Dalam kehidupan ini yang paling sulit adalah belajar untuk tidak belajar. Learn to unlearn. Dari kecil kondisi kita sudah dibentuk oleh lingkungan sehingga sulit menjadi diri sendiri. Pada hal untuk menempuh perjalanan sendiri, semua yang dibentuk atau dipelajari dari lingkungan haruslah diuraikan. Lahir, hidup, dan mati sesungguhnya sendiri. Tiada seorang pun bisa membantu diri sendiri selain kita.

Seorang sufi adalah memahami hal ini. Mereka mesti lepas dari belenggu masyarakat. Bukan berarti hidup secara liar, tetapi malahan hidup bertanggung jawab. Yang pertama adalah bertanggung jawab terhadap kesehatan. Badan adalah kuil bagi sang jiwa. Jiwa bisa baik pertumbuhannya atau perkembangannya jika dan jika badan sehat. Saat badan dalam kondisi prima, perjalanan ke dalam diri bisa optimal. Sering sekali saat melakukakan kontemplasi atau meditasi, kita tertidur. Ketertiduran ini sudah memnggalkan kontemplasi. Saat itu kita tidak bisa mengamati pikiran.

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Oleh karenanya seseorang yang hendak melakoni jalan spiritual yang pertama diupayakan adalah kesehatan. Setelah badan sehat baru memperbaiki pola hidup atau pola makan. makanan sangat besar pengaruhnya bagi mental emosional. Misalnya, seorang pemakan daging pada umumnya memiliki temperamen tinggi dan mudah terpicu emosinya. Ini saya peroleh dari pengakuan seorang teman. Ia dulunya seorang yang telah menghindari makan daging merah dan putih/ayam. Kemudian ia kembali makan daging. Ia mengaku temperamennya sekarang gampang tersinggung. Ego… Selain itu makan yang bersifat pedas juga membuat temperamen mudah meletup.

Saya seorang penggemar bacaan silat. Dalam ilmu persilatan, ilmu tertinggi adalah saat seorang pendekar sudah tidak lagi bisa mengingat jurus. Jurus yang dipelajari hanya untuk melatih refleksi. Namun pikiran tidak boleh lagi terikat pada jurus. Alm Bruce Lee sudah memahami filsafat seni bela diri seperti ini. Sehingga saat menghadapi lawan sangat spesifik dari orang per orang. Jurus ini bisa diibaratkan sebagai syariat atau ritual dalam agama-agama. Seorang yang sudah meniatkan diri berjalan spiritual, mau tidak mau suka tidak suka mesti melepaskan segala aturan yang membelenggu jiwanya. Ia tidak lagi mengikatkan diri di area aturan yang dibentuk untuk lembaga. Ia sudah mengikatkan diri pada aturan universal. Aturan atau hukum alam. hukum sebab-akibat. Ia hanya mengabdi kepada sang Pencipta Agung. Dan sekaligus ia menjadi pelayan semesta.

Untuk menjadi pelayan semesta, kita belajar untuk melepaskan kondisi yang didasarkan atas aturan aturan manusia yang memiliki kecenderungan untuk menyamankan badaniah. Lupa sudah sebagai makhluk semesta. Lupa bahwa sesungguhnya kita satu adanya.

Bisakah kita menolak nafas yang dikeluarkan oleh musuh kita atau mereka yang kita tidak sukai? Demikian pula, mereka yang tidak kita sukai, mau tidak mau suka tidak suka akan menghirup udara dari nafas yang kita hembuskan. Bukan kah nafas yang kita tarik dari mereka yang tidak kita sukai akhirnya merasuk dalam paru-paru kemudian dipompakan oleh jantung ke seluruh tubuh kita. Inilah yang disebutkan oleh Albert Eistain bahwa kita dipersatukan oleh medan energi. Antar kita ibarat pulau-pulau yang saling berhubungan. Sesungguhnya pikiran kita pun bervibrasi ke udara bebas. Tidak mengherankan jika suatu saat vibrasi yang kita pikirkan terbaca oleh orang lain secara tidak sengaja.

Lepaskan dogma bentukan masyarakat, dan mulailah menjadi pelayan semesta…..

Itulah tujuan kelahiran. Lepas dari belenggu lingkungan, namun tetap hidup selaras dengan semesta within peace and love’s corridor…