Saya yakin dan percaya, banyak orang akan berpikir keras. Kemudian menarik kesimpulan pendek: ‘Ngapain mencontoh monyet?’

Yup, jika kita belum memahami apa yang sudah dilakukan oleh Hanuman saat perang melawan Rahwana dalam kisah Ramayana, tentu akan demikian. Silakan saja. Itu juga sah-sah.

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Namun setelah saya membaca makna semuanya sebagaimana dituliskan dalam buku The Hanuman Factor yang dituliskan oleh Svami Anand Krishna, www.booksindonesia.com; saya baru bisa memahami bagaimana sesungguhnya menjadi seorang Chief Executive Office (CEO) yang sampurna. Walaupun sedikit….

Hanuman seorang pengabdi Rama yang setia. Ia amat mencitai Rama. Bahkan bagi Hanuman, Rama adalah Tuhan atau Lord. Keyakinan inilah yang membuatnya bergitu setia serta meyakini bahwa seorang Rama berjuang untuk kemanusiaan. Sitha hanya sebagai alasan bagi Rama untuk memusnahkan kejahatan seorang Rahwana.

Jika direnungkan lebih dalam, Sitha adalah kesadaran kita yang diculik oleh Rahwana yang mewakili kenyamanan duniawi. Kesadaran kita selama ini dicuri oleh kenyamanan duniawi. Bahkan kita menganggap bahwa tubuh kasar kita adalah jati diri sesungguhnya. Ini terbukti bahwa kita bekerja bagaikan kerbau untuk mengumpulkan harta benda. Kita kerja keras mengumpulkan sesuatu yang embuat hidup kita tidak abadi. Kita melupakan tujuan kelahiran di bumi ini. Kita bahkan telah melalaikan janji atau sumpah yang kita buat sebelum kelahiran di alam Mayapada, dunia. Ya, inilah dunia ‘maya’. Dunia ilusi. Sesaat ada, sesaat kemudian tiada.

Hanuman adalah kekuatan dalam diri manusia yang harus selalu diingat. Ia boleh saja memilihi wajah monyet, tetapi tingkat intelejensianya melebihi kita yang mungkin menganggap makhluk tertinggi. Namun sayangnya, perilaku kita melebihi monyet yang kita kenal.

Rasa keyakinan Hanuman dalam melaksanakan tugas ketika disuruh oleh Rama ke Alengka menemui Sitha dilakukan secara patuh. Saat itu ia belum bisa terbang. Ia hanya menerima serta patuh perintah untuk ke seberang lautan, kerajaan Alengka. Ternya keyakinannya membuat sadar akan kemampuannya untuk terbang. Ini terjadi karena keyakinannya terhadap seorang Rama. Rama tidak mungkin mengutusnya jika tidak mengetahui kemampuan sesungguhnya dari Hanuman. Lupa akan jati diri adalah kesalahan fatal kita semua.

Kita pun demikian. Saat kita hanya memikirkan kenyamanan dunia, kita belum bisa terbang bebas. Bukan tubuh fisik kita yang terbang bebas, tetapi pikiran kita lah yang belum bisa terbang bebas meninggalkan kenyamanan duniawi untuk menggapai tujuan lebih tinggi Kemuliaan Sang Jiwa…

Lupa akan kemampuan diri utuk mengatasi masalah atau persoalan yang sesungguhnya buatan kita sendiri. Masalah terjadi karena kita lupa bahwa adanya masalah karena ciptaan kita sendiri. Misalnya, suatu ketika kita dicaci seseorang. Jika kita tidak menanggapi serta kemuadian melupakan, kita akan membuat itu sebagai ersoalan. Sebaliknya, saat kita dicerca atau dicaci, kemudian kita melakukan introspeksi diri, kita aka berterima kasih pada orang tersebut. Jika kritiknya benar, kita berupaya untuk memperbaiki. Jika kritik orang tersebut tidak benar? Abaikan saja. Masalah tidak akan terjadi.

Masalah terjadi jika kita mendengar, kemudian mengolah dalam hati. Ego kita muncul. Dan masalah yang berkepanjangan pun terjadi. Pada akhirnya, kita kehabisan energi megurus masalah. Kita kehilangan energi serta waktu untuk membuat diri kita lebih baik. Kita lupa pada akhirnya untuk melakukan perjalanan ke dalam diri. Tujuan akhirnya adalah untuk melakukan trasnformasi dari kepintaran, intelektual menjadi kecerdasan alam atau intelejensia.

Saat Hanyman melakukan tugas, ia menempatkan diri sebagai seorang utusan. Dalam pikirannya bahwa semua keberhasilannya bukan karena semata kemampuan dirinya, tetapi karena berkah seorang Master, Rama. Dengan cara ini, ia senantiansa menempatkan perintah seorang SadGuru di atas segalanya. Ia sebagai pelaksana tugas.

Hanuan memiliki bentuk luar sebagai monyet, namun segala perbuatan atau perilakunya bukan lah sebagai monyet. Dalam dirinya mengandung keilahian diri. Sebaliknya, kita tampak luar sebagai manusia, tetapi yang ada dalam pikiran kita hanya mementingkan, golongan, kelompok atau bahkan kenyamanan indrawi kita sendiri. Seringkali kita melaukan perbuatan yang bisa saja mengorbankan orang lain karena semata menyembah kenyamanan indrawi kita sendiri. Kita masih dalam perbudakan panca indra.

Dalam buku The Hanuman Facor disebutkan bahwa Hanuman adalah sosok yang memiliki integritas tinggi. Seorang yang berpikir, berucap serta bertindak selaras dengan alam. Ia sangat meyakin yang diperintahkan oleh Rama, tuannya. Ia sadar sepenuhnya bahwa Rama adalah perwujudan sifat alam. Dan oleh karenanya, pikiran, ucapan serta perbuatanhya tentu selaras dengan sifat alam. Kasih serta berbagi berkah terhadap sesama…