Kebiasaan Syaitoni

Kebiasaan syaitoni atau asuri adalah kebiasaaan buruk atau perbuatan yang menyeret manusia ke arah yang menjauhkan diri dari kemuliaan diri. Dalam buku Bhagavat Gita by Anand Krishna, www.booksindonesia.com:

‘Mereka yang tidak sadar (tidak menyadari hakikat diri), senantiasa terlibat dalam perbuatan yang sia-sia; harapan dan pengetahuan mereka pun sia-sia semua. Dalam kesia-siaan itu mereka merangkul kebiasaan-kebiasaan ãsurī atau syaitoni yang tambah membingungkan.’ 

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Kebiasaan syaitoni bukan dari luar diri, sita buruk ini merupakan timbunan yang sudah ada dalam diri kita. Sifat atau kebiasaan buruk merupakan pendorong kelahiran manusia. Tentu pemahaman secara umum. Kelahiran kita ke dunia ini dalam kerangka besar melakukan transformasi dari ãsurī menjadi mulia.

Sifat syaitoni

Suatu kebiasaan yang dilakukan terus menerus kemudian menjadi sifat. Misalnya, dalam kehidupan saat ini, kita bergaul dengan orang yang tidak mencari jalan kebenaran. Secara tidak sadar, kebiasaan yang jauh dari jalan menuju kebenaran akan melekat dan tandisadari akan membangunkan sifat dasar kita, kebiasaan buruk.

Penyebab kelahiran manusia ke bumi karena adanya sifat buruk atau ãsurī dalam diri sebagai bawaan kehidupan sebelumnya. Sifat ãsurī ini ada dari kehidupan evolusi debelam menjadi manusia. Bukan evolusi fisik, tetapi evolusi mind, gugusan pikiran dan perasaan.

Mari kita tarik ke belakang dengan memperhatikan perilaku hewan. Dalam diri hewan ada sift dasar: Makan, nafsu untuk berhubungan dengan lawan jenis, dan yang terakhir kenyamanan. Ini dorongan alami. Hewan tidak pernah memilih atau memilah milik siapa makanan yang dikonsumsinya. Demikian juga ketika hasrat untuk berhubungan dengan lawan jenis. Tidak peduli, apakah itu anaknya sendiri atau ibunya sendiri.

Sifat dasar kehewanian ini terbawa terus ketika tubuh telah menjadi manusia. Mungkin banyak orang tidak percaya, tetapi bila itu keyakinan anda, tidak salah juga. Yang menjadi perhatian saya adalah pada sifat kehewanian ini. Keyakinan anda adalah milik anda; keyakinan saya adalah milik saya. Tidak ada pemaksaan untuk mengubahnya. Yang utama adalah bahwa transformasi dari sita hewaniah menjadi sifat mulia ini yang harus terjadi agar terwujud kemuliaan Ilahiah dalam diri setiap insan.

Hakikat Diri

Jiwa Agung meliwuti alam semesta. Sang Maha Jiwa Agung berada di setiap sudut alam ini. Tidak satu pun benda di luarNya. So, mungkinkah dalam diri hewan tidak ada Dia? Sama sekali tidak mungkin.

Bila kita mau merenungkan, mind hewan dan manusia sama. Gugusan pikiran serta perasaan. Hewan akan reaktif ketika disakiti. Terutama hewan yang semakin lengkap anggota tubuhnya. Tangan dan kaki. Semakin tidak lengkap semakin kurang bisa merasakan sakit. Mungkin beda dengan dolphin, inilah pengecualian di alam.

Seiring dengan semakin sempurna pertumbuhan bentuk semakin sensitif atau kepekaan terhadap sentuhan dari luar. Semestinya kepekaan akan kehadiran Nya dalam diri juga semakin tinggi. Sayangnya, hal ini belum terjadi. Banyak hal atau peristiwa di sekitar kita membuktikan sebaliknya. Kita banyak melakukan kesia-siaan. Padahal, sudah banyak tulisan atau warisan para suci/avatar yang mengajak kita untuk mengenali hakikat diri sejati….

Ahhhhh…inilah permainan Nya….