Sedikit orang ingat makna puasa. Apalagi asal kata puasa. Kata puasa berasal dari bahasa Sanskrit, ‘upavasa‘. Artinya, seluruh ingatan pikiran saat itu mengingat pada Tuhan. Saking khusuknya, orang melupakan makan. Pendek kata, bulan itu merupakan bulan atau waktu untuk memusatkan pikiran sehingga lupa makan.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Arti kata Ramadhan. Terdiri dari dua suku kata: ‘Rama’ dan ‘dhyan’. Rama merupakan sebutan untuk Tuhan bagi budaya di India. Dhyana berarti perenungan. So, Ramadhan merupakan bulan untuk merenungkan tentang keindahan dan kemuliaan Tuhan. Segala sifat yang membuat manusia ingat asalnya. Sifat ilahi ini yang semestinya semakin menguat selama bulan untuk merenungkan Tuhan.
Dua hal tersebut diatas tidak saling bertentangan, sejalan. Jika ada yang menyangkal arti kata Ramadhan, boleh saja. Mungkin ada yang menentang, bagaimana bisa dikaitkan dengan nama dewa Hindu, Rama? Lha, memang sebutan Allah bagi Tuhan semesta alam monopoli bahasa Arab? Sepertinya belum ada hak paten jika ada yang menyamakan Rama dan Allah atau Tuhan.
Kembali tentang judul tulisan. Banyak yang menguatkan bukti tersebut. Perhatikan pengeluaran belanja ibu rumah tangga ketika bulan Ramadhan. Meningkat atau menurut hasil survei membuktikan bahwa pengeluaran untuk belanja makin meningkat. Artinya, selera kualitas makanan naik. Ada korelasi erat antara makanan dan pikiran. Jika seluruh pikiran kita hanya mengingat pada Tuhan, selera untuk memilih jenis makanan akan berubah. Namun, jika saat kita berpuasa hanya memikirkan saat buka makan apa, berarti saat itu pikiran kita hanya terisi makanan. Makanan jadi tuhan kita. Bukan Dia yang memiliki nama yang bersifat kasih dan sayang.
Hal lainnya, saat menjelang puasa Carrefaour penuh sesak. Yang diserbu counter makanan. Memang selama bulan puasa makanan akan habis? Kembali yang dipikirkan hanya makanan. Mereka rela berdesakan dan antri. Makanan jadi tuhan. Seakan esok saat hari puasa makanan akan habis.
Pagi hari jam antara jam 11 ke atas. Pikiran mulai kerja, nanti buka puasa makan apa. Kembali lagi hanya memikirkan makanan. Lupa arti kata ‘upavasa‘. Lupa untuk merenungkan tentang Tuhan. Ramadhan. Benarkah selama seharian puasa kita mengingat akan Tuhan? Jika hanya ingat makanan, yaitulah Tuhan kita.
Awal puasa, banyak orang sweeping warung makanan. Lupa prinsip bahwa puasa adalah berdekatan dengan Tuhan. Selalu memikirkan Tuhan. Pikiran terisi: ‘Sialan orang itu masih makan, gue disuruh puasa. Enak saja mereka bisa makan. Mereka harus menghormati gue dong yang lagi puasa. Gue tergoda oleh mereka yang makan’. Lha, pikirannya terisi orang yang sedang makan. Sepertinya makanan jadi tuhan lagi. Para penswiping lupa duduk diam merenungkan Tuhan agar sifat Nya merasuk dalam diri sehingga setelah bulan puasa sifat keilahian meningkat.
Itulah sebabnya Baginda Rasulullah SAW bersabda: ‘Banyak orang berpuasa hanya memperoleh rasa lapar dan dahaga. Sedikit orang imannya meningkat saat berpuasa’. Jika pada ujung bulan puasa masih banyak orang di tempat ibadah untuk bertafakur mengingat Tuhan, mereka akan mendapatkan berkah. Sebaliknya, jika semakin sepi. Nah hanya lapar dan hauslah yang diperoleh selama bulan untuk mengingat Tuhan.
Bulan puasa adalah bulan untuk mengisi atau me – recharge batere iman kita. Jika setelah puasa tidak peningkatan kualitas perilaku untuk mewujudkan visa Baginda Rasulullah SAW: Rahmattan lil alamin. Berarti puasa yang telah dilalui sekedar memenuhi kewajiban agar memperoleh pujian sesama manusia bahwa bisa puasa tidak makan sampai satu bulan. Pujian dari Allah? Nol……. Lebih baik tidak puasa jika hanya untuk mencari pujian dari manusia….