Ketika seseorang sudah tidak suka lagi pada orang yang dahulu dikenal dan disukainya, ia akan selalu mencari segala sudut keburukan dari orang tersebut. Semua timbul karena kekecewaan diri sendiri. Besar kemungkinan orang yang dulu disenanginya masih berperilaku sama. Masih berwajah sama. Masih suka bercanda dan tawa yang sama pula, namun di depan dia yang tidak lagi suka, semua tampak buruk dan menyebalkan. Mengapa?

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Sangat mudah di tebak, karena ia tidak suka lagi sehingga kelakuan, wajah dan senyum yang sama dianggap menyebalkan. Ini semua karena perasaan. Selama ini kita begitu terjebak oleh perasaan kita. Rasa suka yang dulu ada dan sekarang yang tidak lagi suka bagaikan awan di langit. Kita belum mencapai langit biru. Kita masih melihat sebatas awan. Jadi ketika awan yang satu terusir dan tergantikan awan yang lain, mata kita juga berubah cara pandangnya.

Inila kelemahan kita. Belum mampu melihat awan yang nyata, biru. Jika pandangan kita sudah meluas seperti langit biru, awan yang silih berganti tidak akan mempengaruhi pandangan kita. Betapa lemah dan piciknya pandangan kita. Namun jika ada seseorang yang memberitahu tentang kepicikan kita, kita dapat dipastikan tidak menerima. Bagaimana melepaskan keterbatasan cara pandang ini?

Melihat ke dalam diri. Sadarilah kelemahan ini. Ini langkah awal untuk mulai melihat langit yang maha luas. Untuk melihat ke dalam diri, kita mesti menutup mata fisik. Karena mata fisik inilah yang selama ini membatasi cara pandang kita. Aktivitas mata fisik ini lah yang kita anggap segalanya. Kita tidak mampu melihat kebenaran di balik sesuatu berdasarkan mata fisik. Inilah hijab. Selama kita hanya mengandalkan panca indera, selama itu pula kita terpennjara.

Gunakan mata fisik hanya untuk berjalan agar tidak manabrak. Gunakan untuk memenuhi kebutuhan dunia. Jangan gunakan mata fisikmu untuk menilai kebenaran. Ketika kita menilai suau kebenaran dengan mata fisik, kita hanya melihat selubung luar. Mata fisik tidak mampu menembus kebenaran di balik selubung luar…….

Dengan memejamkan mata kita mulai menjelajah kebenaran tanpa batas. Tidak banyak orang mampu menutup mata lebih dari 10 menit. Karena orang tersebut merasakan kegelapan dan suasana asing. Ia begitu ketakutan dalam kesendirian. Saat membuka mata sesungguhnya kita merasa hidup berbarengan dengan orang banyak. Kita termotivasi keberanian nya karena ada orang lain. Begitu mata tertutup, kita tidak lagi melihat si A, B, dan Z. Kita begitu ketakutan. Kesendirian inilah yang menimbulkan kecemasan. Inilah bukti bahwa sesungguhnya kita belum siap hidup sendiri. Inilah loneliness… kesepian

Semestinya kita bisa hidup aloneness. Hidup sendiri, itulah takdir kita. Dengan menyadari bahwa kita adalah makhluk individual, kita mampu mengatasi permasalahan yang menimpa kita. Lahir, hidup, dan mati sendiri. Sekeliling kita hanya sebatas memberikan dukungan. Keputusan tetap dalam diri kita….