Mati Hidup Ya Disini. Karena Tubuh Dan Pikiran Yang Kita Sebut ROH Masih Berupa Materi, Kasar Dan Halus. Hanya Beda Kamar

Yang mati siapa tubuh? Itulah pengertian umum, sehingga menganggap bahwa si roh yang terdiri dari gugusan pikiran dan perasaan/emosi bisa ke alam lain? Dengan kata lain, Mati Hidup Ya Disini boss……

Aku bukan badan…….

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Aku bukan pikiran……

Aku bukan perasaan……

Ya jelas ga mungkin lah. Mengapa saya katakan tidak mungkin?

Tubuh manusia terdiri dari tubuh kasar dan halus, ini sudah diketahui banyak orang,’kan?

Tubuh kasar yang terbuat dari makanan pastılah kembali ke alam/bumi. Kembali terurai ke asalnya. Dari tanah kembali ke tanah. Semuanya berasal dari tanah. Tumbuhan yang membentuk tubuh kasar kita berasal dari bumi, tanah juga,’kan?

Tubuh halus, katakan roh terdiri dari pikiran dan perasaan, ini juga masih materi. Bila mau tahu yang bukan materi adalah percikan Hyang Maha Hidup, istilah bahasa Sanskrit disebut Atma. Ketika masuk ke dalam tubuh manusia, si atma ini disebut Jiwatma.

Untuk memahami lebih mudah dan membumi, kita ibaratkan Hyang Maha Kuasa sebagai matahari. Matahari memancarkan cahaya, nah cahaya ini masuk ke rumah/tubuh kita. Ia disebut sinar atau hanya pantulan dari cahaya. Sinar ini yang disebut Jiwa atau yang membuat tubuh kita bergerak. Ia memiliki kualitas sama dengan matahari; katakanlah sebagai percikai air laut, bila laut kita anggap Sang Maha Sumber Agung.

Jadi AKU bukanlah pikiran. Dengan kata lain, pikiran ini adalah alat bagi Sang Sinar/Jiwa untuk berekspresi. Sedangkan untuk berekspresi di dunia yang dualitas, ia butuh otak, perangkat keras. Pikiran kita sebut sebagai perangkat lunak.

Ketika mati, tubuh kasar ditinggalkan oleh sang roh. Karena roh ini materi dan harus memiliki energi untuk menggerakkannya, Sang Jiwatma/individu sebagai energi penggerak. Dalam hal ini, si Jiwatma bisa dikatakan terperangkap dalam pikirannya. Ia menganggap atau mengidentifikasikan diri sebagai si Fulan.

Sang Jiwatma terperangkap dalam alam pikiran dan perasaan, dengan kata lain si Jiwa ini juga terselubung materi/pikiran. Ia belum bisa kembali ke asalnya, Sang Sumber Agung.

Semakin banyak keinginan atau obsesi dan semkni aktif, superaktif selama hidup di dunia, tentu semakin banyak beban dan semakin tebal selubung si Jiwa individu. Si Jiwa individu ini tidak akan bisa kembali ke Sang maha Sumber kecuali selubungnya pecah berserakan.

So, mau kemana lagi tuan-tuan dan puan-puan?

Bukan,’kah kematian tubuh satu kamar, kemudian tanpa tubuh ada di kamar lain. Dua-duanya di bumi ini, taruh kata di alam semesta, atau di mana. Tetapi yang jelas selama masih materi, si roh ini tidak bisa kembali ke asal mulanya, Sang Maha Jiwa/Matahari.

Mati Hisdup disiniCelakanya bila si selubung terlalu tebal alias hiperaktif selama hidup di alam materi, saat kematian tubuh tiba, si mind (gugusan pikiran dan perasaan) tidur sangat nyenyak, mungkin terlalu lelah karena tidak ada perangkat keras/otak di alam halus. Dengan kata lain, semakin hiperaktif si manusia dengan memperbanyak keinginan dan pengetahuan tentang duniawi, semakin tebal selubung si Jiwatma. Semakin sulit balik ke Sang Maha Sumber, maka ia memiliki keinginan sangat kat untuk memnuhi obsesinya dengan cepat-cepat lahir kembali.

Banyaknya obsesi tentang dunia hanyalah menunjukkan ia memiliki penyakit tumor. Maka butuh lahir kembali untuk menyadari Kesejatian Dirinya. Inilah tujuan utama kelahiran di bumi. Tanpa lahir kembali, si roh tidak bisa menghancrkan selubungya. Karena selubung dibuat di bumi, maka juga harus dihancurkan atau didaur ulang di bumi. Tanpa kelahiran kembali, proses daur ulang akan berulang terus menerus.

Semua pemahaman ini saya peroleh melalui berlatih meditasi dan Yoga di bawah bimbingan Bapak Anand Krishna sebagai pendiri Anand Ashram. Buku-buku meditasi dan Yoga membuat pemahaman tentang alam lebih sederhana dan mudah dipahami.