Busyet!!! Orang gila kali ye….
Ingatlah yang dialami Baginda Rasul SAW. Renungkan yang terjadi dengan nabi Isa…. Sang Budha Gautama meninggal karena racun… Dan para suci lainnya tidak satupun yang hidup tenteram dan damai. Namun kedamaian selalu meliputi kehidupan beliau para suci.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Beliau-beliau menyampaikan gospel, kabar gembira. Kabar suka cita tentang jati diri manusia. Sesungguhnyalah manusia adalah tamu dari surga dan sedang berkunjung di bumi. Sementara, sebagai tamu memiliki adab atau sopan santun. Tidak merusak alam beserta isinya. Dalam semua kitab peninggalan para suci mesti ada pesan agar hidup berselaras dengan alam. Janganlah merusak satu pohonpun..
Ada ilustrasi cerita yang sangat menarik dan menyelamatkan saya untuk balas menghujat atau mencaci mereka yang men-dzolimi.
Suatu ketika saat tiba hari pengadilan. Tuhan mengadili para manusia. Dia duduk di singgasana Nya.. Tuhan memanggil satu demi satu. Seorang (wah koq bisa seorang, yang ada khan ruh?) Tapi okelah, itukan sebutan saat di bumi. Saat hidup ia seorang tilawah/sari tilawah. Dan ia juara saat itu serta tentu saja mendapatkan hadiah rumah atau mobil atau apa saja. Ia pembaca Alquran terbaik.
Tuhan pun bertanya: ” Saat kau di bumi menjadi juara, kau sudah mendapatkan hadiahnya bukan? Sebuah rumah/mobil”
Orang tersebut menjawab: ” Ya Tuhan, saya sudah memperolehnya”
Tuhan pun memutuskan :” Kau tidak akan mendapatkan apa-apa di surga ini. Semua sudah kau peroleh di bumi”
Demikian pula yang lainnya. Mereka sudah memperoleh pujian dan hadiah di bumi. Dan tiada seorang pun dari mereka memperoleh yang bernilai di surga.
Giliran mereka yang yang menyuarakan berita gembira/suka cita tentang diri manusia, para suci. Di bumi yang diperoleh cacian dan hinaan. Tuhan pun menganugerahi mereka dengan kehidupan surgawi (katanya……). Karena saat mereka di bumi tiada satupun kenyamanan yang diberikan oleh masyarakat. Ini kali yang disebut pahala.. So,janganlah membalas saat dicerca dan dihina. Pahala yang akan di terima saat pengadilan Tuhan. Jika kau membalas, kau kehilangan hadiah surga….
Namun di atas segalanya, jika kita mampu menahan diri atau bahkan tidak peduli terhadap cacian serta hinaan tersebut, tentu saja saat kita menyampaikan kebenaran, surga dunia pun sudah diperoleh. Kita mampu membebaskan diri dari kuasa ego/pikiran emosional. Pikiran inilah yang membangkitkan emosi kita sehingga timbul kemarahan dan perasaan terhina. Jika diperturutkan kita akan menjadi budak nafsu irihati/jelousy yang akhirnya diri ini menjadi penyembah ego/pikiran. Bukan penyembah Ilahi. Saat ego ada, Dia tidak eksis, Saat ego hilang, Tuhan pun bersinggasana dalam hati. Kau lah penyembah Tuhan saat itu. Pantas saja saat Syech Siti Jenar dipanggil oleh seseorang, dia berkata: “Yang ada Allah”. Saat lain lagi dipanggil sebagai Tuhan, dia menjawab: “Yang ada syech Siti Jenar. Allah tidak ada” Jadi ke duanya tidak bisa eksisi bersamaan. Musa berkata bahwa Tuhan Maha Pencemburu. Tidak suka tersaingi.
Rabiah pun tidak mampu membenci setan. Bagi Rabiah tiada ruang lagi bagi setan dalam hatinya. Semua ruang hati sudah dipenuhi oleh nama Dia yang mensucikan hati. Demikian juga nabi Isa ketika dimaki. Beliau tidak bisa lagi membalas cacian dengan cacian. Beliau tidak lagi memiliki mata uang kebencian. Hujatan serta hinaan orang dibalas dengan cinta kasih. Mata uang cinta kasihlah yang dimiliki nabi Isa.
Kita semua juga bisa meniru. Beliau juga manusia yang diberi kekuatan untuk mengatasi cercaan dari luar. Latihan spiritual atau meditasi bisa melampaui semua ini. Emosi adalah energi sampah yang bisa terbangkitkan oleh pikiran. Energi kotoran ini bisa dibersihkan dengan latihan psikologi yang disebut katarsis. Memang tiada akhir bagi meditasi. Karena setiap saat kita harus membersihkan. Para nabi bertapa dan juga latihan yoga untuk mencapai tahapan ini.. Sarana ada, tinggal kita mau melakoni atau tidak.
Cercaan dan hinaan dirasakan oleh kita melalui pikiran. Dan pikiran kemudian membentuk emosi. Emosi ini yang disebut kemarahan. Jadi ada pemicu dari luar. Ini bukan rasa, tapi perasaan. Emosi ini terjadi dari hasil olahan pikiran. Saat di caci, pikiran kita mengolah, kau direndahkan. Saat kesadaran kita masih pada lapisan badan, emosi kemarahan pun bangkit… Dan akibatnya tahu sendiri. Yang rugi siapa? Ya kita sendiri. Karena saat itu keterhubungan dengan Dia Yang Maha Suci terputuskan…
Jadi sesungguhnya luka atau tidaknya kita, kita sendiri yang memutuskan. Bukan orang lain. Walaupun dihina serendah apapun, jika aku tidak mau dilukai… Bereslah.. Semua oke-oke saja…