Buku Dongeng Spiritual Membuka Cara Pandang Betapa Selama Ini Banyak Waktu Tersia-Siakan Selama Hidup
Salah satu Buku Dongeng Spiritual mengenai waktu yang banyak tersia-siakan adalah buku ini. Para leluhur kita begitu sadar tentang tujuan utama kehidupan atau kelahiran saat ini. Tujuan kelahiran bukanlah semata untuk mencari kenyamanan indrawi, tetapi ada satu tujuan yang lebih utama. Sebagaimana dijelaskan oleh para resi zaman dulu bahwa sesungguhnya hanya manusialah makhluk spiritual. Hal ini karena adanya bagian baru tambahan otak: Neocortex. Sumber Wikipedia ini, kita bisa menggali lebih dałam lagi. Ya, inilah bagian otak yang hanya dimiliki oleh manusia. Bagian yang digunakan untuk memilah dan memilih tindakan yang seperti apa bisa memuliakan diri.
Sungguh sangat pas gambar ini bahwa memang Neocortex adalah bagian otak yang digunakan untuk memikirkan sesuatu yang mulia. Bagian inilah untuk memilah dan memilih antara : Shreya dan Preya. Tindakan yang tepat/mulia dan tidak tepat/ego.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Kisah Tentang Penundaan Waktu: “Seorang teman pernah membuat rencana, ‘nanti kalau tabungan saya sudah 1 milyar – saya akan sepenuhnya mendedikasikan hidup saya untuk malayani masyarakat’
Dia tidak Punya anak. Tanggungannya hanyalah seorang istri yang sesungguhnya tidak sepenuhnya menjadi tanggungannya juga, karena sang istri pun bekerja dan, puji Tuhan, memiliki tabungan juga.
Hampir sepuluh tahun kemudian, dia mengaku, – Tabungan saya sudah lebih dari 1 miliar, tetapi apa nilai 1 milyar di zaman sekarang ini? Setidaknya, mesti memiliki 10 miliar.-
Tiga tahun kemudian……. angka 10 miliar pun sudah tertembus, tetapi dia massif belum siap mendedikasikan hidupnya untuk melayani masyarakat. Dań kenyataannya suatu ketika ia mengalami serangan jantung kemudian meninggal. Ia lupa tujuan utama kelahiran manusia. Sungguh hidup dengan mengabaikan pengaturan waktu untuk menentukan prioritas hidup.
Buku Dongeng Spiritual Memberikan Inspirasi Penentuan Prioritas Penggunaan Waktu Secara Tepat
Kutipan dari Buku Dongeng Spiritual Alam Sini Alam Sana:
Dalam Hal Penggunaan Waktu secara tepat, kita butuh intelegensi. Kita tidak boleh dań tidak mengandalkan mind atau gugusan pikiran serta perasaan saja, yang sewaktu-waktu bisa mengalami gejolak; apalagi senses atau panca indra – no, no…….
Kiranya, kisah berikut tentang Karna, seorang tokoh dari epos Mahabharata, dapat membantu memahami hal ini…
Kendati berada di kubu Kurawa, yang mewakili adharma atau kebatilan karena urusan loyalitas yang keliru – loyalitas pada Duryodhana, seorang raja yang tidak memahami dharmą, tugas dan kewajibannya sebagai pemimipin – Karna tetap dikenang sebagai Danveer, seorang Dermawan yang Tak Tertandingi. Dia tidak pernah menolak seorang pun yang datang untuk meminta bantuanfnya.
Suatua pagi, dia sedang mandi di sungai.. tangan kirinya memegang cawan yang terbuat dari emas murni, berisikan minska gosok. Dengan tangan kanannya dia sibuk meminyaki dan memijit dirinya.
Ketika seorang pengemis menghampiri dia untuk minta sedekah, Karna tanpa berpikir panjang – cawan yang terbuat dari emas murni itu diberikan kapad sang pengemis.
Konon, Si Pengemsi itu adalah Dewa atau Being of Light, dalam bahasa lain barangkali disebut malaikat. Ia ingin menguji kedermawanan Karna.
Maka, ia bertanya: “Baginda, kalau saya boleh bertanya, mengapa memberikan cawan ini dengan tangan kiri, kenapa tidak menggunakan tangan kanan?”
Adalah kebiasaan umum sejak doeloe, khususnya di wilayah peradaban kita, bahwa tangan kanan digunakan untuk makan, minum, menulis, memberi, dan menerima sesuatu, Sebab itu, dianggap bersih dan baik.
Kembali ke Pengemis yang Bertanya: …….mengapa memberikan cawan dengan tangan kiri, kenapa tidak menggunakan tangan kanan?”
Karna menjawab, “Maafkan saya, kiranya Bapak dapat menerima alasan saya… Pertama, tangan kanan saya berminyak. Kedua, saat memindahkan dari tangan kiri ke kanan, bisa saja saya berubah pikiran…..”
Alasan kedua perlu direnungkan, bisa saja saya berubah pikiran…… Bisa saja dia memanggil salah satu pengawalnya untuk menyedekahi pengemis itu. Untuk memberikan sebuah cawan yang terbuat dari emas murni.?
Karna Memahami Sifat Mind atau gugusan pikiran serta perasaan yang berubah terus….Dia seorang raja, dan apakah arti sebuah cava bagi seorang raja? Walau terbuat dari emas murni. Kendati demikian, bisa saja ia terbawa oleh urusan kalkulasi, hitung-menghitung, apakah pengemis ini layak disedekahi dengan sebum cawan yang terbuat dari emas murni. Mungkin sekeping koin emas pun sudah lebih dari cukup baginya.
Karna tidak mau mengambil resiko itu. Dia tidak mau terjebak dalam permainan mind. Maka, tanpa memikirkan adat atau kebiasaan umum yang dianggap sopan, dia memberikan cawan itu kapada pengemis, atau lebbig tepatnya, kepada Being of Light, Dewa, atau Malaikat yang menyamar sebagai pengemis.
Tindakan Karna adalah tindakan yang intelejen. Ia tidak memikirkan adat atau kebiasaan umum – sebab adat istiadat atau kebiasaan umum, termasuk nilai-nilai moralitas dan kesopanan berubah-ubah.
Sang Dewa memberkati Karna, “Raja, kau memahami nilai waktu, kau juga memahami sifat pikiran. Waktu sedang berlalu, pikiran berubah terus. Saat memberi sedekah, kau tidak membuang waktu. Kau juga tidak terjebak permainan pikiran.