Agama bukanlah pencarian akhir ntuk menemukan jati diri. Agama adalah jalan atau kendaraan untuk menuju penemuan jati diri. Dengan anggap agama sendiri paling baik dan anggap bahwa agama lain tidak benar, ia telah menutup diri untuk menemukan jati dirinya. Krena ia merasa puas dengan jalan yang ditempuhnya.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Pencarian jati diri adalah tujuan kelahiran manusia. Penemuan jati diri adalah penyempurnaan manusia hidup. Jika dalam pencarian jati diri sudah menganggap kendaraan yang ditumpanginya atau agamanya paling baik, ia akan menjadi sangat nyaman tinggal berada di sampan atau kendaraan. Ia tidak akan bersedia lagi keluar dari zona kenyamanan. Ia akan stagnant di sampannya.
Anggapan bahwa agama lain tidak benar juga menjadikan egonya semakin tinggi. Fokus pencarian untuk menemukan jati diri hilang karena jebakan ego. Seluruh fokus energinya hanya tertuju pada anggapan bahwa jalan yang ditempuhnya paling baik. Secara tidak langsung sesungguhnya ia merendahkan utusan Tuhan. Bukankah semua para suci atau nabi juga berasal dari Dia? Adakah kebenaran lain yang dituju para suci dan nabi selain kembali kepada Nya? Dengan anggapan bahwa agama lain tidak benar, ia semakin menutup diri terhadap perkembangan jiwanya.
Ego adalah sumber utama kegagalan pencarian jati diri. Untuk menemukan jati diri, seseorang mesti lepas dari sampan atau kendaraan yaitu agama. Selama masih dalam kungkungan agama, ia tidak akan bisa lepas landas. Ia akan nyaman tinggal di landasannya. Inilah jebakan dunia. Tetapi inipun tidak salah. Karena dengan demikian dunia tetap eksis.
Akankah kita tetap pada pendirian sendiri? Tiada seorang pun nabi menganggap agama yang dibawanya paling baik. Bahkan sesungguhnya, tiada seorang pun nabi beragama. Para nabi atau para suci prihatin dengan kondisi manusia yang semakin menjauh dari sumbernya. Semakin menuhankan materi keduniawian.
Agama terjadi ketika seseorang mulai mencari pengikut. Mencari kekuasaan. Tahta. Padahal tahta tidak lepas dari kata rangkaiannya, harta dan wanita. Ke tiganya berhubungan dengan keduniawian. Untuk inikah kita beragama? Jika demikian, kita sudah melenceng dari tujuan kehidupan, pencarian jati diri.
Penemuan jati diri adalah kesempurnaan hidup. Penemuan jati diri berarti menemukan kebahagiaan sejati. Kebahagiaan sejati bukan berada di luar diri. Kembali sabda Baginda Rasulullah SAW:
Tuhan berada dalam hati hamba Nya yang beriman dan bertaqwa
Jika akan bertemu dan berhamba pada Dia yang bersinggasana dalam hati yang tiada batas, akankah kita berpaling keluar diri? Dengan menganggap bahwa agama lain bukan berasal dari Dia atau bukan dari sumber yang sama, saat itu perhatian kita tertuju keluar diri. Tidak menjelajah ke dalam diri. Ia tidak bertemu dengan sumber dari asal para utusan. Jangan harapkan bisa menemukan jati diri jika masih berjalan di luar diri. Ini yang disampaikan oleh Baginda Rasulullah SAW, manusia hidup dalam keadaan merugi.
Jika perhatian masih saja menganggap yang diyakinnya adalah paling baik, ia sedang menjauh dari sumber kemuliaan. Ia masih berhamba pada ego. Ia masih berhamba pada pikiran. Selama itu pula tiada rasa bahagia sejati. Selama itu pula ia tudak ketemu jati dirinya.
Seorang yang merasa paling baik, ia sedang dalam keadaan defisit atau kekurangan energi. Dengan menganggap paling baik, ia berupaya mengangkat diri sendiri. Ia tidak percaya diri. Ia masih berada dalam tataran ingin sanjungan. Mengapa?
Saat anggap jalan yang ditempuhnya paling baik, ia sudah menganggap bahwa jalan orang lain buruk. Ia sedang berupaya meyakinkan diri bahwa ia sudah berada di jalan yang benar atau tepat. Walaupun ada yang berkata bahwa ia tidak bermaksud demikian. Ini jawaban untuk menutupi kelemahan diri. Jawaban seseorang yang kekurangan energi.
Jika ia seorang yang tidak defisit energi, ia tidak merasa perlu menganggap bahwa milikinya paling baik. Ia justru meng – apresiasi agama atau kepercayaan lain. Ia akan memuji kebesaran Nya karena telah menciptakan banyak jalan bagi berbagai tipe manusia….