Ketika saya menemukan suatu artikel atau note dari seseorang yang menamakan dirinya Jeremiah, saya begitu kaget. Dia menuliskan bahwa arti dari Ramadhan dikaitkan dengan Rama. Rama adalah salah satu nama dari Tuhan dalam kepercayaan Hindu. Ramadhan berasal dari kata Rama dan dhyan. Dhyan bermakna perenungan atau kontemplasi. Muraqabah. Sehinga jika disatukan bermakna selalu mengingat atau berkontemplasi pada Tuhan/Rama. Suatu hal yang masuk akal. Bukankah Baginda Rasul juga merupakan lanjutan dari nabi atau utusan Tuhan sebelumnya? Bukankah beliau juga manusia biasa yang belajar dari para avatar sebelumnya?
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Tidak satupun kalimat beliau menghinakan nama Rama. Arti nama Ramadhan juga bukan asli dari Arab. Saya ingat penuturan seseorang yang sangat saya cintai. Beliau bilang nama Gatotkaca itu tidak ada di India. Gatotkaca adalah anak dari Bima salah satu dari satria Pandawa. Sampai sekarang juga tidak ada yang mempersoalkan. Mengapa begitu alergi jika sesungguhnya Ramadhan berkaitan dengan Rama sebagai salah satu nama Tuhan di India…
Banyak orang menutup hati terhadap realita. Mereka lupa bahwa ada ayat dalam salah satu kitab :
” JIKA KAU MENUTUP HATIMU ATAU MEMBUTAKAN HATIMU DI BUMI INI, JANGANLAH BERHARAP KAU BISA MELIHAT DI ALAM SETELAH KEMATIAN”
Kurang lebih begitu makna dari ayat tersebut. Hanya di bumi ini kita belajar untuk melihat kebenaran. Jika memang yakin dan percaya dengan sesuatu yang kita yakini, mengapa mesti panik. Mereka yang selalu membantah dan panik sesungguhnya belum memiliki keyakinan seutuhnya. Mereka membantah demi menambah atau menguatkan keyakinannya. Seorang yang sudah yakin dan percaya besok matahari bakal terbit tidak bakal mau buang energi untuk berdebat. Saat kita melawan pernyataan itu, sesungguhnya belum yakin pada sesuatu yang dipercaya.
Mereka yang mengatakan seseorang menyembah berhala, sesungguhnyalah dia penyembah berhala. Bayangkan saja. Suatu saat kita melihat orang lain memuja patung. Dia sembahyang khusuk di depan patung. Dia sampai tidak tahu bahwa ada seseorang mendekatinya. Dia tidak perduli dengan kedatangan orang tersebut. Tanpa di sangka yang mendatangi marah dan berkata: “Kau penyembah berhala. Itu musyrik…dsb” Si orang ini baru terkagetkan dan dengan bingung bertanya: “Ada urusan apa dengan dirinya?” Dengan terheran-heran dia bertanya dengan sopan, “Saya menyembah apa yang saya yakini. Terserah anda, saya tidak perduli jika anda berkata bahwa saya menyembah berhala. Bagi saya dengan memandang benda yang ada di hadapan saya menenteramkan hati”
Siapa yang melihat sesuatu benda sebagai berhala, sesungguhnya dia yang mempercayai itu sebagai berhala. Ada kata ‘berhala’ di hatinya. Bayangkan jika tidak pernah mengenal kata ‘berhala’, apa bisa ia mengucapkan ‘berhala’ kepada yang lain. Sesungguhnya ialah peyakin atau pemercaya berhala. Bukan orang yang diomeli atau dimarahi. Mengapa juga ia sibuk ingin memperbaiki orang lain sementara istilah kata’berhala’ sendiri masih menguasai hatinya. Dengan kata lain, hatinya belum bersih darai istilah ‘berhala’ . Ia masih menduakan hati bagi berhala dan Tuhan. Belum seutuhnya hatinya dipenuhi kasih Allah. Sebaliknya orang di marahin dan dibenci karena menyembah berhala, justeru tidak kenal dengan kata ‘berhala’ dalam hatinya. Semua perhatian dipersembahkan bagi yang saat itu di hadapannya. Yang diperolehnya adalah ketentraman dan kedamaian dalam hatinya. Dengan cara ini ia tidak mau sok suci ingin memperbaiki orang lain. Baginya kedamaian yang diperoleh sudah cukup untuk berjalan berdampingan dengan orang lain. Tidak ada hak atau kewajibannya untuk menenteramkan orang lain dengan tindakan cacian dan umpatan.
Saat kita sibuk ingin memperbaiki orang lain, sesungguhnya kita sedang melalaikan diri sendiri. Dinding hati kita yang kotor sehingga selalu melihat ke kotoran di tempat lain. Seandainya kita mengenakan kacamata, dan kaca dari kacamata kita kotor. Barang bersih pun tampak kotor. Jadi bersihkan kaca darai kacamata kita sendiri. Jangan menyalahkan orang lain. Selama kita tidak mampu membereskan diri sendiri, jangan berharap melihat keindahan di luar diri.
Cukup sudah kau melihat keburukan dan selalu mencari cacat orang lain. Saatnya meneliti segala sesuatu yang sudah kita pikirkan, ucapkan dan perbuat. Apakah sudah memberikan kebaikan bagi diri sendiri. Menjaga pikiran, ucapan, dan perbuatan senantiasa di jalan kebajikan tidak akan memberikan manfaat kepada orang lain. Manfaat terutama hanya bagi diri sendiri. Hati dan pikiran jernih akan menenteramkan hati. Dan akan membuat kerja seluruh organ tubuh maksimal kerjanya. Badan menjadi lebih sehat….