Apa yang disebut pahala? Tiada seorangpun tahu. Banyak cerita banyak tentang pahala. Jika melakukan ini dan itu, orang akan menerima pahala. Jika pergi sembahyang di suatu tempat, pahalnya sekian puluh kali lipat. Ribuan kali lipat pahala yang akan diperolehnya. Pertanyaan sangat mendasar, bagaimana mengukur pahala?

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Ketika kita pergi ke suatu supermarket, kita dapat suatu lembaran yang bisa di tempelkan stamp atau sejenis prangko. Misalnya, setiap belanja 10.000 rupiah kita dapatkan 1 satu stamp. Jika lembaran tersebut tertempel seratus stamp, kita dapat tukarkan dengan barang tertentu. Ukuranannya jelas. Satu stamp senilai sepuluh ribu rupiah. Seratus stamp senilai 100 X 10.000 = satu juta. Dan bisa ditukarkan dengan barang tertentu.

Bagaimana mengukur pahala? Sangat mungkin banyak yang beragumentasi, itu bukan kemampuan manusia mengukur pahala. Itu urusan Tuhan. Dia yang akan menimbang sebesar apa pahala yang diperoleh. Lha lucu sekali jika demikian. Mengapa?

Jika kita sudah tahu bahwa itu yang bisa mengukur dan menimbang hanya Tuhan, lantas mengapa kita sibuk menghitungnya? Bukankah suatu kebodohan dengan menghitungnya jika hanya Tuhan yang tahu? Lantas bagaimana diketahui bahwa sembahyang di tempat ini sekian pahalanya, di tempat yang lebih jauh akan ditimbang sekian kali lipat. Bukankah dengan cara ini sesungguhnya kita merasa lebih tahu daripada Tuhan?

Yang paling parah adalah ketika timbang menimbang pahala ujung – ujungnya bisnis. Jika anda melakukan perjalanan dengan travel saya disertai pemuka agama ini, anda akan mendapatkan berkah sekian kali lipat pahalanya. Dan karena orang mengejar pahala, ia pun menggunakan travel yang disertai oleh pemuka agama tertentu. Dan tentu saja sebagai imbalan, pemuka agama tersebut mendapatkan imbalan yang bisa digunakan di dunia. Jelas sang pemuka agama tidak mau hanya diberikan pahala yang hanya diperhitungkan oleh Tuhan. Katakanlah, si pemilik travel perjalanan berkata, terima kasih bapak/ibu telah mengajak mereka di travel saya. Mengenai balasannya, semoga bapak/ibu dapat pahala dari Tuhan sekian puluh kali. Dan jelas, pada tour berikutnya sang pemuka agama tidak mau dibayar dengan doa pahala dari Tuhan.

Bukankah ujung – ujungnya ke duanya sekedar mengejar duniawi? Karena memang itu yang dibutuhkan di bumi. Tetapi mereka yang membayar untuk mengikuti tour tetap hilang uangnya tanpa ada kepastian benar ata tidaknya dapat pahala di alam sana. Bukankah suatu kerugian???

Suatu ilustrasi menarik di bawah ini:

Saat semua orang yang mengaku telah menjalankan ritual ibadah mengalami kematian, Tuhan pun bertanya pada seorang demi seorang.

Pada si Fulan yang telah berhasil menjadi juara membaca kitab suci dengan baik.

Tuhan: ‘ Kamu dahulu sudah berhasil menjadi juara baca kitab suci dengan baik. Bukankah saat itu, kau mendapatkan hadiahnya. Di alam ini, kau tidak akan memperoleh apa – apa lagi. Karena hadiah dari dunia sudah kau terima.’

Giliran si Badu. Tuhan bersabda: ‘ Ketika kau mengajak manusia berkunjung ke tempat suci Ku, kau sudah menerima imbalan dari seseorang atas keberhasilanmu mengajak banyak orang. Kau juga tidak mendapatkan balasan di alam ini.’

Demikian satu persatu ditimbang oleh Tuhan. Dan pada akhirnya tidak satupun yang menerima ganjaran kemuliaan dari Tuhan. Karena segala balasan sudah diperoleh di dunia materi. Demikian juga yang selalu berhitung karena telah melakukan ini dan itu demi pahala. Mengapa? Karena ketika ia melakukan ini dan itu demi pahala, ia bercerita pada temannya atau kerabatnya sehingga mendapatkan pujian dan sanjungan sebagai calon penghuni surga. Dan ketika memperoleh sanjungan tersebut, ia tidak bisa lagi berjalan dengan menundukkan kepala. Ia pamer demi mendapatkan pujian dunia.

So, sedikitpun kita berbuat demi pahala, saat itu juga tiada lagi balasan dari Dia. Sesungguhnya balasan itu sudah terjadi secara instant. Koq bisa??? Jika kita melakukan dengan ceria dan bahagia untuk berbagi kebaikan, saat itu telah terjadi perubahan mental. Itulah balasan yang instan dari Dia. Ceria, bahagia, dan sabar penuh kasih sehingga bisa melakoni kehidupan dengan selalu bersyukur merupakan balasan secara instan dari Dia sang Pengasih dan Penyayang. Itulah pahal instant.

Sesungguhnya Dia tidak pernah menunda balasan atau pemberian pahala…….