Banyak dari kita yang tidak sadar bahwa amat sangat mudah manusia di sandera. Disandera oleh siapa? Disandera oleh massal atau masyarakat sekeliling kita. Yang disandera adalah pikiran kita. Ada suatu cerita yang menarik, bila mau mencoba bisa anda lakukan untuk membuktikan bahwa begitu mudah kita dipengaruhi lingkungan.

Suatu ketika, ada sekelompok orang ingin membuktikan pernyataan saya di atas. Mereka melakukan percobaan sebagai berikut:

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Ada suatu ruangan yang dipamerkan berbagai macam binatang melata atau merayap. Tersedia beberapa kotak terbuat dari kaca. Kotak kaca pertama berisi kadal. Kotak kaca ke dua berisi ular. Kotak ke 3 dan 4 juga berisi ular dari berbagai jenis. Kotak terakhir adalah kotak kaca kosong. Sekelompok orang diajak masuk para wanita dan pria. Kebanyakan wanita. Mereka diajak melihat kotak yang berisi beberapa hewan melata.

Ketika sampai kotak terakhir, si orang yang melakukan percobaan berkata: ‘Wah dimana ular yang tadi ada dalam kotak tadi?’ Mendengar perkataan ini , banyak orang langsung mencari ke sana kemari. Dengan melihat celingak celinguk ini, pengunjung juga mulai panik ikut mencari. Salah seorang yang sedang melakukan penelitian, dengan muka yang bingung, pura-pura, mencari ke sana kemari untuk menemukan ular yang katanya lepas. Salah satu pengunjung wanita, dari belakang dicolek rok nya. ia jadi panik dan berteriak-teriak. Dalam pikirannya terbersit bahwa ular mencoleknya. Demikian juga dengan pengunjung lainnya. Akhirnya satu ruangan gaduh dan ribut.

Cerita seorang teman pun mirip:

‘ Pernah juga sih iseng ular itu di suatu ruangan administrasi kantor lapangan di Sumatra. Ketika saya masuk ke ruangan administrasi, staf admin dua orang cewek sedang melihat keluar jendela seekor ular hijau turun dari ranting dekat jendela. Mereka tidak tahu saya masuk. Ketika itu iseng saya ambil tas cewek yang ditaruh di kursi. Dari belakang tali kulit tas yang menjulur saya tempelkan di leher cewek itu. Dia langsung histeris hebat. Selama beberapa hari dia mengalami trauma, sampai tidur malam pun dia bermimpi ketemu saya membawa ular. Lalu dia bangun menjerit jerit.’ (Peringatan: Jangan perbuat sesuatu yang anda pun tidak mau diperlakukan demikian)

Itulah percobaan yang membuktikan bahwa ketika seseorang di ‘hack mind‘ nya. Kepanikannya bisa mengacaukan seluruh keadaan. Demikian juga di sekitar kita. Jika ada suau peristiwa yang menurut kita aneh, tanpa pikir panjang kita turut heboh. Begitu mudah pikiran kita dipengaruhi orang lain. Ini bukti bahwa sesungguhnya kita masih berada di lapisan mind atau gugusan pikiran serta perasaan. Kita belum masuk di lapisan kesadaran diri. Diri yang sejati.

Dalam kelahiran dan hidup saat ini adalah peluang besar. Inilah berkah kehidupan yang diberikan oleh Semesta atau Sang maha Agung. Sayangnya, kita sering melalaikan berkah yang luar biasa. Konon katanya Sang Sutradara, untuk lahir ke bumi ini kita harus melalui antrian panjang. Banyak roh yang ingin turun jadi manusia. Namun, setelah jadi manusia, kita lupa tujuan kelahiran.

Mind yang intelektual harus ditransformasi menjadi intelejen. Intelektual berarti hanya memikirkan untung dan rugi bagi kenyamanan tubuh. Intelejensia berarti pola pikir yang selaras dengan alam. namun, bukan berarti jika sudah ada di wilayah intelejensia kita bisa bebas. Di wilayah ini pun selama masih di dunia sering jatuh. Dan akibatnya lebih parah. Ada sayarat bagaimana seseorang bisa bertransformasi:

“Transformasi diri hanya memungkinkan jika kau tahu tentang apa saja di dalam dirimu yang mesti diubah, dan kemudian kau bertindak untuk mewujudkan perubahan itu.”
( The Mesage of Love from Mahamaya, Verse 62 by Anand Krishna, www.booksindonesia.com)

Ya, untuk melakukan transformasi, kita harus tahu hal-hal yang mesti diubah, dan kemudian bertindak melakukan perubahan itu. Walaupun sadar akan hal yang mesti diubah, tanpa mau melakukan sendiri perubahan tersebut, juga tidak akan terjadi transformasi.

Pertama sekali kita harus menyadari akan tujuan kelahiran. Lahir bukan lah untuk menikmati kenyamanan indrawi. Bukan untuk memanjakan tubuh yang sifatnya sementara. Ataupun memanjakan sifat pikiran. Tujuan kelahiran adalah untuk menyadari bahwa DIRI adalah Sang Jiwa itu sendiri. Jika kita bisa berada di wilayah Kesadaran Jiwa, baru kita bisa percaya DIRI. Wilayah jiwa berarti wilayah yang tidak lagi tersentuh oleh gejolak emosi. Emosi yang tida pernah puas. Emosi yang selalu kurang dan kurang, haus akan kenyamanan indrawi.

[ecp code=”Post”]