Amati pikiranmu. Pikiranmulah sumber kekacauan di bumi ini. Pikiran lah setan sesungguhnya. Namun tanpa dia, anda juga bingung. Banyak orang bertanya, jika pikiran diamati, lantas siapa yang mengamatinya. Pertanyaan ini begitu penting dan mendasar untuk mengungkapkan jati diri.

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Begitu banyak orang tidak sadar bahwa ketika seseorang menyebutkan ‘Aku’, ia sendiri tidak pernah terpikirkan, siapa ‘aku’. Selama ini banyak orang menunjuk namanya sebagai aku. Tapi jika kita kembali ke kalimat pertama, amati pikiranmu. Berarti ‘aku’ bukan pikiran. Aku lah sang pengamat pikiranku.

Penggalian ini sangat penting dilakukan. Apabila dalam kehidupan ini kita tidak menapak di jalan pencaharian jati diri, betapa salahnya manusia dilahirkan. Inilah kesalahan fatal. Inilah arti ayat dalam kitab suci Alquran”……manusia dalam keadaan merugi”. Jelas sekali merugi manusia jika dalam kehidupan ini tidak juga memahami arti kata ‘merugi’. Mereka mengartikan kalimat merugi dengan pemahaman yang sangat berbeda. Bagi saya jelas. Yang disebut merugi adalah kelahiran kita saat ini. Karena cacatlah, maka kita lahir. Artinya sang ‘aku’ tidak bisa kembali menyatu dalam kemurnian Sang Sumber Agung. Permasalahannya sangat jelas.

Semestinya, saat manusia mati, jiwa bisa kembali ke Sang Sumber. Sayangnya ‘aku’ yang dulunya murni sebagai sempalan Sang Sumber Agung masih dibelenggu atau terpenjara dalam pikirannya. Selama ‘aku’ masih terpenjara dalam emosi, pikiran apalagi kesadaran badan, selama itu pula ‘aku’ masih harus mengembara di dunia. Banyak sudah para suci turun untuk mengingatkan kemuliaan dari ‘aku’. Tetapi setan pikiran selalu saja menghalangi upaya pencaharaharian jati diri.

‘Aku’ harus melepaskan pakaian dunia. Harus lepas dari identifikasi sebagai si A, B, dst sampai Z. Pengaruh lingkungan yang mendidik dirinya sebagai A sampai si Z. Saat lahir saja ia tidak punya agama. Orang tuanya memberikan agama. Ia sendiri tidak bisa memilih. Ia beragama karena pilihan orang tua. Ia tidak memiliki kebebasan memilih. Sungguh orang tua yang tidak tahu perannya. Memberikan arahan untuk pembebasan jiwa sang anak. Si orang tua juga diajari oleh kakek si anak. Tampaknya kesalahan dari lingkungan. Bagaimana bisa terjadi? Semua telah menjadi suatu sistem yang memang dikacaukan Keberadaan. Tapi apa memang demikian?

Tidak juga. Semua sudah menjadi suatu keteraturan alam. Keluhan dan caci makimu tidak akan berguna. Semakin merugikan perjalanan jiwamu. Sekarang pikirkanlah bahwa ada sesuatu energi yang mengatur tatanan sistem yang maha rapi. Pernahkah terpikir oleh kita bahwa dunia ini yang ada hanya perubahan? Dan tampaknya perubahan itulah keabadian. Jika saja kita mau melihat bahwa kita sangat tidak berarti di alam jagat raya yang sangat luas ini, kita bisa menundukkan ego.

Lihatlah semesta raya. Berapa milyar planet di jagat raya. Satu galaksi saja diperkirakan kurang lebih 100-150 milyar planet. Galaksi yang ada masih ada sekian milyar. Dan terus lahir planet-planet baru. Tak terbayangkan luasnya semesta ini. Dimana Tuhan? Tiada seorangpun tahu. Segala sesuatu yang terjangkau oleh pikiran akan musnah. Jika Dia abadi berarti tak terbayangkan oleh otak manusia. Lantas mengapa manusia selalu meributklan tentang Tuhan yang sama sekali tidak dikenal. Betapa tololnya manusia. Meributkan sesuatu yang tidak bakalan bisa dijangkau oleh pikirannya.

Bukankah lebih berupaya menguraikan kemelekatan pikiran terhadap keduniawian? Inilah tujuan utama kelahiran. Saat kematian tiba ada flashback tentang semua kejadian kehidupan. Dan tampak dengan jelas tujuan kelahiran. Melepaskan kemelekatan. Sayangnya banyak yang tidak mau tahu tujuan ini. Dan ini juga terjadi karena sistem yang diciptakan. Betapa usilnya Tuhan yang anda ciptakan. Betapa tololnya selama ini kita dibodoh-bodohin Tuhan. Dengan sengaja menciptakan makhluk yang bernama setan. Sorry, saya juga ga tahu apakah setan itu ada atau tidak. Sama dengan pertanyaan tentang Tuhan. Ada atau tidak. Selama ini kita hanya berasumsi bahwa Tuhan ada kemudian berdebat tentang Tuhan.

Ahhhh……. Betapa membingungkan kehidupan. Yang jelas,Tuhan hanya bisa dijumpai semasa masih hidup. Jika saat berbadan ini toidak mampu menemukan Tuhan jangan harap saat kematian bisa melihat Tuhan. Hanya maut yang ditemui. Sesuai dengan ayat: “Jika matamu buta di saat kehidupan, kelak di akherat akan lebih dibutakan lagi” Akhir kata, gunakan kehidupan ini untuk melihat Tuhan dan tiada lagi kelahiran………