Intelejensia Menyatukan
Intelejensia menyatukan karena merupakan ekspresi dari sifat alam. Intelektual memecah belah karena memang inilah pikiran manusia pada umumnya. Banyak dari kita belum memahami hal ini. Dengan mudah kita bisa melihat gejala ini pada media sosial. Bila kita jeli, maka akan dengan gampang membaca komentar pada media sosial atau postingan yang dibuat atau dituliskan oleh teman. Selanjutnya, perhatikan komentar yang menanggapi. Sedikit sekali yang memberikan tanggapan membangun atau konstruktif.
Komentar menunjukkan pribadi dari orangnya. Bila tanggapan atau komentarnya menyejukkan, ini berarti orang tersebut telah memiliki pengembangan intejensia. Karen yang dilontarkan itulah cerminan pribadi dalam diri.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Jiwa Sufi
Saya selalu akan terus berupaya ingat yang disampaikan oleh Rabiah Aldawiyah. Ketika beliau ditanya: ‘Mengapa Rabiah tidak bisa membenci setan?’ Rabiah menjawab: ‘Dalam hatiku seluruhnya terisi kasih pada Dia Hyang Maha Suci. Dan tidak ada kata setan dalam perbendaharaan kata di hatiku.’
Demikian juga, suatu ketika nabi Isa ditanya oleh seorang murid beliau: ‘Tadi ketika ada orang memakimu, mengapa tidak Kau balas Rabbi?’
Nabi Isa menjawab: ‘Aku tidak lagi memiliki mata uang kebencian untuk menanggapi hal superti itu.’
Itulah para suci. Apa yang disampaikan, itu pula cerminan dalam diri. Mungkin anda akan menjawab: ‘Itu kan nabi….’ Ituylah kelemahan atau penyakit kita… Selalu mencari pembenaran akan kelemahan diri. Kita lupa bahwa mereka juga manusia biasa seperti umumnya. Hanya proses yang bisa membentuk mereka. Dan kita semua sedang dalam proses pencapaian menuju titik yang sama.
Intelektual
Dalam buku This is Truth That too is Truth by Svami Anand Krishna, www.booksindonesia.com dituliskan:
Mind (atau gugusan pikiran dan perasaan) memecah belah, intelejensia mempersatukan. Mind mendiskriminasikan intelejensia memilah dan membedakan tindakan yang tepat dari yang tidak tepat.
Intelejensia adalah kecerdasan alam atau Ilahi. Sebagaimana sifat alam yang senantiasa memberi dan menyatukan. Sifat alam saling melengkapi dan tidak memecah. Ini yang kita teladani. Kita semakin menjauh dari keteladanan alam yang juga disampaikan oleh para suci atau nabi.
Intelektual sebaliknya memecah belah. Karena intelektual merupakan pikiran manusia yang selalu berorientasi pada dualitas. Pada perbedaan suka dan tidak suka. Sifat yang selalu memiliki kecendrungan kenyamanan indrawi.
Semua pengetahuan dicari orang sebagai upaya untuk menggapai ‘kebahagiaan’. Namun sayangnya banyak orang belum secara tepat memahami mana ‘kebahagiaan’ Banyak yang lupa bahwa rasa bahagia tidak perla dicari. Ia sudan ada dalam diri. Karena itulah alami manusia. Manusia berasal dari Kebahagiaan Sejati, tentu ia membawa rasa bahagia itu. Yang dibutuhkan hanya menyingkap debu ketidaksadaran yang membuatnya menderita.
Debu ketidaksadaran ini setiap hari terus bertambah. Setiap kita berinteraksi dengan mereka yang belum memahami makna kebahagiaaan, kita tanpa disadari menimbun debu atau sampah ketidaksadaran atau kebodohan.