Ya.. Saat itu manusia sedang jadi pemuja setan. Betapa hebatnya setan. Hanya kerena yang tidak sadar berdoa minta perlindungan kepada Tuhan dari godaan setan. Secara tidak disadarinya, mereka sedang memuja setan. Mereka tidak sadar telah menjadikan setan berdiri sejajar dengan Tuhan. Secara tidak sadar mereka begitu mengagungkan setan sejajar dengan Yang Maha Agung. Atau dengan kata lain telah membonsai Tuhan..
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Mereka yang minta perlindungan agar dijauhkan dari godaan setan sesungguhnya menciptakan konsep Tuhan yang bonsai. Tuhan ciptaan mereka sendiri. Mereka lupa bahwa merekalah pencipta takdir sendiri. Jelas dalam kitab suci dinyatakan bahwa suatu bangsa tidak akan bisa melakukan perubahan jika bangsa tersebut tidak berupaya melakukannya sendiri.
Ayat lainnya , menyatakan bahwa setiap perbuatan mesti ditanggung sendiri. Dimana kedudukan setan jika demikian? Apakah karena kita malas bertanggung jawab atas perbuatan sendiri? Lantas kita cari setan sebagai alasan untuk membenarkan tindakan kita? Jika demikian, benarkah kita meyakini kitab yang kita katakan suci? Sementara kita sendiri tidak melakoni apa yang tertulis dalam kitab tersebut.
Seringkali kita menggunakan ayat dalam kitab suci untuk membenarkan perilaku kita yang salah. Salah dalam hal ini adalah perbuatan yang tidak berujung pada Visi Baginda Rasulullah SAW, Rahmattan lil alamin. Kita bertindak bagaikan keledai yang menggendong kitab. Membawa kitab kesana kemari tanpa pernah membacanya. Masih kah layak kita berkata bahwa kita mencintai Baginda Rasulullah SAW?
Kembali pada setan. Setan bersarang dalam pikiran kita sendiri. Kita mencari kambing hitam di luar diri. Ya tidak bakal ketemu. Setan bercokol dalam keserakahan diri. Kita lupa keinginan untuk mengabdi pada indrawi merupakan pangkal kesengsaraan diri sendiri.
Percaya pada hal ghaib merupakan bentuk ketidaksadaran diri. Kekuatan manusia bukan pada kekuatan fisik atau kemampuannya melihat yang di luar diri, tetapi pada kemampuannya untuk mengendalikan diri agar tidak terpengaruh hal di luar diri. Semua terjadi karena kita belum bertaubat (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2013/07/04/taubah-berarti-meninggalkan-berburu-kenikmatan-ragawi-574345.html).
Jika kita melakukan perjalanan ke dalam diri, mungkinkah kita masih percaya pada yang ghaib? Semua sudah secara terang benderang dipaparkan dihadapan kita. Keberhasilan manusia melakukan perjalanan dalam kehidupan ini adalah saat kematian tiba. Dimanakah diri kita saat itu. Jika saat itu diri kita bisa tiada, yang berarti hanya Dia yang eksis, sukseslah perjalanan hidup di bumi ini. Inilah ang dimaksudkan: La Ilaha ilalah. Tiada diri kecuali ketiadaan itu sendiri.
Kembali ke setan yang jadi topik tulisan. Setan tiada bisa eksis di luar Tuhan. Adanya setan berpangkal pada keinginan diri untuk memuja kenikmatan duniawi. Carilah kemuliaan jiwa untuk hindarkan diri dari pertengkaran dengan setan. Jangan melawan setan pikiran, alihkan perhatian dan fokuskan energi diri melakoni kemuliaan jiwa…