Demokrasi yang sekarang diberlakukan di Indonesia adalah model demokrasi pembodohan. Dan sama sekali tidak mencerminkan pemahaman demokrasi pada Pancasila, sila ke :

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam persyawaratan/perwakilan ( Sila 4)

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Bagaimana tidak? Demokrasi yang saat ini diberlakukan adalah sistem voting. Suara terbanyak yang bakalan memenangkan suara. Jika dalam suatu pemilihan untuk menentukan pilihan terdapat 10 orang. Diantara 10 orang ada 8 orang yang pandir, sisanya 2 orang yang bijak. Jika diinginkan menentukan pengambilan keputusan, dapat dipastikan yang 8 orang menang. Dan ke-pandiran-lah yang menang. Saya ingat suatu ilustrasi menarik.

Alkisah:

Di suatu desa diketuai oleh seorang kepala desa. Ia dipilih berdasarkan sistem demokrasi yang berlaku di negeri tercinta. Suatu ketika seorang pria dinyatakan meninggal. Namun da saat hendak dimakamkan, ia bangun lagi. Ternyata ia hanya mati suri. Dan ketika hendak di bawa ke kuburan, ia hidup lagi. Dan dengan sendirinya, ia tidak jadi dimakamkan.

Setelah beberapa tahun, si pria ini meninggal lagi. Dan oleh karena sudah pernah mengalami kejadian mati suri, sang kepala desa mengangkat beberapa orang tua yang memastikan benar atau tidaknya pria tersebut mati. Begitu mengalami kejadian meninggal lagi, kepala desa segera menghubungi para tetua yang berjumlah 11 orang untuk memutuskan tentang kematian si pria tersebut.

Saat si pria tersebut dikabarkan meninggal, 11 tetua dipanggil oleh kepala desa. Dari 11 orang tetua tersebut, hanya 2 (dua) orang yang memahami benar tentang medis, yang lainnya tidak faham sama sekali hal medis. Ke 11 orang tersebut memeriksa, 9 orang yang tidak memahami medis, masing-masing memeriksa yang dinyatakan meninggal. Karena hanya melihat secara umum bukan berdasarkan medis, yang 9 orang dengan tegas menyatakan bahwa si pria tersebut sudah meninggal. Sedangkan yang 2 orang adalah yang ahli medis menyatakan bahwa orang tersebut masih dalam keadaan koma. Karena berdasarkan keputusan yang dijalankan berdasarkan suara terbanyak, maka di nyatakan meninggal. Tidak diragukan bahwa pria tersebut sudah mati.

Dalam perjalanan ke makam, di pria ternyata masih hidup, dan ingin bangun. Ketika pria yang dinyatakan sudah mati, tetap saja di kuburkan, walaupun masih hidup. Karena 9 orang yang dianggap lebih bijak sudah memutuskan bahwa si pria tersebut sudah mati. Suara yang dua orang yang benar-benar ahli dalam bidangnya, medis, diabaikan. Inilah demokrasi yang ada di negeri tercinta ini…

Mari kita perbandingkan jika bersedia menerapkan sila ke 4:

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam persyawaratan/perwakilan ( Sila 4)

Pada sila ke 4, pengambilan keputusan bukan saja suara terbanyak, tapi berdasarkan kebijaksanaan yang di musyawarahkan. Seandainya pun diputuskan berdasarkan suara terbanyak, suara yang lebih kecil tetap di pertimbangkan. Karena berdasarkan kebijaksanaan dan di dasarkan musyawarah dan mufakat. Sangat berbeda dengan demokrasi ala barat yang diterapkan saat ini. Dan ternyata sistem demokrasi seperti inilah yang diberlakukan oleh anggota perwakilan kita yang terhormat, DPR dan MPR…

Benar-benar tidak menggunakan penerapan Pancasila…….