Menulis adalah upaya untuk menambahkan keyakinan dalam diri sendiri. Tidak ada urusan untuk memperbaiki orang lain. Bukankah setiap individu bertanggung jawab atas diri masing-masing? Jika pun tulisan ini dibaca oleh orang dan orang tersebut merasakan manfaatnya, itu bukan yang diinginkan si penulis. Cara menulis yang demikian memiliki energi. Di atas segalanya, tidak perlu mengikuti kemauan pasar.
Sering sekali kita menulis untuk mendapatkan pujian atau perolehan materi lain. Akhirnya tulisan semata mengikuti trend pasar. Mengapa mesti melakukan hal tersebut? Bukankah kita menulis karena kesenangan sendiri. Bisa juga menulis untuk memancing pendapat orang lain. Namun jika pun tidak memperoleh respon sebagaimana yang diharapkan, tidak perlu berkecil hati. Menulislah karena memang senang menulis. Titik.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Sama dengan doa. Sesungguhnya doa pun memiliki kualitas. Doa yang hanya meminta bukanlah doa yang berkualitas. Menurut nabi Isa, doa adalah upaya untuk menyadari penyatuan antara diri dengan Sang Sumber Agung. Sesungguhnya penyatuan itu sudah terjadi, yang diperlukan kesadaran tentang telah adanya penyatuan ini. (Inspired by A New Christ, Anand Krishna,www.booksindonesia.com)
Carilah Kerajaan Allah, maka segala sesuatu yang berada di bumi akan dipeeroleh. Inilah nasehat nabi Isa kepada kita semua.
Untuk memahami hal ini, kita mesti menyadari tujuan dan maksud kelahiran di bumi ini. Hewan makan, manusia pun makan. Hewan melakukan hubungan sekd, manusia juga. Hewan tidur, manusia pun tidur. Semua kegiatan yang dilakukan hewan hanya berkaitan dengan badan. LantaS, apa yang membedakan tujuan serta maksud keberadaan manusia jika hanya mengejar kenyamanan badan semata?
atakan ada yang menjawab agama. Bukankah agama sekarang hany sebatas instiusi? Agama sama sekali belum menyentuh lapisan kesadaran lebih jauh dari kesadaran badan. Apalagi jika melihat mereka yang masih senang pamer dalam melakukan ritual agama. Sembahyang pun masih dipamerkan. Ritual-ritual lain masih sekdar pameran. Belum menyentuh esensi. Para nabi tidak beragama. Tiada seorangpun nabi beragama. Nabi Isa bahkan pernah menyampaikan bahwa ketika berdoa atau sembahyang, tutuplah rapat-rapat pintunya sehingga orang lain tidak tahu.
Alangkah jauh bedanya dengan pemahaman agama yang sekarang dilakukan. Lihat saja tayang televisi saat bulan Ramadhan. Pameran semata. Semua tayang ‘tampaknya’ beragama. Tapi jika disadari, semuanya bernafaskan iklan. Semua berlomab cari materi. Sedikit sekali tayangan yang benar-benar bernuansa meningkatkan evolusi kualitas jiwa. Tapi itu juga karena lapis kesadaran yang difahami masih lapisan badan.
Belum lagi jika membaca berita tentang sekelompok massa yang merazia warung-warung makan. dilarang buka semata untuk menghormati yang sedang puasa. Betapa arogannya. Sesungguhny tindakan ini saja sudah membatalkan puasanya. Bukankah puasa itu mesti semakin ingat kepada Dia yang maha membebaskan? Bebas dari keinginan duniawi berlebihan? Ahhhh… ini hanya sekedar pengingat diri agar saya tidak terjeblos seperti tindakan yang kurang tepat tersebut. NAmun saya juga percaya bah itulah proses. Mereka sedang berproses. Itulah kondisi saya masa lalu.
Itu pula maksud dan tujuan kehadiran para nabi dan suci ke bumi ini. Menyampaikan berita gembira, siapa sesunggunya kita. Kita juga seperti beliau-beliau ini. Sedang dalam proses menujau kesadaran ilahiah. Kesadaran bahwa sesungguhnya kitalah pemilik alam semesta. Dengan kesadaran ini, kewajiban manusia menjadi lain. Sebagai pemelihara alam. Bukan perusak sebagaimana yang kita lakukan selama ini.
Inilah bukti bahwa kita belum menyadari jati diri kita. Jika kita sudah menyadari kemanunggalan kita dengan Dia yang selama ini kita sembah, tidak mungkin kita tega menganiaya dan merusak alam hanya demi memuaskan syahwat kita…
Salam menyadari kemanunggalan diri dengan dia yang kita sembah. Penyembahan ini bukti kita belum menyadari jati diri kita….