Menurut Swami Vivekananda (1863-19o2)- seorang pemikir, filsuf, dan spiritualis:
”Strive for your own liberation, freedom; and, work for he welfare of the world –Upayakan kebebasan dirimu, dan berkaryalah demi kebaikan jagat raya!”
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Mengapa kebebasan diri dulu?
Mengapa kebebasan diri baru memikirkan kebaikan jagat raya? Apakah berarti kita mesti terlebih dahulu mengurusi perut sendiri, sebelum mengisi perut orang lain? Seruan ini berulangkali terasa egois bagi yang merasa dirinya “idealis”, dan siap berkorban demi orang lain.
Ada yang pernah menanggapi seruan Sang Swami, “Pemahamanmu sangat bertentangan dengan pemahamanku. Aku dibesarkan dengan ideologi ‘hiduplah seperti lilin-meleleh untuk menerangi’. Filosofi memikirkan diri sebelum memikirkan kepentingan orang lain terasa sangat tidak religius.”
Hmmmm, spiritualitas melampaui ideologi dan nilai-nilai buatan manusia. Spiritualitas adalah spirit atau jiwa di balik segala macam ritual atau kebiasaan. Spiritualitas tidak bersandar ideologi, filosofi, dogma, atau doktrin tertentu. Spiritualitas sepeenuhnya tergantung pada pengalaman dan pencapaian dalam diri.
Jika yang hidup seperti lilin – monggo, tidak menjadi soal. Tetapi untuk hidup seperti lilin pun terlebih dahulu mesti “menjadi lilin”. Berarti, memiliki potensi untuk menerangi. Bagaimana bisa meleleh untuk menerangi jika belum menjadi lilin?
Saat kita naik pesawat terbang, pramugari akan memperagakan cara penyelamatan diri dari kecelekaan dalam penerbangan. Selain penggunaan seat belt, cara mengatasi gangguan penipisan udara juag diberitahukan. Sebelum menyelamatkan anaknya, si ibu DIWAJIBKAN mengenakan masker terlebih dahulu. Sehingga ia bisa menolong yang lainnya. Demikian juga kita. Selamatkan dan ubah diri sendiri terlebih dahulu, baru bisa membantu orang lain.
Umumnya kita membantu diri, dan berhenti. Berhenti pada tahap membantu diri saja. Vivekananda berseru agar kita tidak berhenti pada tahap tersebut. Kita membantu diri bukan untuk kepentingan diri saja, tetapi untuk “kebaikan” alam semesta.
“Jagat-Hitaaya cha” bukanlah “demi kebaikan/kepentingan jagat raya. Adakalanya apa yang kita anggap penting justru tidak baik. Apa yang kita sukai atau senangi belum tentu bermanfaat. Untuk menentukan apa yang baik, apa yang mulia, dibutuhkan tingkat intelegensia yang cukup tinggi.
Seorang Karma Yogi sangat intelegen.
Ia sadar akan apa saja yang baik bagi dirinya dan bai sesama makhluk. Bahkan, bagi kehidupan di dunia, bagi keselarasan alam, dan keseimbangan jagat raya.
Ya, bantulah dirimu tetapi jangan berhenti.
Beranjaklah ke level berikutnya-The Next Level of the game-.bantulah sesama manusia, sesama makhluk hidup, layanilah alam semesta…….
Dikutip dari buku KARMA YOGA by Anand Krishna, www.booksindonesia.com