Kita sudah hidup ketika kita bisa juga memancarkan getaran yang membuat orang lain juga hidup. ‘Urip iku Urup’ ‘Hidup berarti juga menghidupkan orang lain’, itulah terjemahan bebasnya. Saat kita hanya memancarkan getaran yang membuat jiwa berkerut berarti kita belum hidup. Hidup dalam makna sebagai manusia seutuhnya.

Jika hidup hanya sekedar dimaknai bisa makan, bicara, tidur dan berbuat sesungguhnya masih belum atau tidak jauh berbeda dengan yang berjalan dengan kaki empat. Bukankah juga beraktivitas sama, makan, tidur, dan seks? Mereka tidak pernah bergetar untuk memikirkan kehidupan bagi sesamanya. Mereka masih berpikir hanya bagi diri sendiri.

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Sendiri bisa dperluas menjadi golongan dan kelompok SENDIRI. Artinya yang sejenis atau sepemahaman atau sealiran atau pun se-kepercayaan. Bukan dalam jumlah tetapi dalam skala kualitas. Golongan ini hanya berpikir bagai dirinya sendiri, mereka belum bisa dikatakan hidup. Pola pikir mereka belum berkembang.

Ada suatu cerita menarik dari seorang teman.

Teman saya ini memiliki sifat baik dan tidak suka memaki dengan kata kotor saat marah. Tetapi suatu ketika ada kejadian menarik. Saat marah, ia bisa memaki dengan kata kasar. Segala binatang keluar dari mulutnya saat marah. Setelah reda, ia sadar ada perubahan terhadap dirinya. Setelah diamati, ia baru sadar bahwa selama beberapa tahun ia bergaul dengan seseorang yang suka memaki. Ternyata, walaupun tidak diingankan kebiasaan memaki terekam pada memorinya. Dan ketika ia marah, tanpa disadari dari ucapannya keluar kata makin yang sama. Inilah getaran…….

Kita hidup pada frekuensi yang sama dengan seseorang, maka tanpa kita sadari frekuensi getaran pikiran kita pun akan menyelaraskan diri pada getaran kelompok tersebut. Kita terganggu karena kita berada pada wilayah getaran yang sama. Para nabi atau avatar tidak pernah merasa terganggu dengan orang yang tidak menyukainya karena mereka pada wilayah frekuensi yang berbeda.

Para suci dan nabi menempatkan diri mereka pada frekuensi kasih Ilahi. Kita semua masih berada pada wilayah getaran yang lebih rendah, inilah sebabnya kita terganggu. Jika kita ingin jadi manusia baik, bergaullah dengan mereka yang berada pada frekuensi getaran kasih. Sebagaimana pengalaman rekan saya sebelumnya, hal yang sama bisa terjadi. Atau disebut dengan penularan.

Frekuensi getaran para nabi adalah frekuensi yang menghidupkan atau berbagi sesuatu pengetahuan sejati. Pengetahuan sejati adalah pengetahuan yang menghidupkan atau pengetahuan yang bisa menyadarkan kita tentang jati diri sesungguhnya. So, selama kita bisa berada pada tersebut, kita bisa merasakan kebahagiaan. Frekuensi getaran Ilahi yang menghidupkan.

Dan kita bisa mengubahnya. Kita bisa merasakannya ketika berdekatan atau bergaul dengan orang yang sudah hidup atau masih belum hidup. saat yang dibicarakan orang tersebut hanya materi bendawi atau keduniawian, ketahuilah bahwa ia masih pada wilayah getaran berfrekuensi rendah. Jauhilah dirinya dengan penuh kesadaran bahwa ini bukanlah tujuan sejati keberadaan kita di bumi…….

Betapa luhur warisan budaya nusantara: ‘URIP IKU URUP’……….