Pemberdayaan Diri
Sebelum bisa melakukan pemberdayaan diri, kita harus kenal diri terlebih dahulu. Bila diri yang selama ini kita kenal hanya sebatas pikiran, tubuh, atau emosi. Maka tidaklah mengherankan bila kita marah ketika ada yang beda fisik kita dari yang umum, kemudian disinggung oleh orang lain. Ketika pendapat kita dari pikiran tidak disetujui oleh orang lain atau dikritik kita marah. Kita berada pada diri wujud pikiran. Hal yang membuat kita tersinggung atau marah secara mudah menunjukkan kesadaran diri kita saat itu.
Pengertian ‘diri’ ini harus diubah ke pemahaman lebih luas atau besar. Dala kerangka besar inilah kita berada di muka bumi. Kita lahir dengan kelengkapan tubuh fisik sebagai sarana menunjang terjadinya transformasi dari ‘diri’ (dalam huruf kecil) menjadi ‘DIRI’. Inilah kesejatian sesungguhnya.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Berhentilah menghina Jiwa
Hanya dengan berhenti mencari kesalahan pada orang lain, maka kita bisa bangkit untuk melakukan transformasi. Dalam buku Bhagavad Gita by Anand Krishna, www.booksindonesia.com:
Krishna mengajak kita mengubah perspektif hidup kita. Krishna adalah Pengemudi Agung. Dan Dia – Adalah hakikat diri Anda. Hakikat diri saya. Hakikat diri kita. Kitalah Krishna!
Ini pula ajakan seorang Guru Sejati yang mewujud dalam bentuk manusia. Banyak orang yang menganggap bahwa tidak mungkin seorang Guru Sejati mewujud. Kita lupa bahwa kehadiran seorang Guru Sejati terjadi karena kita memang saatnya untu melakukan perjalanan lebih jauh untuk melakukan transformasi ‘diri’ menjadi Buddhi atau intelejensia. Tidak ada yang terjadi secara ‘kebetulan.’
Saat kita siap menerima kehadiran seorang Guru Sejati, maka alam memahami proses dalam diri. Sayangnya, sebagai akibat pergaulan yang memang tidak menunjang kesempatan untuk melanjutkan evolusi kesadaran terhilangkan. Ini kata yang sering kita ucapkan untuk memupuk rasa malas kita:
“Ya, bagaimanapun kita kan manusia, hanya orang kecil!”
Menurut Krishna, ungkapan-ungkapan seperti ini adalah ungkapa-ungkapan bodoh! Ketika menganggap diri kita sebagai “manusia biasa, yang terbuat dari darah , daging, dan tulang-belulang” – sesungguhnya kita telah menghina Jiwa, percikan Jiwa Agung yang senang mengemudi kendaraan badan ini.