“No body can hurt me without my permission.”
Tak seorang pun dapat menyakitiku bila aku tidak mengizinkannya.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
( Be The Change ! by Anand Krishna, www.booksindonesia.com)
Karna mendukung Kurawa karena sakit hati terhadap Pandawa. Ia sakit hati terhadap ibu kandungnya yang melahirkan di luar nikah, kemudian membuangnya. Ia sakit hati terhadap Krishna yang dianggapnya berpihak pada Pandawa.
Karna seorang bijak, seorang dermawan, seorang pemimpin yang ideal, tetapi seluruh kebaikannya itu seolah terlupakan oleh sejarah karena keberpihakannya padaAdharma, pada pelaku kejahatan.
Karna membenarkan posisinya bersama Kurawa, padahal ia tahu persis bahwa Kurawa tidak berpihak pada Dharma, pada Kebajikan. Kurawa bukanlah pemimpin yang ideal. Sayang, hanya karena sakit hati, mata Karna tertutup. Ia tidak mampu melihat kebenaran, maka hancurlah dirinya bersama Kurawa.
Bila ingin menjadi seorang pemimpin, jangan memelihara virus “sakit hati”. Terlebih lagi jangan sampai penyakit itu dijadikan pemicu dan motivasi untuk maju ke depan.
Bila kita merasa “bisa disakiti”, kita sungguh lemah. Perasaan itu saja sudah membuktikan bahwa kita tidak layak untuk menjadi pemimpin.
Kita tidak cukup percaya diri, tidak yakin pada kemampuan diri, maka kita akan bersahabat dengan siapa saja untuk meraih kemenangan yang berdasarkan jumlah. Ini adalah tergedi, dan sebuah tragedi yang besar. Kita membenarkan dan menghalalkan segala cara untuk merebut kursi, untuk memperoleh suara, untuk menjadi orang nomor satu, berdasarkan jumlah.
Sakit hati adalah penyakit yang disebabkan oleh kelemahan diri. Orang yang mudah sakit hati adalah orang yang percaya dirinya rendah. Hendaknya kita menjaga diri, dan tidak tertular olehnya, kebinasaanlah hasilnya.
Reformasi yang terjadi di negeri ini tidak berjalan mulus, tidak sesuai dengan harapan banyak orang karena fondasinya adalah kebencian terhadap orde yang lama. Apa yang disebut “orde lama” itu dijadikan referensi untuk mengadakan reformasi, maka itu pula yang terjadi. Orde yang lama mengalami “re”-formasi, pembentukan ulang. Bahan bakunya masih sama, adonannya masih sama, bentuknya saja yang berubah. Cara penyajiannya saja yang sedikit lebih keren.
Penindasan masih terjadi. Undang-undang lama yang sudah tidak berguna masih digunakan. Pemerintah masih enggan melayani, masih mau menguasai dan memerintah saja. Kenapa bisa begitu? Karena, apapun yang kita lakukan dengan sakit hati sudah pasti mencerminkan penyakit kita sendiri.
Setiap aksi menimbulkan reaksi yang setimpal. Ini merupakan hukum alam. Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya. Setiap orang bertanggung jawab terhadap alam, terhadap Keberadaan-terhadap Tuhan.
Janganlah sekali-kali membalas kejahatan dengan kejahatan, kekerasan dengan kekerasan, karena setiap orang yang membalas kejahatan dengan kejahatan menjadi jahat. Setiap orang yang membalas kekerasan menjadi keras.
(Dikutip dari buku: Be The Change by Anand Krishna, www.booksindonesia.com)