Suatu kisah yang menarik di bawah ini:
Dikutip dari buku Soul Awareness by Svami Anand Krishna, www.booksindonesia.com
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Peristiwa ini terjadi pada tahun 2015, kisah nyata….
Saya terjagakan oleh suara seorang anak, “Pak… Pak…”
Tidak ada siapa-siapa. Saya tertidur lagi.
Lagi-lagi, “Pak… Pak…” Dan, saya melihatnya……. Namun aneh, ia masih berusia 9-10 tahun, masih sama seperti ketika saya melihatnya terakhir kali…….
Ya, terakhir kali saya melihatnya ketika ia masih seusia itu adalah hampir 10 tahun yang lalu…… Sekarang seharusnya ia sudah 20 an tahun, sudah bukan anak-anak lagi.
Ah, mimpi kali!!!!
Ternyata tidak… Pagi itu juga saya mendapatkan berita dari ibunya bahwa anaknya mengalami kecelakaan dan koma. Kondisinya sudah sangat parah….. ia minta supaya didoakan……
Saya juga mendengar dari ibunya yang malang itu bahwa seorang anggota keluarga besarnya di kampung “menerawang” dan berkomunikasi dengan roh anaknya yang mengaku dirinya sudah pasrah, “Badanku sudah rusak, tidak bisa dipertahankan lagi……”.
Beberapa hari kemudian, anak itu meninggal.
Saya belum mendapatkan berita, namun pada malam yang sama, saya kembali “bertemu” dengan si anak, dan ia pun bercerita.
“Pak, aku lahir di keluarga ibu dan bapak itu karena ingin mendalami spiritualitas, ilmu jiwa. Kupikir keluargaku sudah ideal, bapak dan ibu juga senang spiritualtas.
“Namun sejak beberapa tahun terakhir, mereka berdua koq malah mendalami hal-hal lain. Jiwaku gelisah, pak. Tujuan hidupku, tujuan kelahiranku dalam keluarga ini sudah tidak mungkin tercapai.
“Sementara itu, badan ini kan pemberian mereka, pak. Jadi, aku menghadapi konflik dengan diri sendiri, antara kewajiban badan dan tujuan jiwa mengambil badan. Akhirnya, badan memang mesti dipasrahlkan, aku mesti mengambil badan baru. Kalau aku masih berbadan sama, sulit bagiku menolak kemauan orangtuaku. Aku sudah pasti ikut terseret ke jalur mereka, yang jelas-jelas bukan tujuan jiwa.”
Hikmah:
Apakah kecelakaan padsa anak tersebut takdir atau pun nasib. Itulah pilihan si anak. Ia merasakan bahwa lingkungan orang tua tidak lagi menunjang TUJUAN KELAHIRAN BADAN. Akhirnya ia memilih untuk berganti badan baru.
Namun juga seharusnya si anak bisa saja mengubah tujuan kelahirannya, ia memiliki kewajiban untuk mengingatkan orangtuanya bahwa jalan yang mereka tempuh bukan jalan dari tujuan kelahiran setiap jiwa. Adalah satu dan sama tujuan setiap manusia lahir di bumi, menyadari bahwa sang jiwa yang saat ini mengambil tubuh bertujuan untuk kembali pada Sang Maha Jiwa, Sang Maha Sumber segala jiwa individu.
Yang disebut sebagai takdir sesungguhnya adalah kita sendiri yang menciptakan. Penderitaan yang kita alami bermuasal dari sebab. Sebab ciptaan kita sendiri. Kita mesti menanggung akibatnya saat ini. Dengan pemahaman ini, bila suatu ketika mengalami kejadian yang menyengsarakan, kita harus berani menghadapi sebagai akibat ulah perbuatan kita masa lalu.
Yang lucu adalah bila seseorang mengalami kesenangan, dapat dipastikan tiada seorang pun mangatakan bahwa kejadian yang menyenangkan adalah juga sebagai akibat perbuatannya di masa lalu. Hanya jika kita mengalami penderitaan mengatakan bahwa ini akibat ulah masa lalu.
Saat kita kita hidup untuk mengalami akibat dari sebab masa lalu, sekaligus sedang menciptakan sebab yang harus dipetik dalam bentuk akibat di masa akan datang.
So, jika di masa akan datang mau hidup senang, rumusannya sederhana, berbuatlah yang menyenangkan orang lain. Maka di masa akan datang, hidup kita akan bahagia/senang.
As simple as that……….