Saat dahulu ketika kita dikatakan berkeyakinan DINAMISME, kita marah. Kita beragama, kita bukan penganut dinamisme. Benarkah demikian? Mari kita simak pernyataan berikut ini:

Kehidupan selalu terbuka dan menyambut penyesuaian dan penyesuaian ulang. Jika Anda menutup diri terhadap penyesuaian dan penyesuaian ulang serupa, maka Anda berhenti hidup. 

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

( This is Truth That too is Truth by Anand Krishna, www.booksindonesia.com)

Kehidupan sangat dinamis teman. Setiap detik berubah setiap penyesuaian harus kita lakukan. Bisa juga dikatakan inkonsistensi. Kedinamisan inilah membuktikan kita hidup. Kita lihat jam yang sumber energi, batere nya mati, jarum selalu berada di tempat yang sama. Tidak bergerak. Ini yang disebut konsistensi. Berada du tempat yang sama. Dengan kata lain, konsistensi berarti kematian. Tetap di tempat yang sama.

Dinamisme berarti kita hidup. Bertumbuh kembang. Jam yang sumber energi, betere nya masih hidup bergerak dan berputar sesuai aturan. Tubuh kita setiap 5-7 tahun berganti sel. Sel lama yang life time nya sudah berakhir harus berganti, regenerasi. Bukan kah ini inkonsistesi. Dinamisme berarti manusia hidup. Salahakah jika saya menyebut bahwa manusia sebagai penganut faham DINAMISME?

Keterbukaan diri menerima setiap peristiwa membuat manusia selalu berpikir dinamis dan menyesuaikan keadaan. Sebagai contoh. Kita pengusaha garmen atau pakaian. Apakah kita akan tetap dengan model yang lama atau model tahun lalu? Pastinya tidak, kita sebagai pengusaha terbuka menerima keinginan masyarakat dengan model trend pakaian yang baru. Jika kita tetap bertahan dengan pakaian model yang ada, pastinya kita akan gulung tikar. Karena tidak ada produk baju yang diminati oleh masyarakat. Inilah peneysuaian dengan situasi dan lingkungan.

Dalam kehidupan pun kita harus selalu menyesuaikan dengan lingkungan tempat kita berada. Hal ini sering terjadi dengan beberapa teman yang berkunjung atau sekolah menempuh studi di luar negeri. Masih saja ada yang bersikukuh tidak mau mengubah pola makan dengan kebiasaan yang ada di sekitarnya. Akibatnya? Mudah ditebak, ia akan mengalami kesulitan untuk bergaul. Misalnya saat diundang oleh penduduk setempat, ia merasa tersiksa dengan makanan yang disuguhkan. Ia tidak bisa menyesuaikan dengan makanan yang disuguhkan. Ini yang disebut tidak move on. Ia mengalami penderitaan karena ketidakmampuannya untuk move on.

Ketertutupan terhadap pemahaman lain juga membuat kita menderita. Anggapan bahwa keyakinan kita paling baik dan benar membuat kita tersiksa. Kita sedang mengagungkan satu sisi kebenaran. para suci dan avatar tidak pernah berpikir sempit seperti itu. Mereka terbuka melihat semua sisi kebenaran. Keterbukaan terhadap sesuatu merupakan proses pembelajaran tiada berhenti. Pencerahan terjadi ketika kita mau membuka diri terhadap kebenaran yang utuh. Ingatan saya kembali pada 6 orang buta yang diajak melihat bentuk gajah. Karena kebutaan mata, maka yang bisa dirasakan hanya melalui rabaan tangan. Akhirnya pertengkaran pun tidak terhindarkan. Semua akibat kebutaan. Bagi yang matanya terbuka, ia bisa mentertawakan kebodohan ini.

Kebutaan mata masih bisa dimaklumi, kebutaan mata hati yang sulit dimengerti. Hal ini terjadi karena ketidakmuan untuk membuka diri. Ketertutupan untuk belajar sesuatu. Bukalah mata hati, maka kehidupan pun menjadi sesuatu yang ceria, inilah kebahagiaan. Jika tetap tertutup, maka: Inilah neraka kehidupan. Inilah kematian dalam stagnasi..