Kecerdasan Emosi : Istilah Salah Kaprah, Karena Kecerdasan Berkaitan Dengan Intelejensia Atau Buddhi Untuk Sesuatu Yang Mulia

Kecerdasan Emosi yang dikenal dalam bahasa asingnya sebagai Emotional Quotient sesungguhnya baru menyentuh pengembangan lapisan emosi. Dan yang perlu kita ketahui bahwa emosi adalah energi yang selalu berubah atau belum stabil (Energy in motion). bagaimana mungkin bisa disebut kecerdasan? Dan yang perlu kita ketahui adalah bahwa emosi ini masih berkaitan dengan otak mamalia atau mammalian brain. Sedangkan pemahaman saya, kecerdasan berkaitan dengan pengembangan neocortex. Pengembangan kemanusiaan.

Kecerdasan Emosi Bukan NeocortexMemang pemahaman saya berbeda; bagi saya yang disebut kecerdasan atau intelejensia berkaitan dengan buddhi. Jadi,  kecerdasan biasanya dikaitkan dengan sesuatu yang lebih tinggi atau mulia; intelejensia. Ketika seorang yang mengembangkan kecerdasannya, bermakna bahwa ia berupaya untuk hidup selaras dengan alam. Berupaya melakukan perbuatan yang mengarah ke sejatian diri sehingga kemanusiaan seseorang bisa berkembang.

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Intelejensia adalah kecerdasan alam atau Ilahi. Sebagaimana sifat alam yang senantiasa memberi dan menyatukan. Sifat alam saling melengkapi dan tidak memecah. Ini yang kita teladani. Kita semakin menjauh dari keteladanan alam yang juga disampaikan oleh para suci atau nabi.

Intelejensia menyatukan karena merupakan ekspresi dari sifat alam. Sedangkan intelektual memecah belah karena memang inilah pikiran manusia pada umumnya. Keinginan untuk menguasai dan lebih unggul dari orang lain adalah intelektual. dasarnya untung-rugi. Memang banyak dari kita belum memahami hal ini. Dengan mudah kita bisa melihat gejala ini pada media sosial. Bila kita jeli, maka akan dengan gampang membaca komentar pada media sosial atau postingan yang dibuat atau dituliskan oleh teman. Selanjutnya, perhatikan komentar yang menanggapi. Sedikit sekali yang memberikan tanggapan membangun atau konstruktif.

Dalam buku This is Truth That too is Truth by Svami Anand Krishna, www.booksindonesia.com dituliskan:

Mind (atau gugusan pikiran dan perasaan) memecah belah, intelejensia mempersatukan. Mind mendiskriminasikan intelejensia  memilah dan membedakan tindakan yang tepat dari yang tidak tepat.”

Intelejensia merupakan penghalusan kualitas intelektual. Pada awalnya hampir seluruh cara pikir kita berdasarkan intelektual, karena memang otak manusia terdiri dari limbic (mamalian brain dan reptilian brain). Bagian otak yang dibawa ketika masih belum berkembang menjadi manusia. Saya percaya banyak yang tidak percaya, tetapi kenyataannya cara berpikir manusia yang belum mengembangkan otak baru; neocortex, tidak beda cara kita menghadapi masalah seperti reptil : fight or flight. Kemudian penggunaan otak mamalia sudah mulai  menggunakan emosi. Rasa yang mementingkan diri, kelompok, atau golongan sendiri masih berdasakan emosi.

Banyak dari kita belum memahami hal ini. Dengan mudah kita bisa melihat gejala ini pada media sosial. Bila kita jeli, maka akan dengan gampang membaca komentar pada media sosial atau postingan yang dibuat atau dituliskan oleh teman. Selanjutnya, perhatikan komentar yang menanggapi. Sedikit sekali yang memberikan tanggapan membangun atau konstruktif.

Dan bila seseorang mulai mengembangkan front lobe atau neocortex, seseorang akan selalu memikirkan untuk kepentingan umum; egoya sudah tidak lagi dikedepankan, misalnya para suci dan nabi atau para sufi. Setiap manusia memiliki peluang bila dan bila mau mulai berupaya melakukan transformasi dri intelektual menjadi intelejensia atau buddhi. Cara berpikir yang harus ditingkatkan pada tingkat kualitas pola pikiranku untuk kepentingan yang lebih besar. Istilah dalam bahasa Sansekertanya: Loka Samgraha. Untuk kesejahteraan bersama bukan hanya untuk kepentingan diri dan golongan.

Tujuan Keberadaan Manusia

Keberadaan manusia di bumi adalah sebagai kalifah. Bukan sebagaimana yang diartikan sebagai yang kita kenal dalam pengertian umum, tetapi benar-benar sebagai arti kata manusia yang utuh.  Kata manusia terdiri dari dua kata : manas berarti pikiran; dan isya yang berarti Ilahi. sehingga seorang kalifah berarti ia yang menguasai pikirannya bukan dikuasai oleh pikirannya.

Tujuan utama keberadaan manusia adalah mengembangkan KEMANUSIAAN dalam dirinya. Tidak mengherankan bila penggunaan otak manusia masih sekitar 3-4%. Hal Ini karena kita masie belum menggunakan otak baru yang diberikan oleh Dia; neocortex. Dengan kata  lainnya bahwa kita belum menyadari tujuan utama kelahiran manusia. Kita masih tetap menggunakan mamalian brain dan reptilian brain. 

Penggunaan neocortex berarti kita selalu mementingkan yang bermanfaat bagi umum. Dan ini Amat memungkinkan selama kita tidak mengelak dengan alasan : ‘Itu ‘kan nabi…’