Ketika kita membicarakan tentang jiwa berarti kita maknai sebagai yang menghidupi atau yang mengadakan alam ini. Tubuh kita tidak bisa eksis tanpa adanya jiwa. Badan kita tidak bisa bertumbuhkembang tanpa eksistensi jiwa. Jiwa bagaikan katalisator bagi kebersatuan atom.

Agar memudahkan kita dalam pemahaman, jiwa dibagi tiga. Walaupun sesungguhnya jiwa tidak bisa dibagi, salah satu upaya untuk penyederhanaan imajinasi. Jika ada yang bisa pen-analogian lain, dipersilakan. Ke tiganya satu kesatuan tiada dapat dipisahkan. Demi mempermudah pemahaman kita, kita bedakan jiwa individu yang ada dalam diri setiap makhluk hidup, kumpulan jiwa yang kemudian kita sebut sebagai purusha, dan Sang Maha Jiwa Agung sebagai sumber.

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Analogi ini bagaikan matahari, cahaya matahari dan sinar. Sinar adalah pantulan cahaya yang masuk ke ruangan atau kamar kita. Saat itu di dalam ruangan terang, tetapi bukan karena cahaya matahari. Sedangkan yang dimaksudkan cahaya matahari adalah pancaran dari matahari sendiri. Sekali lagi, jika ada yang tidak setuju, dipersilakan mencari perumpamaan sendiri. Setiap insan bebas membuat analogi.

Jiwa individu seakan pantulan dari purusha atau kumpulan cahaya matahari. Memang perumpamaan ini kurang tepat. Mengapa???

Karena memang jiwa tidak terpisah, tiga adalah satu, dan satu juga ‘terbagi’ tiga. Tiada seorang pun mampu menguraikan secara jelas. Hanya bisa dirasakan. Bagaikan rasa gula, manis. Siapa yang bisa menjelaskan rasa manis gula???

Anyway, Jiwa individu tidak hilang saat manusia mati. Tubuh kita jika dibelah terus sampai habis akan menjadi atom. Atom tidak akan musnah, dalam buku Yoga Sutra Patanjali by Anand Krishna dituliskan sebagai berikut:

‘Luar biasa,atom nyaris abadi. Hal ini sudah diakui para ilmuwan.’

Seorang saintis, Martin Rees, berusaha mengetahui lifespan atau masa hidup atom. Kemudian ia memberikan suatu angka yang melampaui usia bumi, mendekati usia universe atau semesta, yaitu 10 pangkat 35.( silakan baca disini)

Setelah mengungkapkan angka itu pun Rees berpendapat bahwa in all practical reasons, lebih mudah memahami atom sebagai sesuatu yang nyaris abadi, tak pernah punah. Kesimpulan Rees telah diterima oleh sains dan saintis.

Memperhatikan pernyataan para saintis tentang keberadaan atom di alam semesta yang nyaris abadi, timbul pertanyaan: ‘Apa beda antara jiwa dan atom?’

Para ahli di zaman Yunani memberikan pemahaman bahwa atom dan atma adalah satu adanya. Kemungkinan besar, kata atom berasal dari atma atau Jiwa Agung, Sang Pencipta. Namun, jika kita renungkan, bagaimanapun juga, atom adalah materi. Sedangkan di alam semesta ini ada materi dan non materi. Keberadaan materi sebagai perwujudan dari yang non materi. Keberadaan materi sebagai bukti bahwa ada Yang mengadakan. Karena tidak mungkin sesuatu ada tanpa adanya yang meng-adakan.

Materi sebagai bukti adanya energi. Eksistensi materi sebagai bukti adanya energi. Walaupun atom nyaris abadi, tetapi keberadaan atau terciptanya atom sebagai akibat dari adanya eksistensi Sang Maha Energi. Sepertinya, ke duanya abadi. Saat materi tiada juga berarti energi atau sang non materi juga tiada.

Ahhhh….. Ke duanya abadi adanya….

Adanya sesuatu di awali dari ketiadaan. Kemudian yang ada pun lenyap. Yang tersisa adalah ketiadaan. Tiada-ada-tiada. Tiada dan ada abadi adanya…

Tubuh kita terbentuk dari kumpulan materi. Siapa yang menyatukan? Tiada lain tiada bukan penyatunya adalah Sang Maha Jiwa. Saat tubuh kita mati, Sang Maha Jiwa juga yang menguraikan sehingga menjadi atom yang berserakan atau bertebaran di alam semesta. Suatu ketika, Sang maha Jiwa menyatukannya lagi. Mungkin sebagai pohon, hewan atau pun manusia…

Hanya seperti itu kejadiannya. Sang Maha Jiwa membentuk manusia dari atom yang berserakan, menguraikannya lagi saat ruh tiada….

Ruh bukanlah jiwa…

Ruh terdiri dari mind atau gugusan pikiran, perasaan serta emosi….