuliakan Tuhan. Seringkali kita melakukan hal yang bertentangan dengan yang diucapkan. Kita berkata membela Tuhan saja sesungguhnya kita sedang berbohong. Coba renungkan, mungkinkah kita membela yang jauh lebih kuasa dan kuat daripada kita?
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Kemuliaan diri bisa kita ubah hanya oleh kita sendiri. Tidak satupun di luar diri kita bisa mengubah diri kita menjadi mulia kecuali diri sendiri. Karena sesungguhnya kemuliaan bukan dicari di luar diri. Sejatinya diri kita mulia, karena kondisioning masyarakat sekitar kita, maka sifat mulia ditutupi oleh segala yang tidak mulia. Yang dibutuhkan hanya ‘menyadari’ kemudian melakoni sifat mulia tersebut dalam keseharian. Sulit??? Pastinya….. Karena kita berjalan menanjak…
Sifat buruk/jahatÂ
Sifat buruk/jahat adalah penyebab kelahiran kita. Bila kita tidak buruk/cacat, maka kita tidak berada di dunia ini. Karena sifat dasar kitalah, maka kita harus lahir. Jadi bila seseorang mengajak kita untuk melakukan sesuatu yang buruk atau membuat orang lain menderita, dengan mudah kita akan mengikutinya. Keburukan atau kejahatan berada pada level rendah, sehingga tidak dibutuhkan upaya untuk melakukannya. Berbeda dengan kemuliaan. Kita harus berupaya untuk berjalan menanjak menuju kemuliaan.
Kita hanya melakoni tanpa upaya atau daya. Kebalikan dengan sifat mulia yang berada pada tingkat ketinggian. Kita harus berupaya menaikkan frekuensi lebih tinggi, kemuliaan. Butuh upaya sangat keras.
Kita harus berpikir bukan untuk kebaikan diri, kelompok atau golongan. Kita harus berpikir, berucap serta bertindak selaras dengan alam. Selaras dengan alam berarti memberi dan memberi. Ada tiga sifat atau kebiasaan kita.
Saat kita hanya minta dan minta untuk memenuhi kenyamanan diri, inilah nafsu keinginan. Ini anak tangga paling rendah. Tingkatan kedua, bersedia memberi tetapi manharapkan imbalan. Seperti orang berdagang. Ini yang kita sebut cinta.
Tingkatan tertinggi adalah Kasih. Memberi dan memberi tanpa harapkan hasil. Mereka yang berada di ranah ini tidak pernah merasa kecewa. Karena tidak mengharapkan balasan sebagaimana pada anak tangga cinta. Sebagaimana cinta kasih ibu kepada anaknya. Inilah sifat mulia. Inilah sifat tanpa keterikatan.
Mereka yang sudah pada tataran ini, saat kematian tiba, sudah jelas tujuannya. Tidur panjang di alam surgawi. Alam para dewa sambil menunggu dibangunkan untuk hadir ke dunia atas perintah mulia alam semesta untuk berbagi berita mulia. Demikian juga kehadiran para suci dan avatar, berbagi berita yang memuliakan jiwa/manusia.
untuk jelasnya, mari kita lihat video di bawah ini: