Tuhan di ‘personakan’

Tuhan di ‘personakan’ oleh sekelompok orang. Golongan ini menganggap Tuhan sebagai sosok. Inilah sebabnya kemudian melahirkan konsep ‘Setan sebagai musuh Tuhan’. Bila kita renungkan, sesungguhnya semua berawal dari konsep pikiran manusia yang tidak mau tahu bahwa Dia Maha Tunggal. Kita semua eksis di dalam Nya. Tidak satupun bisa berdiri sejajar dengan Dia.

Dengan mem-personakan Tuhan, maka kemudian berakibat adanya anggapan bahwa Tuhan abstrak. Sayangnya ini hanya anggapan pikiran yang pada akhirnya berujung  bahwa Tuhan rekayasa pikirannya. Dan sesungguhnya hanya eksis dalam kepercayaannya sendiri. Tuhan golongan ini bisa diatur sesuai dengan keinginannya. Bahkan mereka bisa jual beli alias berdagang. Aku melakukan ritual ini dan itu, maka Tuhan harus memberikan semua permintaanku.

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Bukti nyata

Kenyataan bahwa Tuhan di’personakan’ jelas nyata di sekitar kita. Karena semua anggapan atau persepsi muncul dari sifat dasar kepercayaan kita. dari konsep pikiran lahir ucapan serta diperkuat oleh tindakan. Dalam buku Bhagavad Gita Bagi Orang Modern by Svami Anand Krishna, www.booksindonesia.com:

‘Wahai Bhārata (Arjuna, keturunan Raja Bharat), Kepercayaan setiap orang adalah selaras dengan sita dasarnya. Sesungguhnya, kepercayaan membentuk kepribadian manusia. Ia adalah sesuai dengan apa yang dipercayainya.’

Kita bisa melihat semua kejadian sekeliling kita. Tidak usah membantah. Karena dengan membantah, kita sedang melakukan kemunafikan.

Bila kita hanya meyakini bahwa Tuhan kita hanya untuk golongan sendiri, maka ini bukti bahwa Tuhan kita anggap ‘persona’. Dan kemudian bisa kita gunakan semaunya untuk menindas atau menuduh bahwa golongan lain tidak memiliki Tuhan. Mereka golongan yang ‘tuhannya’ banyak. Mereka tidak punya Tuhan sebagaimana keyakinanku. Walaupun di mulut kita berkata bahwa Tuhan abstrak, namun sesungguhnya bila kita melakukan perbuatan seperti di atas, maka kita setara dengan seorang munafik. Tidak ada yang menyalahkan kita, kita sendiri bisa melakukan renungan.

Bila kita simak kalimat terakhir: ‘Ia adalah sesuai dengan yang dipercayainya.’ Pikiran, ucapan serta perbuatan selaras dengan kepercayaan kita. Anggapan bahwa kitab suci yang kita miliki paling suci. Kepercayaan yang kita anut adalah terbaik. Cara sembahyang kita terbaik; dan satu-satunya yang bisa berhubungan dengan Tuhan adalah kita merupakan bukti-bukti bahwa kita belum mampu atau belum bisa menerima bahwa Dia meliputi seluruh alam semesta.

Tiada satupun makhluk bisa disejajarkan hanya bukti ketidak selarasan antara kepercayaan kita dan kenyataan perbuatan. Akibatnya bisa ditebak, kita bisa melakukan apa saja ‘demi membela idola kita’

Padahal Dia tidak butuh pembelaan…