Generasi Mall
Generasi Mall adalah generasi instan. Generasi yang mengharapkan semuanya serba instan. Padahal jira kita menyadari proses alami, tidak satupun yang instan. Mau makan mie instan, katanya… Benarkah instan? Tidak juga. Kita harus memasak terlebih dahulu, baru bisa makan.
Dalam kegalauannya ingin mendapatkan tempat yang nyaman, surga, banyak orang melakukan yang instan. Melakukan ini dan itu, bahkan ada yang bersedia membayar dengan uang, ingin bahagia.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Berikut kutipan dari buku Bhagavad Gita by Anand Krishna, www.booksindonesia.com:
Bagi Mall Generation, Generasi Mall, Tuhan siap saji adalah mudah. Dogma dan doktrin, “Boleh ini, tidak boleh itu”menjadi sangat efisien. Mengenal diri dan menyadari hakekat diri sebagai percikan Jiwa agung butuh kerja keras.
Bagi Raksasa
Sifat para raksasa yang menyukai serba instan. Karena memang tradisi mereka tidak kenal proses masak. Mengambil dan langsung mengkonsumsinya adalah cara instan untuk kenyang. Walaupun juga tidak instan, harus mengunyah terlebih dahulu.
Cara instan untuk menggapai kenyamanan indrawi atau surgawi dengan cara mudah bukanlah sifat bagi manusia yang telah tumbuhkembang kemanusiaannya. Bagi manusia yang sadar akan kemanusiaannya, hukum sebab akibat sebagai proses alam adalah suatu hal yang mesti dilalui.
Bila kita mau belajar dari budaya leluhur, kepercayaan yang kita sebut kuno, Animisme atau Dinamisme, adalah proses yang alami. Prinsip dasarnya adalah hidup selaras dengan alam. Kita bisa hidup dari alam, sebagai timbal baliknya kita harus memelihara alam. Itupun demi kelangsungan hidup kita sendiri.
So, singkat kata. Kita tidak menyembah pohon atau gunung atau batu ataupun air. Tetapi semua persembahan demi kepentingan kita sendiri. Karena hal ini sulit, maka kemudian hadirlah ke nusantara kebiasaan instan. Penyebaran dari sifat para raksasa yang suka instan ini sangat disukai.
Sifat dasar manusia
Sifat dasar manusia adalah malas. Nah, begitu hadir atau ada cara yang mudah mencapai ‘kebahagiaan’ hanya dengan ritual tertentu, maka langsung laku keras. Saya berikan tanda kutip istilah ‘kebahagiaan’, karena memang hanyalah semu. Rasa bahagia itu sangat sulit diperoleh dengan instan. Adanya kesadaran bahwa diri akan jati diri sesungguhnya, baru bisa terjadi rasa itu.
Tidak heran bila semakin banyak generasi instan, atau Mall Generation. Ini tren dunia. Hal ini semakin membuat generasi yang sadar semakin sedikit. Tetapi bila kita mau belajar separat, para suci pun tidak banyak. Mereka merasakan kebahagiaan sejati.
Sampai untuk mendidik anak pun diserahkan pada institusi tertentu, kemudian kita membayarnya. Lagi pola pikir generasi instan. Haya melakukan ritual tertentu, maka surga diperoleh. Sangat tidak wajar atau logis. Sesuatu yang di alam maya tidak bisa dibeli dengan uang…..