Pasti dianggap aneh, kebanyakan spanduk berbunyi: “Hormatilah yang berpuasa” dari spanduk ini saja membuktikan bahwa puasanya tidak ikhlas. Alias gatot – gagal total. Lantas untuk apa dilanjutkan berpuasa jika hanya memperoleh lapar dan haus.
Kenapa saya katakan gagal total? Saat kita pasang spanduk: ”Hormatilah yang berpuasa” berarti kita minta dihormati. Suatu bentuk arogansi terselubung. Apakah seperti ini sifat orang memang sudah semestinya menjalankaah ibadah puasa? Ibadah puasa bukan lah kewajiban. Kita melakukannya sebagai kerelaan karena bermanfaat bagi kebaikan diri sendiri. Keyakinan terhadap manfaat puasa bagi diri sendirilah yang menimbulkan keteguhan terhadap pelaksanaan ibadah puasa. Ketika seluruh perhatian kita tertuju pada ibadah puasa, tidak sedikit pun ruang pikiran tersisakan untuk dipengaruhi keinginan makan.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Jika kita memaknai sebagai kewajiban, yang terjadi adalah pemasangan spanduk yang berbunyi seperti di atas. Ada rasa keterpaksaan sehingga tidak rela orang lain makan karena takut puasanya batal. Bukti ini seringkali disangkal. Puasa dari kata upavasa. Yang berarti terus mengingat nama Tuhan (dzikir) sehingga lupa makan. Semestinya juga berpuasa menghasilkan kerendahan hati dan pengorbanan diri. Dari kesadaran selalu mengingat Tuhan kemudian berlanjut pada timbulnya rasa menghormati orang lain. Rasa yang timbul ini menjadikan diri kita melindungi terhadap mereka yang tidak melakukan puasa.
Diberikan kesempatan bulan penuh berkah berarti adalah rejeki bagi yang menyadarinya. So, berpuasa akan lebih apresiasif terhadap sesama. Apalagi jika dikaitkan dengan jumlah kelompok yg besar, alangkah indahnya sebagai kelompok mayoritas memberikan kesejukan pada yang jumlahnya lebih sedikit.
Kita tidak sadar jika berpuasa hanya memikirkan makanan berarti secara fisik tidak makan dan tampaknya berpuasa tetapi bathin kita tidak. Itulah yang terjadi saat kita berpuasa. Hanya pengalihan jam makan. Selesai sahur kemudian tidur. Begitu bangun langsuang berpikir: ‘Nanti sore mau berbuka puasa?’. Saat kita berpikir tentang makanan, otak bawah sadar sudah bekerja. Ketika berpikir tentang makanan, dapat dipastikan lambung mulai bereaksi menghasilkan enzym.
Pada saat lalu, seorang pakar psikolog Pavlof melakukan penelitian pada anjing. Ada 2 ekor anjing yang diteliti. Setiap jam 10 pagi ke dua ekor anjing diberi makan. Sebelum diberikan makanan dibunyikan bel. Setelah berlangsung kurang lebih sebulan, bel dibunyikan namun makanan tidak diberikan. Yang terjadi adalah ke dua ekor anjing tersebut mengeluarkan liur. Artinya bahwa di dalam otaknya sudah ada memori bahwa ketika bel berbunyi, pasti ada makanan. Pikiran ini menggerakkan lambung untuk memproduksi enzim lambung. Coba perhatikan secara seksama, air liur terproduksi dan terpaksa kita menelan ludah. Itulah sebabnya menelan ludah dilarang. Karena sudah ada indikasi keinginan dalam diri. walaupun air ludah dibuang, tetap saja membuktikan lambung bekerja.
Harusnya ada arogansi dalam diri. Arogansi bahwa saya tidak mempan digoda makanan. Bukannya takut. Dengan kita melarang orang berjualan, mengejar orang yang tidak puasa membuktikan kelemahan diri. Bereaksi menutup tempat-tempat hiburan adalah bukti kelemahan diri. Bentuk ketidak mampuan mengatasi ketakutan terhadap godaan. Yang paling parah adalah kita merasa terpaksa berpuasa. Inilah yang diperingatkan Baginda Rasulullah SAW, hanya dahaga dan lapar yang diperoleh, manfaat puasa tidak bakal diperoleh. Jika seluruh hati kita dipenuhi oleh nama Dia Yang Maha Suci, yakinlah tiada sedikit pun ruang pikiran tersisa untuk melarang orang lain berjualan makanan. Karena tiada lagi keinginan kecuali memuji dan mengingat nama Dia yang maha Agung dan Suci..
Kita lupa pesan Baginda Rasulullah SAW: ‘Jika kau mau dihormati, hormatilah orang lain terlebih dahulu.’ Satu pelajaran yang berharga dari Baginda Rasulullah SAW.
Suatu ketika, di halaman rumah beliau di tebarin sampah. Dan dengan sabar besar hati beliau memungut sampah tersebut. Kejadian yang sama terjadi berulang kali. Sampai suatu ketika tidak ada sampah di halaman. Baginda Rasul bertanya, kemana orang yang selalu menebarkan sampah di rumahku? Ternyata si wanita pembuang sampah sedang sakit. Apa yang dilakukan Baginda Rasul? Beliau menjenguk si sakit. Dan akhirnya wanita tersebut sadar akan kesalahannya dan minta maaf. Bahkan kemudian memeluk Islam sebagai keyakinannya.
Contoh yang indah dan menyejukkan. Bukankah bisa kita tiru tauladan dari Baginda Rasul ini jika kita benar-benar mencintai beliau. Namun jika sebaliknya kita lakukan berarti kita tidak mencintai beliau…
You are the master of you yourself…..
Do not blame others if you fail your fasting….