Jangan Mencari Tuhan, Yang Dibutuhkan Menyadari Kehadiran-Nya Dengan Melakoni Sifat-Nya Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Jangan Mencari Tuhan; Ya, Tuhan tidak hilang, lantas mengapa mesti mencari Dia? Sekarang sepertinya jadi trend untuk mencari Tuhan, Begitu bingung kah kita?
Selama ini sibuk mencari Tuhan, padahal jelas kita berada di dalam Nya. Ga mungkin ada keterpisahan, semakin mencari justru semakin menjauhkan kita dari Dia. Karena kita lupa mencari Dia di dalam diri kita. Kita sibuk mengejar Tuhan di suatu tempat, kita lupa bahwa bila di tempat tersebut Tuhan ada, berarti Dia lebih kecil dari tempat tersebut. Suatu hal yang tidak mungkin. Mengapa?
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Karena selama ini kita anggap Tuhan terpisah dari diri kita. Kita selalu lupa adanya ayat dari suatu kitab suci yang berbunyi : ‘Tuhan lebih dekat dari urat leher.’
Selama kita menganggap Tuhan jauh di sono, kita merasa bisa menipu Tuhan dengan melakukan perbuatan kekerasan terhadap sesama, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Inilah setan pikiran; jadi setan bukanlah ciptaan Tuhan, tetapi setan menjadi alat untuk di kambing hitamkan. Suatu alasan untuk pembenaran tindakan kita. Inilah permainan setan pikiran.
Jadi, dengan kata lain bahwa sesungguhnya musuh kita adalah pikiran kita sendiri. Si pikiran ini pasti tidak mau dibunuh oleh kita sendiri. Oleh karena itu, si setan pikiran ini selalu lebih pintar mencari pembenaran atas kelemahan kita sendiri.
kepintaran setan pikiran termasuk perbuatan kita untuk menuduh orang lain sesat. Mengapa?
Karena saat kita menganggap diri paling benar, maka saat itu, si setan pikiranlah yang berkuasa. Sang Jiwa Invidual terperdaya oleh pikiran kita sendiri. Ketika itu yang berkuasa adalah ‘aku yang palsu’
Aku yang dibentuk atau dikondisikan oleh lingkungan. Keadaan seperti ini sangat umum terjadi selama kita mengikuti arus kemapanan. Saat kita menentang arus kemapanan, kita yang sedang merasakan kehadiran Tuhan pada semua ciptaan-Nya dapat dipastikan dimusuhi oleh masyarakat umum.
Demikianlah kondisi para pejalan spiritual yang sedang dalam menemukan Tuhan dalam diri sendiri.
Tantangan dan hambatan serta caci maki dari mayoritas hamba keduniawian menjadi kendala yang sangat berat. Jadi tidak heran bila para suci selalu mengingatkan bahwa berjalan di jalur spiritual bagaikan berjalan di atas onak dan duri yang membuat telapak kaki berdarah-darah.
Memang tidak ada pilihan lain bila ingin merasakan kehadiran Tuhan dalam diri setiap makhluk ciptaan-Nya. Bila kita semua hanya bisa hidup di dalam Tuhan berarti Dia juga menjadi daya hidup bagi kita semuanya. Sehingga Tuhan juga berada di dalam semua makhluk ciptaan-Nya.
Yang amat menarik adalah bahwa bila kita bisa merasakan kehadiran Dia, juga berarti kita telah menyingkap hijab atau tabir yang memisahkan Tuhan dari pikiran atau ego bentukan masyarakat sekitar.
Hijab bukanlah sesuatu yang tampak nyata, tetapi Tuhan tertutup oleh nafsu angkara murka; oleh keserakahan kita; oleh amarah kita; oleh kecemburuan kita terhadap keberhasilan orang lain. Ya, segala upaya untuk memburu kenyamanan indrawi atau sensi kenyamanan terhadap materi. Semuanya hanyalah bagian yang membuat diri kita terpisahkan dari Tuhan. Banyak hal yang keliru di masyarakat tentang hijab.
Kita selalu menganggap seseorang mendapatkan hidayah atau pencerahan bila pindah kepercayaan. Saat kita pindah keyakinan atau kepercayaan berarti kita belum mendalami atau menggali lebih dalam lagi. Karena setiap keyakinan atau kepercayaan adalah alat atau jalan yang diberikan oleh Sang Maha Agung melalui berbagai tradisi atau jalan. Katakanlah sebagai kendaraan untuk menyeberangi lautan duniawi.
So, hidayah terjadi bila kita sadar bahwa yang memisahkan diri kita dengan Dia yang berada daam diri kita adalah nafsu keduniawian atau nafsu keserakahan, irihati, kecemasan serta ketakutan yang selama ini ditanamkan oleh lingkungan kita. Mengapa?
Karena kita memang datang ke bumi disebabkan sakit. Di bumi inilah rumah sakit untuk memulihkan diri kita. Bila saat meninggalkan bumi, kita tetap masih dalam keadaan belum sehat, ya mau tidak mau; suka tidak suka, kita mesti mengulang pelajaran lagi di masa akan datang………….
Saat kita bisa merasakan kehadiran-Nya daam setiap makhluk, saat itu kita bisa mengapresiasi atau bersyukur atas segala anugerahnya, maka hati pun tenang dan damai…….