Suatu ilustrasi menarik gambaran keadaan jiwa atau batin kita yang sakit:

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Busro jatuh pailit karena krisis moneter tahun 1998. Semua harta bendanya ludes. Ia berusaha bangkit dengan berdagang kembali. Ia mulai pinjam ke bank untuk modal usaha. Segala cara di upayakan untuk mengembalikan kekayaan yang dulu pernah ia miliki. Ia memiliki banyak perusahaan. Sahamnya ada di beberapa tempat. Rumanya di tempat yang strategis. Mobil mewahnya berderet.

Sayangnya setelah melakoni banyak cara yang wajar, ia tetap menemui jalan buntu. Akhirnya, ia bertapa di puncak Dieng. Tempat yang dianggap sakral dan menurut banyak orang, jika bertapa di gunung angker ini, segala permohonannya dikabulkan.

Ia mulai bertapa dengan keras. Besar tekadnya untuk mendapatkan kekayaan yang melimpah. Karena ia telah merasakan kenyamanan nikmatnya madu keduniawian, ia bertekad lebih baik mati ketimbang tidak mendapatkan kekayaan. Segala sesuatu yang dibuat manusia bisa dibeli olehnya. Agar lebih manjur tapanya, ia berdiri di atas satu kaki.

Alkisah, di pegunungan Dieng bersemayam sepasang dewa-dewi. Melihat tapa Busro yang keras, sang dewi terpanggil hatinya untuk mengabulkan permohonan Busro. Ia lalu meminta kepada suaminya, dewa agar mengabulkan permohonan Busro. Inilah percakapan singkat antara ke duanya.

Dewi: “Suamiku, kabulkanlah permohonan manusia yang bernama Busro. Ia bertapa sangat keras.”

Dewa: “Janganlah terpedaya oleh Busro. Ia dulu berjanji akan berbuat baik setelah memperoleh kekayaan. Setelah hartanya melimpah, ia ingkar janji. Tetap saja serakah walau hartanya telah melimpah ruah. Ia tetap memiliki watak irihati, dengki, dan suka memakan/merampas hak teman.”

Tidak putus asa, sang dewi merengek terus agar mengabulkan permohonan Busro. Karena saking sayangnya kepada istri tercinta, sang dewa pun mengabulkan permohonan Busro. Namun ketentuan dan syarat tetap berlaku. Ia tidak mau kalah dengan para tengkulak atau bank di dunia ini.

Syaratnya mudah. Busro akan diberikan sejenis lampu wasiat dan jika digosok, akan keluar jin yang mengabulkan semua permintaannya. Satu syaratnya, segala permintaan akan dikabulkan dengan catatan bahwa tetangganya akan memperoleh dua kali lipat dari yang diperoleh Busro. Ia menggerutu, sialan!! Gue yang puasa ga makan dan minum. Berdiri satu kaki lagi. Giliran dikabulkan permohonannya, eh tetangga yang dapat doble nya. Tapi ya sudahlah ketimbang ga dapat apa-apa. Akhirnya ia pulang dengan membawa lampu wasiat.

Saatnya membuktikan keajaiban lampu wasiat. Karena rumahnya kontrak, ia minta rumah mewah. Dikabulkan, ia dapat satu, tetangga dapat dua. Ia ngedumel alias ngomel atas rejeki yang diperoleh tetangganya. Ia minta mobil mewah satu, tetangga dapat dua. Istri cantik satu, tetangga dapat dua. Sifat iri dengki dan serakahnya semakin memuncak. Namun ia tidak kehabisan akal.

Ia minta agar kakinya hilang satu. Sesuai dengan perjajian, tetangganya hilang ke dua kakinya. Busro minta tangannya hilang satu, tetangganya kehilangan ke dua tangannya.

Di alam para dewa, sang dewa berkata istrinya, lihatlah kelakuan Busro istriku. Itulah sebabnya, aku tidak mau mengabulkan permintaannya. Tetap saja ia menyengsarakan orang lain. Sang istri pun terdiam. termangu merenungkan kelakuan manusia

Seperti itulah kondisi kejiwaan atau pikiran kita. Tidak bisa melihat orang lain senang. Seperti Busro, walaupun sudah diberikan rumah dan mobil serta istri yang lengkap, tetap saja tidak bisa melihat orang lain senang. Kita juga sering kali iri hati dan dengki melihat keberhasilan orang lain biarpun kita juga menikmatinya. Inilah keserakahan kita. Lupa kita bahwa segala benda duniawi yang diperoleh akan ditinggalkan, tetapi amal kita yang dibawa mati.

Pikiran, ucapan, dan perbuatan adalah amal. Inilah yang mesti dipertanggung jawabkan sendiri. Kita sering memaksakan kehendak terhadap Tuhan. Kita memperkosa Tuhan agar mengikuti kemauan kita. Mengapa begitu sulit untuk bersikap baik terhadap sesama. Dan bersyukur terhadap segala sesuatu yang sudah kita terima.

Jika saja puasa berhasil menciptakan perubahan sikap manusia menjadi baik dan senantiasa bisa dijaga, tidak perlu lagi berpuasa. Yang utama adalah bagaimana tetap ingat untuk senantiasa berbuat baik, baik pikiran maupun ucapan…..

Anehnya, berpuasa malahan menjadikan pengeluaran belanja membengkak dan temperamen naik alias suka marah-marah…